LAPORAN SEMESTER PRAKTIKUM
INDUSTRI MAKANAN TERNAK
OLEH:
HENDRA
JONATHAN TARIGAN
E10012145

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis
ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan hidayahNyalah sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan semester praktikum Industri Makanan Ternak ini
dengan tepat pada waktunya.
Dalam kesempatan ini, penulis
tak lupa mengucapkan terima kasih kepada Dosen dan tim Asisten Dosen yang telah membantu dan
membimbing penulis dalam melakukan praktikum dan tak lupa pula kepada teman-teman
satu kelompok maupun diluar kelompok yang membantu dalam menyelesaikan laporan
semester ini dengan baik
Penulis menyadari sepenuhnya
bahwa laporan semester ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karna itu,
penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun untuk dapat
memperbaiki laporan ini kedepan.
Akhir kata penulis mengucapkan
banyak terima kasih, semoga laporan semester ini dapat bermanfaat dan berguna
bagi kita semua.
Jambi,
Juni 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR ISI
.............................................................................................
ii
PENDAHULUAN
..................................................................................... 1
Latar
Belakang
............................................................................... 1
Tujuan
dan Manfaat
....................................................................... 3
TINJAUAN
PUSTAKA ............................................................................. 4
MATERI DAN METODA
......................................................................... 12
Waktu
dan Tempat
.......................................................................... 12
Materi
.............................................................................................. 12
Metoda ............................................................................................ 12
HASIL
DAN PEMBAHASAN
................................................................... 15
PENUTUP
................................................................................................... 29
Kesimpulan
..................................................................................... 29
Saran
................................................................................................ 29
DAFTAR
PUSTAKA ................................................................................. 30
LAMPIRAN
............................................................................................... 32
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengawasan mutu yaitu suatu pemeliharaan mutu pada taraf
dan toleransi yang dapat diterima pembeli dengan biaya yang rendah.Kegiatanya
dikelompokkan jadi dua yaitu: 1.Kegiatan selama produksi meliputi pengawasan
atau pengendalian mutu bahan baku, tenaga kerja, peralatan, laboratorium
penguji mutu yang digunakan. 2.Kegiatan sesudahproduksi meliputi pengawasan
atau pengendalian mutu berupa pengujian mutu sebelumdikemas, sebelum
didistribusi dalam penyimpanan dan pengujian mutu setelah diterima konsumen.
Pengawasan mutu pakan secara garis besar dilajukan dngan
lima cara: 1.Pengujian secara fisik yaitu pengujian bahan, dilakukan dengan
alat atau manual bersifat fisik, meliputi: bentuk dan ukuran, berat, kadr air,
kerapatan bahan pakan (bulk density). 2.Pengujian secara kimia yaitu: pengujian
dengan sistem analisis yang dilakukan terhadap sifat tersembunyi di dalam bahan
yang tidak terlihat dari luar, meliputi: zat gizi ( protein, SK, lemak, gula,
vitamin), zat pemalsu dalam bahan pakan serta racun yang mungkin ada
didalamnya. 3.Secara fisiko-kimia meliputi: spektofotometri, khromatgrafi, refraktometri, polarografi dll.
4.Secara mikro analisa menggunakan mikroskop. 5.Secara organoleptik yaitu
pengujian bahan secara subjektif dengan
bantuan panca indra manusia,meliputi: indra pengelihatan, penciuman, peraba,
dan indra rasa.
Kerapatan bahan (bulk density) yaitu suatu bahan pakan
yang menggambarkan berat bahan perunit volume, dengan satuan berat kilogram
(kg) per unit volume (meter kubik atau liter). Kerapatan jenis bahan pakan
bervariasi, yang dipengaruhi oleh ukuran partikel, kndungan air dan kepadatan.
Perbedaannya disebabkan bahan subalan atau kontaminan yang disengaja
dicampurkan.
Yang harus dilakukan dalam penjaminan mutu (Quality Assurance) ransum melalui pengawasan
bahan baku, meliputi pembelian dan penenerimaan. Pada pemeriksaan bahan baku
bentuk butiran dilakukan dengan cara
pemeriksaan kadar air, persentase biji pecah, biji rusak, biji mati, biji
berjamur, benda asing atau kotoran dan kadar alfatoksin bahan.
Kadar air dapat ditentukan dengan moisture tester. Kadar
air yang direkomendasikan yaitu 15%. Menggunakan ayakan 4 mesh, metode
penyaringan dapat dilakukan. Pada metode penyaringan yang diamati yaitu
persentase biji pecah, biji rusak, biji mati, biji berjamur, dan kotorannya.
pada biji berjamur tidak boleh lebih 5%. Sedangkan total screen testnya tidak
boleh lebih dari 15%. Kadar aflatoksindapat diestimasikan secara kualitatif
dengan bantuan lampu ultra violet.
Kualitas pellet merupakan kemampuan pellet untuk
bertahan terhadap penanganan yang berulang-ulang tanpa menyebabkan pecah yang
berlebihan. Faktor yang mempengaruhi ketahanan pellet adalah karakteristik
bahan baku penyusun, ukuran partikel, conditioning,
setelah proses. Faktor lain yang ikut berperan dalam meningkatkan ketahanan
ransum bentuk pellet adalah bahan perekat. Bahan pengikat merupakan senyawa
yang ditambahkan dalam ransum yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan
pellet. Bahan pengikat dapat berupa lignosulbonate, calcium bentonite, ekstrak
hemiselulosa, atau produk lain yang banyak mengandung pati. Ketahanan pellet
diukur sebagai persentase pellet utuh dalam pakan atau dengan indeks ketahanan
pellet.
Dalam praktikum Industri
Makanan Ternak tentang Test Sekam kandungan sekam mempunyai
korelasi positif terhadap kandungan serat kasar. Semakin tinggi kandungan
sekam, semakin tinggi juga kandungan serat kasarnya. Oleh karena itu perlu ada
batasan dan teknik untuk mengetahui apakah kandungan sekam normal atau tidak. Dalam meningkatkan suatu usaha dibidang peternakan, baik unggas
ataupun ruminansia sangat dibutuhkan pakan yang berkwalitas baik, karena pakan
sangat mempengaruhi dalam perkembangan
tubuh ternak. Sangat banyak dipasarkan pakan ternak dalam bentuk jadi
ataupun dalam bentuk bahan baku. Dilakukannya pengujian tes sekam untuk
mengetahui kandungan sekam dalam dedak padi, karena semakin tinggi kandungan
tes sekan dalam dedak padi, semakin rendah kualitas nutrisinya. Dalam dedak
padi terdiri dari kulit ari, menir, dan sekam.
Bahan organik yang terdapat dalam bahan makanan yang
harus diperiksa biasanya cukup besar untuk dipisahkan dibawah mikroskop dan
dilakukan test secara individual. Test terhadap adanya bahan organik dalam
bahan makanan bersifat kualitatif sehingga tidak dapat ditentukan jumlah bahan
organik yang terdapat dalam sampel yang diperiksa.
Bahan akan terdistribusi pada setiap saringan (sieve)
berdasarkan ukuran dan berat partikel, dimana bahan yang mempunyai ukuran yang
besar akan tertahan pada saringan yang paling atas (kasar) dan bahan yang
mempunyai partikel yang sangat kecil akan terdistribusi krbagian saringan
selanjutnya. Metode diadaptasi dari gold kist. Aktivitas enzim urease pada
tepung atau bungkil kacang kedeledihitung secara kualitatif melalui konversi
urea menjadi gas amoni yang terdapat pada phenol red indicator.
Urease adalah enzim yang
mangkatatalisa hidrolisis urea membentuk amonia dan karbon dioksida. Aktivitas
urease terutama ditemukan dalam pada bungkil kacang kedelei. Enzim pada urease
dapat mengkatalis aktivitas reaksi pemecahan urea yang bersifat patogen dalam
sel tumbuhan menjadi amonia dan CO2.
Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dari praktikum industri
makanan ternak adalah agar pratikan dapat mangetahui bagaimana cara menganalisa mutu
pakan melalui uji kerapatan bahan(bulk density), kualitas bahan baku bahan
pakan ternak, mengetahui cara membuat pellet, test sekam, dan alat-alat dalam
pabrik makanan.
Adapun
manfaat yang dapat diperoleh dari praktikum industri makanan ternak adalah agar
pratikan
dapat mangetahui bagaimana cara menguji suatu bahan pakan ternak baik dari segi
kerapatan bahan(bulk density) maupun dari segi kualitas bahan pakan, cara
memebuat pellet, test sekam, dan alat-alat dalam pabrik makanan ternak.
TINJAUAN PUSTAKA
Anggorodi (1990),
bungkil kelapa merupakan limbah industri dari minyak kelapa yang banyak
tersedia di Indonesia.
Rafindran
(1994), Bungkil kelapa dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi yang cukup
baik, kandungan asam amino lysine
Tillman (1999)
menyatakan bahwa bahan pakan dapat digambarkan kerapatan jenisnya dengan berat
bahan per unit volume yang ditulis dengan satuan berat per unit volume.
Rasyaf (1990) menyatakan bahwa seleksi bahan baku dapat dilakukan dengan
cara seleksi menggunakan sinar ultraviolet seleksi yang menggunakan ultraviolet
sering digunakan untuk menguji kadar air bahan baku jenis tepung, bungkil dan
lain-lain.
Menurut Rasyaf
(1997), bahwa metode perhitungan untuk menyusun bahan pakan ternak ada 3 metode
yaitu metode penyusunan pakan ternak ,pedoman protein, metabolisme, dan pedoman
imbangan proteindan energi.
Bambang
(1994) menyatakan bahwa cara pencegahan kontaminasi jagung adalah seleksi
jagung, kadar air rendah, fumigasi, sirkulasi udara yang baik, menjaga dan
menyimpanan secara periodik.
Menurut
Angorodi (2000) menyatakan bahwa butiran-butiran yang paling banyak digunakan
dalam ransum unggas karena mengandung energy metabolisme yang tinggi.
Murtidjo (1997)
menyatakan bahwa analisis kadar air merupakan usaha untuk mengetahui persentase
air yan ada pada bahan baku pakan unggas.
Supriyadi
(1987) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi terjadinya jamur adalah kadar
air yang tinggi, temperature lingkungan yang tinggi, biji rusak dan penyimpanan
jangka lama.
Djannah (1990)
menyatakan bahwa pada proses penyaringan sangat mempengaruhi hasil penyaringan.
Rasyaf (1990)
menyatakan bahwa seleksi bahan baku dapat dilakukan dengan cara seleksi
menggunakan ultra violet, seleksi yang menggunakan ultra violet sering
digunakan untuk meguji kadar air bahan baku jenis tepung, bugkil dan lain-lain.
Haris (1987)
menyatakan bahwa dalam pakan jagung perlu diketahui kadar airnya dan juga
aflatoksin sehinga jagung dapat diharapkan mempunyai kualitas yang baik.
Wahyu (1990)
menyatakan bahwa pengetesan kadar aflatoksin yang menggunakan sinar ultra
violet pada ruang gelap dan ditunjukan
seperti kunang-kunang.
Rasyaf ( 2004).
Bentuk butiran atau pellet merupakan perkembangan dari bentuk tepung komplit.
Ransum bentuk “ pellet” ini juga ransum bentuk tepung komplit yang kemudian
diproses kembali dengan prinsip pemberian uap dengan panas tertentu sehingga
ransum ini menjadi lunak kemudian dicetak berbentuk butiran (pellet).
Menurut Ichwan
(2003), menyatakan bahwa mamfaat pembuatan dalam bentuk pellet ini dapat
meningkatkan selera makan ayam, dan setiap butiran pellet mengandung nutrisi
yang sama, sehingga formula pakan menjadi efesien dan ayam tidak diberi
kesempatan untuk memilih-milih makanan yang disukai,
Menurut
Amrullah (2004) ransum berbentuk remahan (crumbel) atau butiran (pellet) memeng
dapat memperbaiki penampilan ayam yang dipelihara terutama karena dapat
meningkatkan kepadatan zat makanan. Ransum berat jenisnya meningkat dan lebih
banyak ransum yang dapat ditampung di dalam tembolok per satuan waktu. Rasa
kenyang ayam lebih banyak ditentukan oloeh peregangan temboloknya.
Menurut Anonim
(2007), menyatakan bahwa pellet yang berkualiats baik dipengaruhi oleh bahan –
bahan yang digunakan dalam penyusunan ransum. Pellet yang baik memmiliki warna
yang alami, seperti warna yang dihasilkan oleh jagung, dan warna dari tanaman
hijauan (kunyit, temulawak).
Menurut Rasyaf
(2004), menyatakan bahwa salah satu kelemahan dari ransum berbentuk pellet
adalah semakain besar kemungkinan terjadinya kanibalisme atau saling patuk
antara ayam.
Bambang (1997)
menambahkan bahwa dari segi ekonomis pemakaian pakan yang berbentuk pellet akan
memperpanjang lama penyimpanan, dan menjamin keseimbangan zat-zat nutrisi pakan
yang terkandung dalam komposisi pakan.
Anggorodi
(1995) menyatakan bahwa jagung merupakan butiran-butiran yang paling banyak
mengandung energi metabolisme yang tinggi. Jagung juga merupakan bahan pakan
yang mengandung banyak protein, lemak, karbohidrat. Untuk mendapatkan ransum
yang sama perlu penambahan mineral dan beberapa asam akino.
Suyitno
(1993) menyatakan
bahan pakan yang mengandung sulfat apabila di tetesi Barium klorida 5% dan asam
hidroklorida akan terbentuk endapan putih.
Supriyadi
(1997) menyatakan
bahwa bahan pakan ternak yang terdapat karbonat adalah tepung tulang.
Wilhemson
(1997) yang
menyatakan bahwa apabila suatu pellet itu baik dan bagus tidak terdapat jamur
yang dapat menyebabkan racun pada pellet tersebut.
Bambang
(1994) menyatakan bahwa jumlah sekam yang ada dalam dedak padi sangat
mempengaruhi kalitas dari dedak padi tersebut.
http://id.Wikipedia.
Org/wiki/sekam 2010, menyatakan bahwa Kandungan sekam mempunyai korelasi
positif terhadap kandungan serat kasar. Semakin tinggi kandungan sekam, semakin
tinggi juga kandungan serat kasarnya. Oleh karena itu perlu ada batasan dan
teknik untuk mengetahui apakah kandungan sekam normal atau tidak. Kandungan
sekam umumnya kurang dari 13 %, namun seringkali ditemukan dedak padi yang
kandungan sekamnya lebih dari 15%. Untuk menhindari penggunakan penggunaan
dedak padi dengan kandungan sekam lebih dari 15%, perlu dilakukan test dengan Plourogucinol.
Karena telah diketahui bahwa flouroglucinol tidak bereaksi dengan dedak namun
memberikan warna merah pada kulit padi (sekam). Uji dengan Plouroglucinol ini
juga bisa mendeteksi jika dedak padi di campur atau terkontaminasi dengan
serbuk gergaji karena pada prinsipnya plouroglucinol bereaksi dengan lignin yang ada dalam
kulit padi.
http://cisaruafarm.com/bahan-baku-pakan/dedak-padi/DEDAKPADI/ 2010,
menyatakan Dedak padi diperoleh dari penggilingan padi menjadi beras. Banyaknya
dedak padi yang dihasilkan tergantung pada cara pengolahannya. Sebanyak 14,44%
dedak kasar, 26,99% dedak halus, 3% bekatul dan 1-17% menir dapat dihasilkan
dari berat gabah kering. Dedak padi sangat disukai ternak, pemakaian dedak padi
dalam ransum ternak umumnya sampai 25% dari campuran kosentrat. Kelebihan
penambahan dedak padi dalam ransum dapat menyebabkan ransum mengalami ketengikan
selama penyimpanan. Dedak padi yang berkualitas baik protein rata-rata dalam
bahan kering adalah 12,4%,lemak 13,6% dan serat kasar 11,6%. Kandungan protein
Dedak padi lebih berkualitas dibandingkan dengan jagung. Dedak padi kaya akan
thiamin dan sangat tinggi dalam niasin.
Potts, D. T. (1996), menyatakan bahwa
Sekam adalah bagian dari bulir padi-padian (serealia) berupa lembaran yang kering,
bersisik, dan tidak dapat dimakan, yang melindungi bagian dalam (endospermium dan embrio). Sekam dapat dijumpai pada hampir semua
anggota rumput-rumputan (Poaceae), meskipun
pada beberapa jenis budidaya ditemukan pula variasi bulir tanpa sekam (misalnya
jagung dan gandum).Sekam tidak dapat dimakan. Ia digunakan
terutama sebagai alas kandang karena sangat higroskopis sehingga menyerap
cairan atau kelembaban.
Pakan memegang peranan yang sangat penting untuk mendukung oertumbuhan
dan produktifitas ternak. Oleh sebab itu, pakan
yang diberikan harus senantiasa terjaga kualitasnya. Begitu juga manajemen
pengadaan, penanganan, penyimpanan bahan baku dan atau pakan jadi, serta cara
pemberian pakan memegang peranan yang sangat penting untuk memastikan pakan
yang akan diberikan pada ternak kualitasnya tetap terjaga ( Ahmad Azrullah,
2010 ).
Menurut Adriyanti (2005), pengawasan mutu pakan atau pengujian mutu pakan
bertujuan untuk menghindarkan diri dari kemungkianna yang merugikan dalam
kegiatan produksi dan perdagangan, menjaga dan memelihara mutu suatu produk,
menanamkan kepercayaan dalam usaha perdagangan guna meningkatkan pendapatan
produsen, melindungi konsumen dari kemungkinan pemlasuan atau barang yang
menyangkut keamanan, keselamatan, kesehatan dan kelestarian lingkungan hidup.
Supriyati ( 1997 ), menyakan bahwa Dedak yang berkualitas baik
mengandung protein rata-rata dalam
bahan kering adalah 12.4%, lemak 13.6% dan serat kasar 11.6% kandungan asam
amino dedak meskipun lengkap tapi kuantitasnya tidak mencukupi untuk kebutuhan
pakan ternak.
Trobos (2007), menyatakan bahwa Dedak
padi atau sekam padi merupakan hasil ikutan bahan penggiling beras yang
masihbisa dimanfaat sebagai bahan pakan sumber energi yang berbentuk bubuk
(tepung).
Darmono, (1999). Yang menyatakan bahwa salah satu kandungan yang terdapat
dalam bahan makanan yaitu bahan anorganik, mengapa demikian karena bahan
anorganik adalah salah satu struktur yang terkandung dalam bahan makanan.
Davis,(1998). Yang menyatakan bahwa di dalam bahan pakan dedak terdapat
kandungan sulfat, mengapa hal ini bisa
terjadi karena dalam pengamatan dengan mengunakan larutan asam hidroklorida
terdapat endapan yang menujujukan bahwa endapan itu yang di katakan kandungan
sulfat.
Charly, (2000). Yang menyatakan bahwa dalam pengamatan bahan anorganik
dapat di gunakan zat- zat kimia untuk mengetahuinya, mengapa demikian karna
dengan menggunakan zat- zat kimia kandungan bahan anorganik yang terdapat dalam
bahan makanan dapat terlihat dengan jelas.
Haris,(2001). Yang menyatakan bahwa dengan penggunaan asam klorida dapat
menimbulkan busa pada bahan pakan yaitu tepung tulang.
Sunarjdoe,(1998). Yang menyatkan bahwa dalam pembuatan ransum harus ada salah
satu bahan pakan yang mengandung, sulfat, klorida, karbonat,garam karena dengan
terdapatnya kandungan ini maka ternak yang di beri ransum tersebut akan dapat
dengan lancar dalm mencerna ransum tersebut.
Sukardji
(2002), yang menyatakan bahwa setiap bahan yang mengandung urea memiliki nilai
yang kualitatif sehingga tidak dapat ditentukan jumlah bahan tersebut.
Richardson
(2000), yang menyatakan bahwa setiap larutan yang mengandung urea phenol red
terdapat partikel-partikel yang berwarna merah lembayung sebanyak 75 %.
Haris (2000), yang menyatakan
bahwa bahan yang mengandung larutan phenol red berwarna merah.
Charly (2000), yang menyatakan
bahwa dalam pengamatan bahan urease dapat dilakukan dengan menggunakan zat- zat
kimia untuk sehingga kita dapat melihat bahan pakan yang bagaimana yang
mengandung urease.
Rostagno ( 2004 ), Aktivitas urease sangat
dipengaruhi oleh PH larutan, suhu, kadar substrat dan jenis substrat. Faktor
itu mempunyai dua pengaruh pada enzim yaitu mengenal struktur dan mekanisme
katalis yang serupa
Standford (2006), Urease merupakan
salah satu bentuk enzim yang berperan dalam proses perkecambahan. Enzim ini
dapat mengkatalis reaksi pemecahan urea yang bersifat patogen dalam sel
tumbuhan menjadi amonia dan CO2.
Menurut
Aryanda. S.(2006) Menyatakan bahwa Aflatoksin dapat dihasilkan dari
jagung, gandum dan kacang kedele yang disimpan ditempat dengan kelembaban yang
relatif tinggi dengan suhu sedang kondisi lingkungan seperti suhu dan
kelembaban sangat berperan dalam munculnya aflatoksin.
Jamur dapat menghasilkan racun seperti aflatoksin, ocratoksin dan
fusariotoksin. Adanya racun tersebut akan mengakibatkan penurunan sistem
kekebalan tubuh ternak, gangguan pada organ bahkan kematian.Tumbuhnya jamur
pada jagung disebabkan karena kadar air jagung yang masih tinggi atau penyajian dalam bentuk
pellet dari ransum yang mengandung serat kasar tinggi lebih memperlihatkan
hasil yang lebih baik dibandingkan dengan menyajikan ransum berbentuk pellet
yang kadar serat kasarnya rendah, pakan yang berbentuk pellet akan menghemat
waktu yang diperlukan ayam untuk makan.
Pakan yang
berbentuk pellet ini memiliki kelemahan diantaranya menyerap tambahan biaya
investasi untuk membeli mesin pellet dan meningkatkan biaya oprasional. Selain
itu bentuk butiran lengkap ini (pellet) hanya dapat diberikan pada ayam dewasa
(Ichwan, 2003).
Sedangkan
menurut Amrullah (2004), menyatakan bahwa pakan yang berbentuk pellet sendiri
tidak meningkatkan laju pertumbuhan broiler. Laju pertumbuhan meningkat karena
komsumsinya menjadi lebih banyak sehingga tumbuh lebih cepat. Dan menurut
Rasyaf (2004), menytakan bahwa salah satu kelemahan dari ransum berbentuk
pellet adalah semakain besar kemungkinan terjadinya kanibalisme atau saling
patuk antara ayam.
Menurut Anonim
(2007), menyatakan bahwa pellet yang berkualiats baik dipengaruhi oleh bahan
–bahan yang digunakan dalam penyusunan ransum. Pellet yang baik memmiliki warna
yang alami, seperti warna yang dihasilkan oleh jagung, dan warna dari tanaman
hijauan (kunyit, temulawak).
Bentuk butiran
atau pellet merupakan perkembangan dari bentuk tepung komplit. Ransum bentuk “
pellet” ini juga ransum bentuk tepung komplit yang kemudian diproses kembali
dengan prinsip pemberian uap dengan panas tertentu sehingga ransum ini menjadi
lunak kemudian dicetak berbentuk butiran (pellet). Prinsip pembuatannya mirip
dengan prinsip pembuatan cendol (Rasyaf, 2004). Menurut Anonim (2007),
menyatakan dalam pembuatan terdiri atas proses pencetakan, pendinginan dan
pengeringan
Menurut Ichwan
(2003), menyatakan bahwa mamfaat pembuatan dalam bentuk pellet ini dapat
meningkatkan selera makan ayam, dan setiap butiran pellet mengandung nutrisi
yang sama, sehingga formula pakan menjadi efesien dan ayam tidak diberi
kesempatan untuk memilih -milih makanan yang disukai.
Menurut Adi, N. (2003) menyatakan bahwa dedak dengan
kualitas yang baik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : berwarna coklat merah
dan tidak mengumpal. Pengumpalan ini terjadi biasanya disebabakan oleh kadar
air yang tinggi, tidak ada bau “tengik” (rancid), bau tengik dapat disebabkan
oleh proses oksidasi (karena dedak banyak mengandung asam lemak tak jenuh)
serta tempat, cara dan lama penyimpanan dedak yang kurang memenuhi syarat.
Menurut Goffman, Pinson (2003) menyatakan bahwa dedak
merupakan produk samping penggilingan gabah menjadi beras. Dedak sebenaranya
mengandung 17-23% lemak yang swbae dapat dimanfaatkan sebagai minyak pangan.
Minyak dedak padi merupakan turunan penting dari dedak
padi. Bergantung pada varietas beras dan derajat penggilingannya, dedak padi
mengandung 16%-32% berat minyak. Sekitar 60%-70% minyak dedak padi tidak dapat
digunakan sebagai bahan makanan (non-edible oil) dikarenakan kestabilan dan
perbedaan cara penyimpanan dedak padi (Bergman, 2003).
Minyak dedak padi merupakan salah satu jenis minyak
berkandungan gizi tinggi karena adanya kandungan asam lemak, komponen-komponen
aktif biologis, dan komponenkomponen antioksi dan seperti : oryzanol,
tocopherol, tocotrienol, phytosterol,polyphenol dan squalene (Goffman dkk.,2003)
dan (Özgul dan Türkay, 2003)
Menurut (Markam soemarmo,2005) menyatakan bahwa proses
dekomposisi yang terlalu cepat dapat memicu kemunculan bibit penyakit dan untuk
menghindarinya, media tanam harus sering diganti. Oleh karena itu, penmbahan
unsure hara sebaiknya harus tetap diberikan sebelum bahan media tanam tersebut
mengalami dekomposisi.
Menurut (Ika rochdjatun,2000) menyatakan bahwa bahan
organic akan mengalami proses pelapukan atau dekomposisi yang dilakukan oleh
mikroorganisme. Melalui proosesa tersebut, akan dihasilkan karbondioksida
(CO2), dan mineral. Mineral yang dihasilkan merupakan sumber unsure hara ynag
dapat diserap tanaman sebagai zat makanan.
Menurut (Sastrahidayat,2008) menyatakan bahwa bahan
anorganik adalah bahan dengan kandungan
unsure mineral tinggi yang berassal dari pelapukan batuan induk didalam
bumi. Proses pelapukan tersebut diakibatkan oleh berbagai hal, yiatu pelapukan
secaraa fisik, biologi, mekanik dan kimiawi.
Menurut (Hari
purnomo,2000) menyatakan bahwa bahan anorganik juga bias berasal dari
bahan-bahan sintesis atau kimia yang dibuat di pabrik. Beberapa media anorganik
yang sering dijadikan sebagai media tanam, yaitu gel, pasir, pecahan batu bata,
spons, tanah liat, vermikulit dan perlit.
Bungkil kedelai merupakan limbah pembuatan minyak
kedelai, mempunyai kandungan protein ± 42,7% dengan kandungan energi
metabolisme sekitar 2240 Kkal/Kg, kandungan serat kasar rendah, sekitar 6%.
Penggunaan bungkil kedelai dalam ransum ayam dianjurkan tidak melebihi 40%,
sedang kekurangan methionisme dapat dipenuhi demi tepung ikan atau methionisme
buatan pabrik (Farida,2005).
Urease adalah enzim yang dapat menghidrolisis urea pada
bahan pakan. Pada perlakuan kontrol dengan penambahan larutan phenol red
solutionpada suhu kamar rendah setelah 15 menit akan terdapat endapan yang
berwarna merah. Hal ini menunjukkan bahwa enzim dapat menghidrolisis urea
dengan endapan yang berwarna merah tersebut ( Lud Mulyo,2009 ).
MATERI DAN METODA
Waktu dan Tempat
Pratikum ini dilaksanakan pada tanggal 3 mei 2012 – 14 juni 2012s bertempat di
gedung C atau dilaboratorium IMT (Industri Makanan Ternak) Fakultas Peternakan
Universitas Jambi.
Materi
Adapun alat yang digunakan
dalam pratikum Industri Makanan Ternak (IMT), yaitu nampan, mistar, silinder
isi 1000 ml (1 liter), timbangan, bahan pakan yang akan diukur kerapatannya
yaitu jagung, dedek halus, bungkil kedele, bungkil kelapa, ayakan 4 mesh, timbangan, nampan, lampu ultra violet atau lampu
bluoroscent dan jagung giling halus (tepung), alat pembuat pellet, sieve shaker ( vibrator ) dengan 8 ukuran, yaitu 4, 8, 16, 30, 50, 100, 400 mesh
dan pan, oven, timbangan, kompor, alat pengukus, karung bekas, bahan baku
penyusun ransum, bahan pengikat pellet ( onggok, molase, tapioca ), phloroglucinol,
HCL pekat, ethanol, aqudes, botol, dedak padi atu sekam, cawan petri, spuilt
plastik, jagungBarium klorida 5%, asam hidroklorida (1:1), larutan perak nitrat
(5%), larutan asam nitrat (1:2), larutan ammonium hidroksida (1:1), asam
hidroklrorida (1:1), aquades, larutan perak nitrat (5%), asam nitrat (1:1),
larutan ammonium hidroksida (1:1), dan larutan sodium nitrat standar (0, 0.1,
0.2, 0.3 %), alat penggoyang (vibrator ball mill) beaker glass, cawan petri,
pipet tetes, larutan urea phenol red solution, sodium hidroksida 0.1 N, asam
sulfat 0.1 N, urea phenol red solution, aquades.
Metoda
Dalam pratikum Kerapatan Bahan (Bulk Density), cara
kerjanya yaitu siapkan alat-alat yang dibutukan.Masukkan bahan yang akan diukur
kerapatanya di atas nampan.Aduk bahan sampai merata, setelah itu bahan dalam
nampan diratakan dengan mistar.Setelah itu sampel dibagi empat dengan metode
quartering,lalu masukkan bahan dalam silinder yang berukuran 0,25ml.Ratakan
permukaan bahan dalam silinder menggunakan mistar lalu timbang.Sebelum
ditimbang bahan tersebut, timbang dahulu nampan, catat berapa berat nampan,
lalu masukkan bahan dalam nampan dan hitung berapa baratnya.setelah ditimbang, menentukan
bulk densitynya.
Pada pratikum kualitas bahan baku, metode pengamatan
kadar air yaitu jagungnya digiling terlebih dahulu kira-kira 1 gr, setelah itu
masukkan dalam alat moisture tester,dan amati berapa kadar airnya. Pada pengamatan penyaringan yaitu ambil
sampel jagung utuh, setelah itu diayak menggunakan ayakan 4 mesh, kemudian
pisahkan jagung yang pecah, rusak, mati, kotoran dan jamur, setelah itu
ditimbang. Lakukan sebanyak dua kali, sampel satunya lagi menggunakan sampel
kelas lain, dan bandingkan dari kedua sampel tersebut. Pada pengamatan kadar alfatoksin yaitu ambil sampel sebanyak 800
gr, masukkan dalam nampan segi empat secara merata, setelah itu letakkan lampu
ultra violet diatas nampan, kemudian hitung jumlah partikel jagung yang berpendar
(bluorescent). Menurut pengalaman
setelah dibandingkan dengan hasil analisa kuantitatif laboratorium, satu titik
jagung yang berpendar sama dengan alfatoksin satu part per billion (ppb). Level alfatoksin yang masih dapat
ditoleransi yaitu maksimum 150 ppb.
Adapun metoda yang digunakan pada
praktikum test sekam dalam membuat sekam standar yaitu dedak diayak menggunakan ayakan
mesh 40, sekam yang sudah digiling ditimbang sesuai standar, setelah itu
campurkan sekam dengan dedak padi tanpa sekam. Sedangkan cara kerja sekam
dengan larutan yaitu siapkan sampel dan timbang sesuai dengan ketentuan
kemudian letakkan dalam cawan petri secara merata. Tambahkan larutan
plhorogucinol 1% secara merata. Tunggu 10 menit dan amati serta bandingkan
dengan kelompok lain.
Pada pratikum test terhadap bahan anorganik, adapun cara
kerja pada sulfat yaitu sebagai berikut letakkan bahan yang akan diuji pada
cawan petri dan teteskan asam hidroklorida sebanyak dua tetes. Tambahkan 1- 2
tetes barium klorida. Kemudian amati bila ada endapan putih maka bahan tersebut
mengandung klorida. Pada test klorida
dapat dilakukan dengan cara memasukkan 1-2 gram sampel yang di uji kedalam
beaker glass 100 ml dan tambahkan 30 ml
asam nitrat, aduk dan biarkan 2-3 menit. Kemudian masukkan lagi 2-3 tetes larutan perak nitrat (5%) kedalam cawan petri
dan tambahkan 2 -3 tetes perak nitrat. Akan terbentuk endapan berwarna putih. Untuk menguji hasil yang
didapatkan tambahkan 3-5 tetes ammonium hidroksida, endapan akan larut dan endapan putih akan hilang. Pada test karbonat yaitu
ambil sedikit sampel yang akan ditest dan letakkan pada cawan petri. Basahi dengan aquades
kemudian tambahkan 4-5 tetes asam hidroklorida dingin dan panaskan pada steambath setelah itu perhatikan buih yang berwarna putih. Pada garam yaitu timbang 1
gram sampel dan 100 ml aquades. Aduk dan saring dengan kertas whatman No 4. Pipet 1 ml larutan
standar dan tambahkan 8 ml larutan asan nitrit. Aduk dan tambahkan 1 ml larutan perak nitrat
kemudian aduk dan bandingkan hasil test tehadap sampel dengan sampel standar.
Sesuaikan larutan urea phenol
red menjadi warna kuning sawo dengan 0,1 N asam sulfuric. Masukkan 1 sendok
teh bungkil kacang kedelei mentah dan
bungkil kacang kedelei yang akan diuji kedalam beberapa cawan petri. Masukkan
sampel yang diuji dibagian tengah. Tambahkan 5-8 tetes phenol red solution yang
berwarna kuning sawo. Kemudian aduk perlahan sampai mengembang dan membasahi
sampel pada cawan. Biarkan selama 5 menit dan bandingkan dan amati perbedaan
bungkil kacang kedelei (sampel) yang diuji dengan sampel bungkil kacang kedelei
standar.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kerapatan Bahan
Kerapatan jenis merupakan suau
bahan pakan yang menggambarkan berat bahan perunit volume. Kerapatan jenis
diekspresikan dengan satuan berat (kg) perunit volume (meter kubik atau liter).
Kerapatan jenis suatu bahan pakan yang sama dapat bervariasi yang dipengaruhi
oleh ukuran partikel, kandungan air dan kepadatan. Perbedaaan kerapatan jenis
juga dapat disebabkan adanya bahan subalan atau kontaminan yang sengaja
dicampurkan.
Menurut Chung dan Lee(2000) menyatakan bahwa
Kerapatan jenis (Bulk Density) dapat diukur dengan cara mencurahkan atau
memasukkan bahan kedalam gelas ukur dengan menggunakan corong dan sendok
teh sampai volume 100 ml.
Tabel 5.1 hasil pratikum kerapatan bahan pakan kelompok 1-10
No Kelompok
|
Bahan Pakan
|
Bulk Density
|
Keterangan
|
Kelompok 1
|
Jagung utuh
|
745,6 gr
|
|
|
Jagung kasar
|
721,7 gr
|
|
|
Dedak
|
437,3 gr
|
Jelek
|
|
Sekam
|
140,5 gr
|
Jelek
|
Kelompok 2
|
Jagung utuh
|
839,56 gr
|
|
|
Jagung kasar
|
694,1 gr
|
|
|
Dedak
|
377,48 gr
|
Bagus
|
|
Sekam
|
473,5 gr
|
Jelek
|
Kelompok 3
|
Jagung utuh
|
669,3 gr
|
|
|
Jagung kasar
|
687,3 gr
|
|
|
Dedak
|
506 gr
|
Jelek
|
|
Sekam
|
140,3 gr
|
Jelek
|
Kelompok 4
|
Jagung utuh
|
721,64 gr
|
|
Mencukupi kebutuhan ikan, demikian pula dengan vitamin dan mineralnya.http://www.smallcrab.com/forex/1-makemoney/495-kandungannutrisi-bahan-baku-nabati-pakan-ikan
Setelah masing-masing bahan diukur
kerapatannya dengan cara ditimbang maka didapatkan hasilnya sebagai berikut Kandungan asam amino dedak, walaupun
lengkap tapi kuantitasnya tidak:
Tabel 2.
Hasil Bulk Density Bahan
Kel Besar
|
Reski Jaya PS
Ahong Jaya
|
Jagung Giling
Tepung Kedele
|
719.2
368
|
Kualitas bagus
Kualitas jelek
|
Dedak halus yang di gunakan pada pratikum Kerapatan
Bahan pada kelompok 1-6 diambil dari Poultry Shop yang berbeda-beda meskipun
ada kel yang menggunakan dedak halus dari poltry shop yang sama. Sebagai contoh kel 1 menggunakan dedak
halus dari PS reski jaya PS dan kel berasal dari sumber harapan. Dedak halus
kel 1 memiliki Bulk Density yang berkualitas jelek, begitu pula dedak halus
yang di gunakan oleh kel 6. hal ini berarti bahan pakan dari masing-masing PS
adalah impor, seingga hasil yang didapat semua berkulitas jelek tidak seperti
bahan yang adadidalam Tabel Bulk Density dalam laporan.
Dedak padi yang berkualitas baik
protein rata-rata dalam bahan kering adalah 12,4%, lemak 13,6%, dan serat kasar
11,6%. Kandungan protein dedak padi lebih berkualitas dibandingkan dengan
jagung, deak padi kaya akan thiamin dan sangat tinggi dalam niasin. (Leeson and
leeson, 2009).
Menurut Affandy.S. (2001)
Menyatakan bahwa Secara umum sifat fisik bahan tergantung dari jenis dan ukuran
partikel bahan. Sekurang-kurangnya ada 6 sifat fisik pakan yang penting yaitu
berat jenis, karapatan tumpukan, sudut tumpukan, daya ambang dan faktor
higroskopis.
Namun kandungan metionin dalam bungkil
kedelai rendah sehingga perlu di fortifikasi atau ditambahkan dari
luar.Penggunaan bungkil kedelai dalam ransum non ruminansia dianjurkan tidak
melebihi 40%, sedang kekurangan metionin dapat dipenuhi dari tepung ikan atau metionin buatan pabrik.
http://peternakan.litbang.deptan.go.id/publikasi/lokakarya/lklc05-10.pdf
Kualitas Bahan Baku
Langkah awal dalam penjaminan
mutu (Quality Assuranse) ransum dilakukan melalui pengawaasn bahan baku.
Pengawasan bahan baku dilmulai dari saat pembelian dan penerimaan. Pemeiksaan
bahan baku bentuk butiran dapat dilakukan dengan pemeriksaan kadar air,
persentse biji pecah, biji rusak, biji mati, biji berjmur, dan benda asing atau
kotoran dan kadar aflatoksin bahan.
Menurut McEllhiney (2000)
Menyatakan bahwa Bahan pakan dapat
diartikan sebagai semua jenis bahan yang dapat dimakan oleh ternak yang
mengandung sejumlah senyawa yang dibutuhkan oleh ternak dalam menunjang proses
kehidupan baik untuk mendukung pertumbuhan maupun produktifitas ternak seperti
halnya bahan pangan, bahan pakan juga berasal dari tumbuhan atau (nabati) dan
hewan (hewani), baik yang dijadikan sebagai produk utama maupun sebagai hasil
ikutan atau limbah.
Kadar Air
Hasil yang didapat dari
pratikum ketentuan kadar air adalah setelah melakukan pemeriksaan kadar air
maka hasil yang didapat dari sampel jagung
yang digunakan yaitu 10%. Dan berdasarkan diktat penuntun pratikum maka kadar
air yang didapat dari sampel jagung yang digunakan adalah normal, dan kadar air
maksimum yang direkomendasikan adalah 15%.
Tabel 1. pengukuran kadar air
No.
|
Bahan yang di test
|
Kadar air
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
|
Jagung B1
Jagung B2
Jagung B3
Jagung B4
Jagung B5
Jagung B6
|
12%
11.1%
9.9%
12%
10%
12.9%
|
Menurut McEllhiney (2000) menyimpulkan bahwa sejumlah
sampel jagung yang diperoleh mengandung aflatoksin B1 dengan kadar masih di
bawah ambang batas maksimum Council for Agricultural Science and Technology
yaitu 200 ppb dan sampel pakan ayam tersebut mayoritas (76% dari 50 sampel)
mengandung aflatoksin B1 melampaui ambang batas maksimum menurut Council for
Agricultural Science and Technology yaitu 20 ppb.
Metode Penyaringan
Setelah melakukan pengamatan
pada jagung yang melalui proses penyaringan dan telah ditentuakn berapa banyak
biji jagung yang pecah, rusak, mati, kotoran, dan berjamur yang telah diuji
dengan menggunakan ayakan 4 mesh maka hasil yang diperoleh adalah sebagi
berikut :
Tabel 2.
Hasil Pengujian Berupa Biji Jagung yang pecah, rusak, mati, kotoran dan jamur
(gram) untuk kelompok .
No
|
Bahan yang dites
|
pecah
|
rusak
|
mati
|
kotoran
|
jamur
|
1
|
Jagung 1
|
0.4
|
0.2
|
1.8
|
0.3
|
3.4
|
2
|
Jagung 2
|
1.4
|
2.5
|
3..8
|
0.2
|
5.3
|
3
|
Jagung 3
|
0.3
|
0.6
|
5.5
|
0.2
|
7.4
|
Dari setiap pengujian terhadap
sampel jagung maka dari semua sampel terdapat beberapa biji jagung yang rusak, mati, pecah, kotoran dan berjamur.
Tapi semua relatif sedikit, itu berarti jagung yang telah di uji memberiakan
sampel yang lumayan bagus.
Menurut Kristanto.A. (2009) Menyatakan
bahwa Jamur akan lebih mudah tumbuh jika jagung yang basah disimpan dalam ruang
yang panas dan lembab. Apabila jamur yang tumbuh menghasilkan racun maka racun
tersebut akan berpengasruh buruk pada ternak. Racun tersebut dapat menyebabkan
kanker hati terutama pada ternak itik yang sensitif terhadap racun afaltoksin
dan dapat menurunkan kekebalan tubuh sehingga dapat menurunkan produksi.
Jamur dapat menghasilkan racun
seperti aflatoksin, ocratoksin dan fusariotoksin. Adanya racun tersebut akan
mengakibatkan penurunan sistem kekebalan tubuh ternak, gangguan pada organ
bahkan kematian.Tumbuhnya jamur pada jagung disebabkan karena kadar air jagung
yang masih tinggi atau bisa juga karena gudang penyimpanan yang lembab. Jagung
yang berjamur ini jika masih tetap digunakan dapat merugikan peternak karena
jamur dapat menyebabkan penurunan kadar
nutrisi pada jagung (Rohaeni,dkk,2006).
Beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi mutu suatu jagung yaitu: Umur panen jagung, pemanenan jagung yang kadaluarsa (dengan umur ynag
terlalu tua) dapat menimbulkan kerusakan karena pengaruh kelembaban dan terlalu
kering (panas) yand terjadi dilapangan, pengkelasan mutu yang merupakan suatu
usaha mengklaifikasikan komoditas jagung berdasarkan standar mutu yang berlaku.
Kadar Aflatoksin
Hasil yang didapat dari
pengamatan secara kadar aflatoksin setelah ditarok dibawah lampu ultra violet
memberikan warna yang unik seperti kunang-kunang yang menyala dalam kegelapan
dan hasil yang didapat dari jumlah partikel yang dihitung yaitu sebanyak 36
yang berpendar seperti kunang-kunang. Hasil pengamatan kandungan afaltoksin
pada jagung yang diuji dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4. Kandungan Aflatoksin Pada Jagung
yang Diuji
No
|
Bahan yang di uji
|
Hasil
|
Keterangan
|
1
|
Jagung 1
|
88
|
Kualitas abik
|
2
|
Jagung 2
|
74
|
Kualitas baik
|
3
|
Jagung 3
|
105
|
Kualitas baik
|
4
|
Jagung 4
|
85
|
Kualitas baik
|
5
|
Jagung 5
|
70
|
Kualitas baik
|
Jadi setiap jagung mengandung
aflatoksin tapi masih dibawah ambang
batas maksimum dari semua sampel yang diperoleh menunjukan bahwa jagung
tersebut mengandung aflatoksin yang dapat membahayakan kesehatan manusia dan
ternak.
Menurut Nia Yuliani (2008) menyimpulkan bahwa sejumlah
sampel jagung yang diperoleh mengandung aflatoksin B1 dengan kadar masih di
bawah ambang batas maksimum Council for Agricultural Science and Technology
yaitu 200 ppb dan sampel pakan ayam tersebut mayoritas (76% dari 50 sampel)
mengandung aflatoksin B1 melampaui ambang batas maksimum menurut Council for
Agricultural Science and Technology yaitu 20 ppb.
Menurut Aryanda. S.(2006) Menyatakan bahwa Aflatoksin dapat dihasilkan dari jagung,
gandum dan kacang kedele yang disimpan ditempat dengan kelembaban yang relatif
tinggi dengan suhu sedang kondisi lingkungan seperti suhu dan kelembaban sangat
berperan dalam munculnya aflatoksin.
Jagung dan pakan ayam sangat potensial untuk dicemari
oleh cendawan-cendawan penghasil aflatoksin, penelitian bertujuan untuk
mengetahui kadar aflatoksin B1 pada jagung dn pakan ayam yang dikumpulkan dari
beberapa pasar di daerah Bogor. Sampel diambil dari lima lokasi pasar yaitu,
Pasar Bogor, Pasar Gunung Batu, Mayor Oking, Pasar Anyar dan Pasar Empang.
Masing-masing lokasi diambil 10 sampel jagung dan 10 sampel pakan. Metode
analisis yang dipakai adalah ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay). Sri
Rahmawati, Tutu Romdoni (2008).
Test Sekam
Kandungan sekam umumnya kurang dari 13 %, namun
seringkali ditemukan dedak padi yang kandungan sekamnya lebih dari 15%. Untuk
menhindari penggunakan penggunaan dedak padi dengan kandungan sekam lebih dari
15%, perlu dilakukan test dengan Flourogucinol. Uji dengan flouroglucinol ini
juga bisa mendeteksi jika dedak padi di campur atau terkontaminasi dengan
serbuk gergaji, karena pada prinsipnya flouroglucinol bereaksi dengan lignin
yang ada dalam kulit padi.
Fluoroglucinol
adalah bahan untuk melakukan test kandungan sekam pada dedak padi
(Li-Test). Kandungan sekam mempunyai korelasi positif terhadap kandungan serat
kasar. Semakin tinggi kandungan sekam, semakin tinggi juga kandungan serat
kasarnya. Oleh karena itu perlu ada batasan dan teknik untuk mengetahui apakah
kandungan sekam normal atau tidak. Kandungan sekam umumnya kurang dari 13 %,
namun seringkali ditemukan dedak padi yang kandungan sekamnya lebih dari 15%.
Prinsip
kerjanya berdasarkan sifat Fluoroglucinol yang tidak bereaksi dengan dedak namun
memberikan warna merah pada kulit padi (sekam). Uji dengan fluoroglucinol ini
juga bisa mendeteksi jika dedak padi di campur atau terkontaminasi dengan
serbuk gergaji, karena pada prinsipnya flouroglucinol bereaksi dengan lignin
yang ada dalam kulit padi.
Menurut Adi, N.
(2003) menyatakan bahwa dedak dengan kualitas yang baik mempunyai cirri-ciri
sebagai berikut : berwarna coklat merah dan tidak mengumpal. Pengumpalan ini
terjadi biasanya disebabakan oleh kadar air yang tinggi, tidak ada bau “tengik”
(rancid), bau tengik dapat disebabkan oleh proses oksidasi (karena dedak banyak
mengandung asam lemak tak jenuh) serta tempat, cara dan lama penyimpanan dedak
yang kurang memenuhi syarat.
Setelah melakukan test sekam dengan larutan
phloroglucinol 1% dari masing-masing sampel satu gram yang telah ditunggu selam
10 menit, maka hasil yang didapat, yaitu berwarna merah yang menandakan kadar
sekam, dedak padi dengan kandungan sekam yang tinggi mempunyai kualitas nutrisi
yang rendah. Jadi kualitas sekam yang didapat kandungan nutrisi nya rendah.
Tabel 8. Test Sekam Dengan Larutan Phloroglucinol 1%.
Bahan yang Diuji
|
Hasil
|
Keteranagn
|
Dedak kelompok 1
|
± 20%
|
Kualitas Jelek
|
Dedak kelompok 2
|
± 20%
|
Kualitas Jelek
|
Dedak kelompok 3
|
± 20%
|
Kualitas Jelek
|
Dedak kelompok 4
|
± 20%
|
Kualitas Jelek
|
Kandungan sekam mempunyai korelasi positif terhadap
kandungan serat kasar. Semakin tinggi kandungan sekam, semakin tinggi juga
kandungan serat kasarnya. Oleh karena itu perlu ada batasan dan teknik untuk
mengetahui apakah kandungan sekam normal atau tidak. Kandungan sekam umumnya
kurang dari 13 %, namun seringkali ditemukan dedak padi yang kandungan sekamnya
lebih dari s5%.http://smk3ae.wordpress.com/2009/05/01/upaya-peningkatan-mutu-dan-daya-guna-limbah-dedak-padi-2/
Dedak padi
kelompok 5 dibeli ditokoh Din Jaya yang beralamatkan
Tugu juang, dedak padi dari tokoh tersebut memberikan kualitas nutrisi yang
rendah, kualitass diketahui setelah dilakukannya test terhadap dedak padi yang telah
dicampurkan dengan larutan phloroglucinol 1% melalui sebarn warna merah yang
merata.
Test Terhadap Bahan
Anorganik
Kadar abu pada pakan
berhubungan dengan kadar mineral yang terdapat pada pakan tsb. Semakin tinggi
kadar abu, semakin tinggi mineralnya. Sedangkan kadar air berhubungan dengan
kualitas pakan secara umum. Pakan dengan kadar air tinggi, akan mudah
terkontaminasi mikroba, yang akan menurunkan kandungan nutrisinya.http://sl.biotrop.org/tanya.php?page=70&limit=10
Tabel 9. Hasil
pengamatan Terhadap Kandungan Sulfat
Kelompok
|
Bahan yang diuji
|
Hasil
|
Keterangan
|
1
|
Jagung
Dedak padi
Top mix
|
Tidak ada endapan putih
Tidak ada endapan putih
Tidak ada endapan putih
|
Tidak mengandung sulfat
Tidak mengandung sulfat
Tidak mengandung sulfat
|
2
|
Bungkil inti sawit
Bungkil kedele
Serbuk batu bata
|
Tidak ada endapan putih
Tidak ada endapan putih
Tidak ada endapan putih
|
Tidak mengandung sulfat
Tidak mengandung sulfat
Tidak mengandung sulfat
|
3
|
Tepung ikan
Bungkil inti
sawit
Tepung kerang
|
Tidak ada endapan putih
Tidak ada endapan putih
Tidak ada endapan putih
|
Tidak mengandung sulfat
Tidak mengandung sulfat
Tidak mengandung sulfat
|
4
|
Jagung
Bungkil kedele
Top mix
|
Tidak ada endapan putih
Tidak ada endapan putih
Tidak ada endapan putih
|
Tidak mengandung sulfat
Tidak mengandung sulfat
Tidak mengandung sulfat
|
\
Kandungan asam amino dedak,
walaupun lengkap tapi kuantitasnya tidak mencukupi kebutuhan ikan, demikian
pula dengan vitamin dan mineralnya.http://www.smallcrab.com/forex/1-makemoney/495-kandungan-nutrisi-bahan-baku-nabati-pakan-ikan
Menurut (Markam soemarmo, 2005) menyatakan bahwa proses
dekomposisi yang terlalu cepat dapat memicu kemunculan bibit penyakit dan untuk
menghindarinya, media tanam harus sering diganti. Oleh karena itu, penmbahan
unsure hara sebaiknya harus tetap diberikan sebelum bahan media tanam tersebut
mengalami dekomposisi.
Tabel 10. Hasil
pengamatan Terhadap Kandungan Klorida
Kelompok
|
Bahan yang diuji
|
Hasil
|
Keterangan
|
1
|
Jagung
Dedak padi
Top mix
|
Tidak ada endapan putih
Tidak ada endapan putih
Tidak ada endapan putih
|
Tidak mengandung klorida
Tidak mengandung klorida
Tidak mengandung klorida
|
2
|
Bungkil inti sawit
Bungkil kedele
Serbuk batu bata
|
Tidak ada endapan putih
Tidak ada endapan putih
Tidak ada endapan putih
|
Tidak mengandung klorida
Tidak mengandung klorida
Tidak mengandung klorida
|
3
|
Tepung ikan
Bungkil inti sawit
Tepung kerang
|
Tidak ada endapan putih
Tidak ada endapan putih
Tidak ada endapan putih
|
Tidak mengandung klorida
Tidak mengandung klorida
Tidak mengandung klorida
|
4
|
Jagung
Bungkil kedele
Top mix
|
Tidak ada endapan putih
Tidak ada endapan putih
Tidak ada endapan putih
|
Tidak mengandung klorida
Tidak mengandung klorida
Tidak mengandung klorida
|
Menurut ( Ika rochdjatun,2000 ) menyatakan bahwa bahan
organic akan mengalami proses pelapukan atau dekomposisi yang dilakukan oleh
mikroorganisme. Melalui proosesa tersebut, akan dihasilkan karbondioksida
(CO2), dan mineral. Mineral yang dihasilkan merupakan sumber unsure hara ynag
dapat diserap tanaman sebagai zat makanan.
Tabel 11. Hasil
pengamatan Terhadap Kandungan Karbonat
Kelompok
|
Bahan yang diuji
|
Hasil
|
Keterangan
|
1
|
Jagung
Dedak padi
Top mix
|
Tidak terbentuk buih
Tidak terbentuk buih
Tidak terbentuk buih
|
Tidak mengandung karbonat
Tidak mengandung karbonat
Tidak mengandung karbonat
|
2
|
Bungkil inti sawit
Bungkil kedele
Serbuk batu bata
|
Terbentuk buih
Terbentuk buih
Tidak terbentuk buih
|
Mengandung karbonat
Mengandung karbonat
Tidak mengandung karbonat
|
3
|
Tepung ikan
Bungkil inti sawit
Tepung kerang
|
Tidak terbentuk buih
Tidak terbentuk buih
Tidak terbentuk buih
|
Tidak mengandung karbonat
Tidak mengandung karbonat
Tidak mengandung karbonat
|
4
|
Jagung
Bungkil kedele
Top mix
|
Tidak terbentuk buih
Tidak terbentuk buih
Terbentuk buih
|
Tidak mengandung karbonat
Tidak mengandung karbonat
Mengandung karbonat
|
Menurut ( Sastrahidayat,2008) menyatakan bahwa bahan
anorganik adalah bahan dengan kandungan
unsure mineral tinggi yang berassal dari pelapukan batuan induk didalam
bumi. Proses pelapukan tersebut diakibatkan
oleh berbagai hal, yiatu pelapukan secaraa fisik,
biologi, mekanik dan kimiawi.
Tabel 12. Hasil
pengamatan Terhadap Kandungan Garam
Kelompok
|
Bahan yang diuji
|
Hasil
|
Keterangan
|
1
|
Jagung
|
0.2
|
Mengandung garam
|
2
|
Dedak padi
|
0.2
|
Mengandung garam
|
3
|
Tepung ikan
|
0.2
|
Mengandung garam
|
4
|
Bungkil kelapa
|
-
|
Tidak mengandung garam
|
Menurut (Hari
purnomo,2000) menyatakan bahwa bahan anorganik juga bias berasal dari
bahan-bahan sintesis atau kimia yang dibuat di pabrik. Beberapa media anorganik
yang sering dijadikan sebagai media tanam, yaitu gel, pasir, pecahan batu bata,
spons, tanah liat, vermikulit dan perlit.
Test Aktivitas Urease
Test aktivitas urease dapat dilakukan dengan menghitung
secara kualitatif melalui konversi urea menjadi gas ammonia yang terdapat pada phenol
red indicator.
Urea mengandung protein tinggi sehingga dapat dimasukkan
kedalam bahan makanan sebagai pengganti kacang kedele oleh orang-orang pintar
untuk mengelabuhi para konsumen.
Urease adalah berupa enzim yang bekerja terhadap urea
yang menghasilkan karbondioksida dan ammonia.
Tabel 13. Hasil Pengamatan Terhadap Aktivitas Urease
Bahan yang Diuji
|
Hasil
|
Keterangan
|
1.
Bungkil kedele
|
Overcooked
|
Tidak terjadi perubahan warna
|
2.
Bungkil kedele
|
Overcooked
|
Tidak terjadi perubahan warna
|
3.
Bungkil kedele
|
Overcooked
|
Tidak terjadi perubahan warna
|
4.
Bungkil kedele
|
Overcooked
|
Tidak terjadi perubahan warna
|
Indikator.
- 0.1 gr Tepung kedele mentah + 9.9 gr Tepung bungkil kedele
- 0.3 gr Tepung kedele mentah + 9.7 gr Tepung bungkil kedele
- 0.5 gr Tepung kedele mentah + 9.5 gr Tepung bungkil kedele
- 0.7 gr Tepung kedele mentah + 9.3 gr Tepung bungkil kedele
- 0.9 gr Tepung kede le mentah + 9.1 gr Tepung bungkil kedele
- 1.1 gr Tepung kedele mentah + 8.9 gr Tepung bungkil kedele
Bungkil kedele standar 1-11 %, yaitu permukaan partikel
yang berwarna merah lembayung sebanyak 25% ~ Moderate active.
Namun kandungan metionin dalam
bungkil kedelai rendah sehingga perlu di fortifikasi atau ditambahkan dari
luar.Penggunaan bungkil kedelai dalam ransum non ruminansia dianjurkan tidak
melebihi 40%, sedang kekurangan metionin dapat dipenuhi dari tepung ikan atau
metionin buatan pabrik.
http://peternakan.litbang.deptan.go.id/publikasi/lokakarya/lklc05-10.pdf
Fraksinasi Bahan Makanan
Ternak
Tabel 14. Persentase
distribusi dan pengamatan organoleptik bahan pakan hasil fraksinasi menggunakan
vibrator ball mill
Kelompok
|
Bahan yang diuji
|
No.
saringan
|
Ukuran saringan
|
Berat (gr)
|
Farksi (%)
|
Tekstur
|
1
|
Bungkil inti sawit
|
1
2
3
4
5
|
1.4 mm
1.0 mm
7.0 µm
250 µ
90 µ
|
84.1
117.6
69.6
27.5
0.1
|
28.03
39.2
23.2
9.17
0.03
|
Kasar
Agak halus
Halus
Halus
Halus
|
Jumlah
|
|
|
|
298.9
|
99.63
|
|
2
|
Dedak padi
|
1
2
3
4
5
|
1.4 mm
1.0 mm
7.0 µm
250 µ
90 µ
|
93.5
22.7
84.5
69.5
18.6
|
31.17
7.57
28.17
23.17
6.2
|
Kasar
Agak kasar
Agak halus
Halus
Sangat halus
|
Jumlah
|
|
|
|
288.8
|
96.8
|
|
3
|
Jagung
|
1
2
3
4
5
|
1.4 mm
1.0 mm
7.0 µm
250 µ
90 µ
|
191.1
13.1
27.7
54.8
1.7
|
63.7
4.37
9.23
18.27
0.57
|
Kasar
Kasar
Halus
Halus
Sangat halus
|
Jumlah
|
|
|
|
288.4
|
96.14
|
|
4
|
Tepung ikan
|
1
2
3
4
5
|
1.4 mm
1.0 mm
7.0 µm
250 µ
90 µ
|
128.4
38.1
76.2
54.6
1.8
|
42.8
12.7
25.4
18.2
0.6
|
Agak kasar
Agak halus
Halus
Halus
Sangat halus
|
Jumlah
|
|
|
|
299.1
|
99.7
|
|
Dari data diatas dapat diketahui bahwa dari semua bahan
pakan yang telah melalui proses fraksinasi, masing-masing mempunyai berat,
fraksi dan tekstur yang berbeda-beda. Nilai fraksi terbesar 71.8% oleh bungkil
kelapa dengan berat 215.5 gr, sedangkan nilai fraksi terkecil yaitu bungkil
inti sawit dengan nilai farksi 0.03% dan berat 0.1 gr.
Fraksinasi bahan makanan
ternak merupakan salah satu contoh pengujian mutu terhadap bahan pakan.
Pengujian mutu suatu produk didefinisikan sebagai gabungan sifat-sifat yang
khas yang terdapat dalam suatu produk serta berpengaruh secara nyata terhadap
penentuan derajat peneriamaan produk kekonsumen
(Adriyanti, 2005 ). Menurut pengertian harfiahnya, pengujian ini bertujuan
untuk menguraikan suatu kesatuan bahan menjadi unsur-unsurnya atau untuk
menentukan komposisi kesatuan tersebut.
Yang disebut bungkil kelapa ini biasanya adalah hasil
sisa dari pembuatan dan ekstraksi minyak kelapa yang didapat dari daging kelapa
yang telah dikeringkan terlebih dahulu. Sangat baik diberikan pada sapi perah
sebab dapat meningkatkan kadar lemak susu sehingga meningkatkan kualitas susu.
Pemberiannya tergantung pada
berat badannya yaitu antara 1.5 – 2.5 kg/ekor/hari. Sedangkan untuk babi antara
0.7 http://www.docstoc.com/docs/23107872/Kajian-Awal-Sintesa-Biodiesel-dari-Minyak-Dedak-Padi-Proses-/
PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan praktikum yang dilaksanakan adalah bahwa selain mempelajari
tentang pembutan pakan ternak, juga membahas tentang fungsi dari setiap
alat-alat yang digunakan dalam pratikum industri makanan ternak dan saran serta
prasarananya, membantu mahasiswa dalam penyelarasan matrei kuliah dengan
kondisi dilapangan, membantu mahasiswa untuk mengenal alat-alat yang digunakan
dalam pratikum industri makanan ternak
serta fungsi dari setiap alat tersebut, mahasiswa dapat mempraktekan langsung
dalam formulasi ransum.
Bahan pakan yang ada dikota jambi kualitasnya jelek.
Jika bahan pakan tersebut dibuat sebagai pakan
(ternak atau unggas) maka menghasilkan pakan yang tidak
berkualitas Dengan pakan yang tidak berkualitas maka hasil dari ternak juga
tidak maksimal.
Saran
Saran pada praktikum ini adalah sebaiknya para seluruh
praktikan dapat lebih bisa diatur dalam pembagian jadwal praktikum dan juga
kiranya asisten dosen dapat turut ikut berpartisipasi membantu praktikan dalam
pelaksanaannya, sehingga praktikan lebih memahami tentang materi yang
dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
Amrullah, I.K. (2004). Nutrisi Ayam Broiler. Cet III.
Bogor: Lembaga Satu Gunungbudi
Anggorodi. 1990. Mutu Dan Kualitas
Pakan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Anggorodi. 2000. Ransum-ransum Komersial Pakan Unggas.
Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Anonim.(2007).Pembuatan Pakan
Berbentuk Pellet.http://primamandiri.blogspot. com/2007/12/pembuatan pakan
bentuk pellet.html.
Anton .1984.mutu dan Kualitas Pakan.UI Press.Jakarta.
Aris.1983.Kriteria Pakan
Berkualitas.UI Press.Jakarta.
Yogyakarta.
Bambang. 1994. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Universitas Gajah
Mada Press.
Yogyakarta.
Bambang .(1997).Pellet Lebih
Ekonomis.Gajah Mada Pres.
Darmawanto.1983.Teknik Laboratorium
.UGM Press.Yogyakarta
Rafindran. 1994. Pemberian Ransum Unggul. Gramedia. Jakarta.
Haris.1987.Penolahan Pakan Ternak.UGM Press.Yogyakarta.
Ichwan, W.M. (2003). Membuat Pakan Ayam Ras Pedaging. Cet
I. Jakarta: PT.
Agromedia
Pustaka
Lukman.1983.Pemberian Ransum Unggul.Gramedia.Jakarta.
Rasyaf. 1997.
Pengenalan Pakan Ternak. Universitas Indonesia Press. Jakarta
Rasyaf. 1990.
Teknik Laboratorium Non Ruminansia. Universitas Gajah Mada
Press. Yogyakarta.
Rasyaf, M. (2004). Beternak Ayam Pedaging. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Sarmono, B. (2007). Beternak Ayam Buras. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Supriyadi.1987.Pengenalan Pakan
Ternak.UI Press.Jakarta.
Tillman. 1999. Ransum-ransum Unggas. Universitas Indonesia
Press. Jakarta
Wahyu.1990.Ilmu Makanan Ternak
Unggas.Intan Pariwara.Jakarta.
LAMPIRAN
- Kerapatan bahan
Kelompok 1
Berat nampan :
67 gr
Bungkil kedele :
159,64 × 4
:
637,6 gr/l
Dedak halus :
102,6 × 4
:
410,4 gr/l
Bungkil kelapa :
150,3 × 4
:
601,2 gr/l
Kelompok 2
Berat nampan :
58,5 gr
Bungkil kedele :
170,8 × 4
:
583,2 gr/l
Dedak halus :
121,6 × 4
:
486,4 gr/l
Bungkilnkelapa :
147 × 4
:
588 gr/l
Kelompok 3
Berat nampan :
68 gr
Bungkil kedele :
157,4 × 4
:
629,6 gr/l
Dedak halus :
125 × 4
:
500 gr/l
Bungkil kelapa :
155 × 4
:
620 gr/l
Kelompok 4
Berat nampan :
66,9 gr
Bungkil kedele :
170,5 × 4
:
682 gr/l
Dedak halus :
111 × 4
:
444 gr/l
Bungkil kelapa :
150,8 × 4
:
603,2 gr/l
Kelompok besar
Berat nampan :
66,5 gr
Jagung :
179,8 × 4
:719,2
grl
Tepung kedele :
92 × 4
: 368 gr/l
- Kualitas bahan baku
Metode penyaringan
- Jagung B1
Pecah =
Rusak 


Mati
Kotoran



Jamur 

- Jagung B2
Pecah
Rusak 


Mati
Kotoran 


Jamur 

- Jagung B3
Pecah
Rusak 


Mati
Kotoran



Jamur 

- Jagung B4
Pecah
Rusak



Mati
Kotoran 


Jamur 
