Selasa, 11 November 2014

Laporan Semester Industri Makanan Ternak

LAPORAN SEMESTER PRAKTIKUM
INDUSTRI MAKANAN TERNAK







OLEH:
HENDRA JONATHAN TARIGAN
E10012145









unja









FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan hidayahNyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan semester praktikum Industri Makanan Ternak ini dengan  tepat pada waktunya.
Dalam kesempatan ini, penulis tak lupa mengucapkan terima kasih kepada Dosen dan  tim Asisten Dosen yang telah membantu dan membimbing penulis dalam melakukan praktikum dan tak lupa pula kepada teman-teman satu kelompok maupun diluar kelompok yang membantu dalam menyelesaikan laporan semester ini dengan baik
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan semester ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karna itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun untuk dapat memperbaiki laporan ini kedepan.
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih, semoga laporan semester ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua.





                                                                                         Jambi,   Juni 2014

                                                               Penulis         









DAFTAR ISI
                                                                                                                     Halaman
KATA PENGANTAR ...............................................................................              i
DAFTAR ISI .............................................................................................              ii
PENDAHULUAN .....................................................................................              1
Latar Belakang ...............................................................................             1
Tujuan dan Manfaat .......................................................................              3
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................             4
MATERI DAN METODA .........................................................................           12
Waktu dan Tempat ..........................................................................           12
Materi ..............................................................................................           12
Metoda ............................................................................................           12
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................         15
PENUTUP ...................................................................................................          29
Kesimpulan .....................................................................................            29
Saran ................................................................................................           29
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................           30
LAMPIRAN ...............................................................................................           32














PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengawasan mutu yaitu suatu pemeliharaan mutu pada taraf dan toleransi yang dapat diterima pembeli dengan biaya yang rendah.Kegiatanya dikelompokkan jadi dua yaitu: 1.Kegiatan selama produksi meliputi pengawasan atau pengendalian mutu bahan baku, tenaga kerja, peralatan, laboratorium penguji mutu yang digunakan. 2.Kegiatan sesudahproduksi meliputi pengawasan atau pengendalian mutu berupa pengujian mutu sebelumdikemas, sebelum didistribusi dalam penyimpanan dan pengujian mutu setelah diterima konsumen.
Pengawasan mutu pakan secara garis besar dilajukan dngan lima cara: 1.Pengujian secara fisik yaitu pengujian bahan, dilakukan dengan alat atau manual bersifat fisik, meliputi: bentuk dan ukuran, berat, kadr air, kerapatan bahan pakan (bulk density). 2.Pengujian secara kimia yaitu: pengujian dengan sistem analisis yang dilakukan terhadap sifat tersembunyi di dalam bahan yang tidak terlihat dari luar, meliputi: zat gizi ( protein, SK, lemak, gula, vitamin), zat pemalsu dalam bahan pakan serta racun yang mungkin ada didalamnya. 3.Secara fisiko-kimia meliputi: spektofotometri,  khromatgrafi, refraktometri, polarografi dll. 4.Secara mikro analisa menggunakan mikroskop. 5.Secara organoleptik yaitu pengujian bahan secara subjektif  dengan bantuan panca indra manusia,meliputi: indra pengelihatan, penciuman, peraba, dan indra rasa.
Kerapatan bahan (bulk density) yaitu suatu bahan pakan yang menggambarkan berat bahan perunit volume, dengan satuan berat kilogram (kg) per unit volume (meter kubik atau liter). Kerapatan jenis bahan pakan bervariasi, yang dipengaruhi oleh ukuran partikel, kndungan air dan kepadatan. Perbedaannya disebabkan bahan subalan atau kontaminan yang disengaja dicampurkan.
Yang harus dilakukan dalam penjaminan mutu (Quality Assurance) ransum melalui pengawasan bahan baku, meliputi pembelian dan penenerimaan. Pada pemeriksaan bahan baku bentuk butiran  dilakukan dengan cara pemeriksaan kadar air, persentase biji pecah, biji rusak, biji mati, biji berjamur, benda asing atau kotoran dan kadar alfatoksin bahan.
Kadar air dapat ditentukan dengan moisture tester. Kadar air yang direkomendasikan yaitu 15%. Menggunakan ayakan 4 mesh, metode penyaringan dapat dilakukan. Pada metode penyaringan yang diamati yaitu persentase biji pecah, biji rusak, biji mati, biji berjamur, dan kotorannya. pada biji berjamur tidak boleh lebih 5%. Sedangkan total screen testnya tidak boleh lebih dari 15%. Kadar aflatoksindapat diestimasikan secara kualitatif dengan bantuan lampu ultra violet.
Kualitas pellet merupakan kemampuan pellet untuk bertahan terhadap penanganan yang berulang-ulang tanpa menyebabkan pecah yang berlebihan. Faktor yang mempengaruhi ketahanan pellet adalah karakteristik bahan baku penyusun, ukuran partikel, conditioning, setelah proses. Faktor lain yang ikut berperan dalam meningkatkan ketahanan ransum bentuk pellet adalah bahan perekat. Bahan pengikat merupakan senyawa yang ditambahkan dalam ransum yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pellet. Bahan pengikat dapat berupa lignosulbonate, calcium bentonite, ekstrak hemiselulosa, atau produk lain yang banyak mengandung pati. Ketahanan pellet diukur sebagai persentase pellet utuh dalam pakan atau dengan indeks ketahanan pellet.
Dalam praktikum Industri Makanan Ternak tentang Test Sekam  kandungan sekam mempunyai korelasi positif terhadap kandungan serat kasar. Semakin tinggi kandungan sekam, semakin tinggi juga kandungan serat kasarnya. Oleh karena itu perlu ada batasan dan teknik untuk mengetahui apakah kandungan sekam normal atau tidak. Dalam meningkatkan suatu usaha dibidang peternakan, baik unggas ataupun ruminansia sangat dibutuhkan pakan yang berkwalitas baik, karena pakan sangat mempengaruhi dalam perkembangan  tubuh ternak. Sangat banyak dipasarkan pakan ternak dalam bentuk jadi ataupun dalam bentuk bahan baku. Dilakukannya pengujian tes sekam untuk mengetahui kandungan sekam dalam dedak padi, karena semakin tinggi kandungan tes sekan dalam dedak padi, semakin rendah kualitas nutrisinya. Dalam dedak padi terdiri dari kulit ari, menir, dan sekam.
Bahan organik yang terdapat dalam bahan makanan yang harus diperiksa biasanya cukup besar untuk dipisahkan dibawah mikroskop dan dilakukan test secara individual. Test terhadap adanya bahan organik dalam bahan makanan bersifat kualitatif sehingga tidak dapat ditentukan jumlah bahan organik yang terdapat dalam sampel yang diperiksa.
Bahan akan terdistribusi pada setiap saringan (sieve) berdasarkan ukuran dan berat partikel, dimana bahan yang mempunyai ukuran yang besar akan tertahan pada saringan yang paling atas (kasar) dan bahan yang mempunyai partikel yang sangat kecil akan terdistribusi krbagian saringan selanjutnya. Metode diadaptasi dari gold kist. Aktivitas enzim urease pada tepung atau bungkil kacang kedeledihitung secara kualitatif melalui konversi urea menjadi gas amoni yang terdapat pada phenol red indicator.
Urease adalah enzim yang mangkatatalisa hidrolisis urea membentuk amonia dan karbon dioksida. Aktivitas urease terutama ditemukan dalam pada bungkil kacang kedelei. Enzim pada urease dapat mengkatalis aktivitas reaksi pemecahan urea yang bersifat patogen dalam sel tumbuhan menjadi amonia dan CO2.

Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dari praktikum industri makanan ternak adalah agar pratikan dapat mangetahui bagaimana cara menganalisa mutu pakan melalui uji kerapatan bahan(bulk density), kualitas bahan baku bahan pakan ternak, mengetahui cara membuat pellet, test sekam, dan alat-alat dalam pabrik makanan.
            Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari praktikum industri makanan ternak adalah agar pratikan dapat mangetahui bagaimana cara menguji suatu bahan pakan ternak baik dari segi kerapatan bahan(bulk density) maupun dari segi kualitas bahan pakan, cara memebuat pellet, test sekam, dan alat-alat dalam pabrik makanan ternak.







TINJAUAN PUSTAKA
Anggorodi (1990), bungkil kelapa merupakan limbah industri dari minyak kelapa yang banyak tersedia di Indonesia.
Rafindran (1994), Bungkil kelapa dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi yang cukup baik, kandungan asam amino lysine
Tillman (1999) menyatakan bahwa bahan pakan dapat digambarkan kerapatan jenisnya dengan berat bahan per unit volume yang ditulis dengan satuan berat per unit volume.
Rasyaf (1990) menyatakan bahwa seleksi bahan baku dapat dilakukan dengan cara seleksi menggunakan sinar ultraviolet seleksi yang menggunakan ultraviolet sering digunakan untuk menguji kadar air bahan baku jenis tepung, bungkil dan lain-lain.
Menurut Rasyaf (1997), bahwa metode perhitungan untuk menyusun bahan pakan ternak ada 3 metode yaitu metode penyusunan pakan ternak ,pedoman protein, metabolisme, dan pedoman imbangan proteindan energi.
Bambang (1994) menyatakan bahwa cara pencegahan kontaminasi jagung adalah seleksi jagung, kadar air rendah, fumigasi, sirkulasi udara yang baik, menjaga dan menyimpanan secara periodik.
Menurut Angorodi (2000) menyatakan bahwa butiran-butiran yang paling banyak digunakan dalam ransum unggas karena mengandung energy metabolisme yang tinggi.
Murtidjo (1997) menyatakan bahwa analisis kadar air merupakan usaha untuk mengetahui persentase air yan ada pada bahan baku pakan unggas.
Supriyadi (1987) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi terjadinya jamur adalah kadar air yang tinggi, temperature lingkungan yang tinggi, biji rusak dan penyimpanan jangka lama.
Djannah (1990) menyatakan bahwa pada proses penyaringan sangat mempengaruhi hasil penyaringan.
Rasyaf (1990) menyatakan bahwa seleksi bahan baku dapat dilakukan dengan cara seleksi menggunakan ultra violet, seleksi yang menggunakan ultra violet sering digunakan untuk meguji kadar air bahan baku jenis tepung, bugkil dan lain-lain.
Haris (1987) menyatakan bahwa dalam pakan jagung perlu diketahui kadar airnya dan juga aflatoksin sehinga jagung dapat diharapkan mempunyai kualitas yang baik.
Wahyu (1990) menyatakan bahwa pengetesan kadar aflatoksin yang menggunakan sinar ultra violet pada ruang gelap dan ditunjukan  seperti kunang-kunang.
Rasyaf ( 2004). Bentuk butiran atau pellet merupakan perkembangan dari bentuk tepung komplit. Ransum bentuk “ pellet” ini juga ransum bentuk tepung komplit yang kemudian diproses kembali dengan prinsip pemberian uap dengan panas tertentu sehingga ransum ini menjadi lunak kemudian dicetak berbentuk butiran (pellet).
Menurut Ichwan (2003), menyatakan bahwa mamfaat pembuatan dalam bentuk pellet ini dapat meningkatkan selera makan ayam, dan setiap butiran pellet mengandung nutrisi yang sama, sehingga formula pakan menjadi efesien dan ayam tidak diberi kesempatan untuk memilih-milih makanan yang disukai,
Menurut Amrullah (2004) ransum berbentuk remahan (crumbel) atau butiran (pellet) memeng dapat memperbaiki penampilan ayam yang dipelihara terutama karena dapat meningkatkan kepadatan zat makanan. Ransum berat jenisnya meningkat dan lebih banyak ransum yang dapat ditampung di dalam tembolok per satuan waktu. Rasa kenyang ayam lebih banyak ditentukan oloeh peregangan temboloknya.
Menurut Anonim (2007), menyatakan bahwa pellet yang berkualiats baik dipengaruhi oleh bahan – bahan yang digunakan dalam penyusunan ransum. Pellet yang baik memmiliki warna yang alami, seperti warna yang dihasilkan oleh jagung, dan warna dari tanaman hijauan (kunyit, temulawak).
Menurut Rasyaf (2004), menyatakan bahwa salah satu kelemahan dari ransum berbentuk pellet adalah semakain besar kemungkinan terjadinya kanibalisme atau saling patuk antara ayam.
Bambang (1997) menambahkan bahwa dari segi ekonomis pemakaian pakan yang berbentuk pellet akan memperpanjang lama penyimpanan, dan menjamin keseimbangan zat-zat nutrisi pakan yang terkandung dalam komposisi pakan.
Anggorodi (1995) menyatakan bahwa jagung merupakan butiran-butiran yang paling banyak mengandung energi metabolisme yang tinggi. Jagung juga merupakan bahan pakan yang mengandung banyak protein, lemak, karbohidrat. Untuk mendapatkan ransum yang sama perlu penambahan mineral dan beberapa asam akino.
Suyitno (1993) menyatakan bahan pakan yang mengandung sulfat apabila di tetesi Barium klorida 5% dan asam hidroklorida akan terbentuk endapan putih.
Supriyadi (1997) menyatakan bahwa bahan pakan ternak yang terdapat karbonat adalah tepung tulang.
Wilhemson (1997) yang menyatakan bahwa apabila suatu pellet itu baik dan bagus tidak terdapat jamur yang dapat menyebabkan racun pada pellet tersebut.
Bambang (1994) menyatakan bahwa jumlah sekam yang ada dalam dedak padi sangat mempengaruhi kalitas dari dedak padi tersebut.
http://id.Wikipedia. Org/wiki/sekam 2010, menyatakan bahwa Kandungan sekam mempunyai korelasi positif terhadap kandungan serat kasar. Semakin tinggi kandungan sekam, semakin tinggi juga kandungan serat kasarnya. Oleh karena itu perlu ada batasan dan teknik untuk mengetahui apakah kandungan sekam normal atau tidak. Kandungan sekam umumnya kurang dari 13 %, namun seringkali ditemukan dedak padi yang kandungan sekamnya lebih dari 15%. Untuk menhindari penggunakan penggunaan dedak padi dengan kandungan sekam lebih dari 15%, perlu dilakukan test dengan Plourogucinol. Karena telah diketahui bahwa flouroglucinol tidak bereaksi dengan dedak namun memberikan warna merah pada kulit padi (sekam). Uji dengan Plouroglucinol ini juga bisa mendeteksi jika dedak padi di campur atau terkontaminasi dengan serbuk gergaji karena pada prinsipnya plouroglucinol bereaksi dengan lignin yang ada dalam kulit padi.
http://cisaruafarm.com/bahan-baku-pakan/dedak-padi/DEDAKPADI/ 2010, menyatakan Dedak padi diperoleh dari penggilingan padi menjadi beras. Banyaknya dedak padi yang dihasilkan tergantung pada cara pengolahannya. Sebanyak 14,44% dedak kasar, 26,99% dedak halus, 3% bekatul dan 1-17% menir dapat dihasilkan dari berat gabah kering. Dedak padi sangat disukai ternak, pemakaian dedak padi dalam ransum ternak umumnya sampai 25% dari campuran kosentrat. Kelebihan penambahan dedak padi dalam ransum dapat menyebabkan ransum mengalami ketengikan selama penyimpanan. Dedak padi yang berkualitas baik protein rata-rata dalam bahan kering adalah 12,4%,lemak 13,6% dan serat kasar 11,6%. Kandungan protein Dedak padi lebih berkualitas dibandingkan dengan jagung. Dedak padi kaya akan thiamin dan sangat tinggi dalam niasin.
Potts, D. T. (1996), menyatakan bahwa  Sekam adalah bagian dari bulir padi-padian (serealia) berupa lembaran yang kering, bersisik, dan tidak dapat dimakan, yang melindungi bagian dalam (endospermium dan embrio). Sekam dapat dijumpai pada hampir semua anggota rumput-rumputan (Poaceae), meskipun pada beberapa jenis budidaya ditemukan pula variasi bulir tanpa sekam (misalnya jagung dan gandum).Sekam tidak dapat dimakan. Ia digunakan terutama sebagai alas kandang karena sangat higroskopis sehingga menyerap cairan atau kelembaban.
Pakan memegang peranan yang sangat penting untuk mendukung oertumbuhan dan produktifitas ternak. Oleh sebab itu, pakan yang diberikan harus senantiasa terjaga kualitasnya. Begitu juga manajemen pengadaan, penanganan, penyimpanan bahan baku dan atau pakan jadi, serta cara pemberian pakan memegang peranan yang sangat penting untuk memastikan pakan yang akan diberikan pada ternak kualitasnya tetap terjaga ( Ahmad Azrullah, 2010 ).
Menurut Adriyanti (2005), pengawasan mutu pakan atau pengujian mutu pakan bertujuan untuk menghindarkan diri dari kemungkianna yang merugikan dalam kegiatan produksi dan perdagangan, menjaga dan memelihara mutu suatu produk, menanamkan kepercayaan dalam usaha perdagangan guna meningkatkan pendapatan produsen, melindungi konsumen dari kemungkinan pemlasuan atau barang yang menyangkut keamanan, keselamatan, kesehatan dan kelestarian lingkungan hidup.
Supriyati ( 1997 ), menyakan bahwa Dedak yang berkualitas baik mengandung    protein rata-rata dalam bahan kering adalah 12.4%, lemak 13.6% dan serat kasar 11.6% kandungan asam amino dedak meskipun lengkap tapi kuantitasnya tidak mencukupi untuk kebutuhan pakan ternak.
Trobos (2007), menyatakan bahwa Dedak padi atau sekam padi merupakan hasil ikutan bahan penggiling beras yang masihbisa dimanfaat sebagai bahan pakan sumber energi yang berbentuk bubuk (tepung).
Darmono, (1999). Yang menyatakan bahwa salah satu kandungan yang terdapat dalam bahan makanan yaitu bahan anorganik, mengapa demikian karena bahan anorganik adalah salah satu struktur yang terkandung dalam bahan makanan.
Davis,(1998). Yang menyatakan bahwa di dalam bahan pakan dedak terdapat kandungan sulfat, mengapa hal ini  bisa terjadi karena dalam pengamatan dengan mengunakan larutan asam hidroklorida terdapat endapan yang menujujukan bahwa endapan itu yang di katakan kandungan sulfat.
Charly, (2000). Yang menyatakan bahwa dalam pengamatan bahan anorganik dapat di gunakan zat- zat kimia untuk mengetahuinya, mengapa demikian karna dengan menggunakan zat- zat kimia kandungan bahan anorganik yang terdapat dalam bahan makanan dapat terlihat dengan jelas.
Haris,(2001). Yang menyatakan bahwa dengan penggunaan asam klorida dapat menimbulkan busa pada bahan pakan yaitu tepung tulang.
Sunarjdoe,(1998). Yang menyatkan bahwa dalam pembuatan ransum harus ada salah satu bahan pakan yang mengandung, sulfat, klorida, karbonat,garam karena dengan terdapatnya kandungan ini maka ternak yang di beri ransum tersebut akan dapat dengan lancar dalm mencerna ransum tersebut.
Sukardji (2002), yang menyatakan bahwa setiap bahan yang mengandung urea memiliki nilai yang kualitatif sehingga tidak dapat ditentukan jumlah bahan tersebut.
Richardson (2000), yang menyatakan bahwa setiap larutan yang mengandung urea phenol red terdapat partikel-partikel yang berwarna merah lembayung sebanyak 75 %.
Haris  (2000),  yang menyatakan bahwa bahan yang mengandung larutan phenol red berwarna merah.
Charly  (2000),  yang menyatakan bahwa dalam pengamatan bahan urease dapat dilakukan dengan menggunakan zat- zat kimia untuk sehingga kita dapat melihat bahan pakan yang bagaimana yang mengandung urease.
 Rostagno ( 2004 ),  Aktivitas urease sangat dipengaruhi oleh PH larutan, suhu, kadar substrat dan jenis substrat. Faktor itu mempunyai dua pengaruh pada enzim yaitu mengenal struktur dan mekanisme katalis yang serupa
 Standford (2006), Urease merupakan salah satu bentuk enzim yang berperan dalam proses perkecambahan. Enzim ini dapat mengkatalis reaksi pemecahan urea yang bersifat patogen dalam sel tumbuhan menjadi amonia dan CO2.
Menurut Aryanda. S.(2006) Menyatakan bahwa Aflatoksin dapat dihasilkan dari jagung, gandum dan kacang kedele yang disimpan ditempat dengan kelembaban yang relatif tinggi dengan suhu sedang kondisi lingkungan seperti suhu dan kelembaban sangat berperan dalam munculnya aflatoksin.
Jamur dapat menghasilkan racun seperti aflatoksin, ocratoksin dan fusariotoksin. Adanya racun tersebut akan mengakibatkan penurunan sistem kekebalan tubuh ternak, gangguan pada organ bahkan kematian.Tumbuhnya jamur pada jagung disebabkan karena kadar air jagung yang masih tinggi atau penyajian dalam bentuk pellet dari ransum yang mengandung serat kasar tinggi lebih memperlihatkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan menyajikan ransum berbentuk pellet yang kadar serat kasarnya rendah, pakan yang berbentuk pellet akan menghemat waktu yang diperlukan ayam untuk makan.
Pakan yang berbentuk pellet ini memiliki kelemahan diantaranya menyerap tambahan biaya investasi untuk membeli mesin pellet dan meningkatkan biaya oprasional. Selain itu bentuk butiran lengkap ini (pellet) hanya dapat diberikan pada ayam dewasa (Ichwan, 2003).
Sedangkan menurut Amrullah (2004), menyatakan bahwa pakan yang berbentuk pellet sendiri tidak meningkatkan laju pertumbuhan broiler. Laju pertumbuhan meningkat karena komsumsinya menjadi lebih banyak sehingga tumbuh lebih cepat. Dan menurut Rasyaf (2004), menytakan bahwa salah satu kelemahan dari ransum berbentuk pellet adalah semakain besar kemungkinan terjadinya kanibalisme atau saling patuk antara ayam.
Menurut Anonim (2007), menyatakan bahwa pellet yang berkualiats baik dipengaruhi oleh bahan –bahan yang digunakan dalam penyusunan ransum. Pellet yang baik memmiliki warna yang alami, seperti warna yang dihasilkan oleh jagung, dan warna dari tanaman hijauan (kunyit, temulawak).
Bentuk butiran atau pellet merupakan perkembangan dari bentuk tepung komplit. Ransum bentuk “ pellet” ini juga ransum bentuk tepung komplit yang kemudian diproses kembali dengan prinsip pemberian uap dengan panas tertentu sehingga ransum ini menjadi lunak kemudian dicetak berbentuk butiran (pellet). Prinsip pembuatannya mirip dengan prinsip pembuatan cendol (Rasyaf, 2004). Menurut Anonim (2007), menyatakan dalam pembuatan terdiri atas proses pencetakan, pendinginan dan pengeringan
Menurut Ichwan (2003), menyatakan bahwa mamfaat pembuatan dalam bentuk pellet ini dapat meningkatkan selera makan ayam, dan setiap butiran pellet mengandung nutrisi yang sama, sehingga formula pakan menjadi efesien dan ayam tidak diberi kesempatan untuk memilih -milih makanan yang disukai.
Menurut  Adi, N. (2003) menyatakan bahwa dedak dengan kualitas yang baik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : berwarna coklat merah dan tidak mengumpal. Pengumpalan ini terjadi biasanya disebabakan oleh kadar air yang tinggi, tidak ada bau “tengik” (rancid), bau tengik dapat disebabkan oleh proses oksidasi (karena dedak banyak mengandung asam lemak tak jenuh) serta tempat, cara dan lama penyimpanan dedak yang kurang memenuhi syarat.
Menurut Goffman, Pinson (2003) menyatakan bahwa dedak merupakan produk samping penggilingan gabah menjadi beras. Dedak sebenaranya mengandung 17-23% lemak yang swbae dapat dimanfaatkan sebagai minyak pangan.
Minyak dedak padi merupakan turunan penting dari dedak padi. Bergantung pada varietas beras dan derajat penggilingannya, dedak padi mengandung 16%-32% berat minyak. Sekitar 60%-70% minyak dedak padi tidak dapat digunakan sebagai bahan makanan (non-edible oil) dikarenakan kestabilan dan perbedaan cara penyimpanan dedak padi (Bergman, 2003).
Minyak dedak padi merupakan salah satu jenis minyak berkandungan gizi tinggi karena adanya kandungan asam lemak, komponen-komponen aktif biologis, dan komponenkomponen antioksi dan seperti : oryzanol, tocopherol, tocotrienol, phytosterol,polyphenol dan squalene (Goffman dkk.,2003) dan (Özgul dan Türkay, 2003)
Menurut (Markam soemarmo,2005) menyatakan bahwa proses dekomposisi yang terlalu cepat dapat memicu kemunculan bibit penyakit dan untuk menghindarinya, media tanam harus sering diganti. Oleh karena itu, penmbahan unsure hara sebaiknya harus tetap diberikan sebelum bahan media tanam tersebut mengalami dekomposisi.
Menurut (Ika rochdjatun,2000) menyatakan bahwa bahan organic akan mengalami proses pelapukan atau dekomposisi yang dilakukan oleh mikroorganisme. Melalui proosesa tersebut, akan dihasilkan karbondioksida (CO2), dan mineral. Mineral yang dihasilkan merupakan sumber unsure hara ynag dapat diserap tanaman sebagai zat makanan.
Menurut (Sastrahidayat,2008) menyatakan bahwa bahan anorganik adalah bahan dengan kandungan  unsure mineral tinggi yang berassal dari pelapukan batuan induk didalam bumi. Proses pelapukan tersebut diakibatkan oleh berbagai hal, yiatu pelapukan secaraa fisik, biologi, mekanik dan kimiawi.
Menurut  (Hari purnomo,2000) menyatakan bahwa bahan anorganik juga bias berasal dari bahan-bahan sintesis atau kimia yang dibuat di pabrik. Beberapa media anorganik yang sering dijadikan sebagai media tanam, yaitu gel, pasir, pecahan batu bata, spons, tanah liat, vermikulit dan perlit.
Bungkil kedelai merupakan limbah pembuatan minyak kedelai, mempunyai kandungan protein ± 42,7% dengan kandungan energi metabolisme sekitar 2240 Kkal/Kg, kandungan serat kasar rendah, sekitar 6%. Penggunaan bungkil kedelai dalam ransum ayam dianjurkan tidak melebihi 40%, sedang kekurangan methionisme dapat dipenuhi demi tepung ikan atau methionisme buatan pabrik (Farida,2005).
Urease adalah enzim yang dapat menghidrolisis urea pada bahan pakan. Pada perlakuan kontrol dengan penambahan larutan phenol red solutionpada suhu kamar rendah setelah 15 menit akan terdapat endapan yang berwarna merah. Hal ini menunjukkan bahwa enzim dapat menghidrolisis urea dengan endapan yang berwarna merah tersebut ( Lud Mulyo,2009 ).
MATERI DAN METODA
Waktu dan Tempat
Pratikum ini dilaksanakan pada tanggal  3 mei 2012 – 14 juni 2012s bertempat di gedung C atau dilaboratorium IMT (Industri Makanan Ternak) Fakultas Peternakan Universitas Jambi.

Materi
Adapun alat yang digunakan dalam pratikum Industri Makanan Ternak (IMT), yaitu nampan, mistar, silinder isi 1000 ml (1 liter), timbangan, bahan pakan yang akan diukur kerapatannya yaitu jagung, dedek halus, bungkil kedele, bungkil kelapa, ayakan 4 mesh, timbangan, nampan, lampu ultra violet atau lampu bluoroscent dan jagung giling halus (tepung), alat pembuat pellet, sieve shaker ( vibrator ) dengan 8 ukuran, yaitu 4, 8, 16, 30, 50, 100, 400 mesh dan pan, oven, timbangan, kompor, alat pengukus, karung bekas, bahan baku penyusun ransum, bahan pengikat pellet ( onggok, molase, tapioca ), phloroglucinol, HCL pekat, ethanol, aqudes, botol, dedak padi atu sekam, cawan petri, spuilt plastik, jagungBarium klorida 5%, asam hidroklorida (1:1), larutan perak nitrat (5%), larutan asam nitrat (1:2), larutan ammonium hidroksida (1:1), asam hidroklrorida (1:1), aquades, larutan perak nitrat (5%), asam nitrat (1:1), larutan ammonium hidroksida (1:1), dan larutan sodium nitrat standar (0, 0.1, 0.2, 0.3 %), alat penggoyang (vibrator ball mill) beaker glass, cawan petri, pipet tetes, larutan urea phenol red solution, sodium hidroksida 0.1 N, asam sulfat 0.1 N, urea phenol red solution, aquades.

Metoda
Dalam pratikum Kerapatan Bahan (Bulk Density), cara kerjanya yaitu siapkan alat-alat yang dibutukan.Masukkan bahan yang akan diukur kerapatanya di atas nampan.Aduk bahan sampai merata, setelah itu bahan dalam nampan diratakan dengan mistar.Setelah itu sampel dibagi empat dengan metode quartering,lalu masukkan bahan dalam silinder yang berukuran 0,25ml.Ratakan permukaan bahan dalam silinder menggunakan mistar lalu timbang.Sebelum ditimbang bahan tersebut, timbang dahulu nampan, catat berapa berat nampan, lalu masukkan bahan dalam nampan dan hitung berapa baratnya.setelah ditimbang, menentukan bulk densitynya.
Pada pratikum kualitas bahan baku, metode pengamatan kadar air yaitu jagungnya digiling terlebih dahulu kira-kira 1 gr, setelah itu masukkan dalam alat moisture tester,dan amati berapa kadar airnya. Pada pengamatan penyaringan yaitu ambil sampel jagung utuh, setelah itu diayak menggunakan ayakan 4 mesh, kemudian pisahkan jagung yang pecah, rusak, mati, kotoran dan jamur, setelah itu ditimbang. Lakukan sebanyak dua kali, sampel satunya lagi menggunakan sampel kelas lain, dan bandingkan dari kedua sampel tersebut. Pada pengamatan kadar alfatoksin yaitu ambil sampel sebanyak 800 gr, masukkan dalam nampan segi empat secara merata, setelah itu letakkan lampu ultra violet diatas nampan, kemudian hitung jumlah partikel jagung yang berpendar (bluorescent). Menurut pengalaman setelah dibandingkan dengan hasil analisa kuantitatif laboratorium, satu titik jagung yang berpendar sama dengan alfatoksin satu part per billion (ppb). Level alfatoksin yang masih dapat ditoleransi yaitu maksimum 150 ppb.
Adapun metoda yang digunakan pada praktikum  test sekam dalam membuat sekam standar yaitu dedak diayak menggunakan ayakan mesh 40, sekam yang sudah digiling ditimbang sesuai standar, setelah itu campurkan sekam dengan dedak padi tanpa sekam. Sedangkan cara kerja sekam dengan larutan yaitu siapkan sampel dan timbang sesuai dengan ketentuan kemudian letakkan dalam cawan petri secara merata. Tambahkan larutan plhorogucinol 1% secara merata. Tunggu 10 menit dan amati serta bandingkan dengan kelompok lain.
Pada pratikum test terhadap bahan anorganik, adapun cara kerja pada sulfat yaitu sebagai berikut letakkan bahan yang akan diuji pada cawan petri dan teteskan asam hidroklorida sebanyak dua tetes. Tambahkan 1- 2 tetes barium klorida. Kemudian amati bila ada endapan putih maka bahan tersebut mengandung klorida. Pada test klorida dapat dilakukan dengan cara memasukkan 1-2 gram sampel yang di uji kedalam beaker glass 100 ml dan tambahkan 30 ml  asam nitrat, aduk dan biarkan 2-3 menit. Kemudian masukkan lagi 2-3 tetes larutan perak nitrat (5%) kedalam cawan petri dan tambahkan 2 -3 tetes perak nitrat. Akan terbentuk endapan berwarna putih. Untuk menguji hasil yang didapatkan  tambahkan 3-5 tetes ammonium hidroksidaendapan akan larut dan endapan putih akan hilang. Pada test karbonat yaitu ambil sedikit sampel yang akan ditest dan letakkan pada cawan petri. Basahi dengan aquades kemudian tambahkan 4-5 tetes asam hidroklorida dingin dan panaskan pada steambath  setelah itu perhatikan buih yang berwarna putih. Pada garam yaitu timbang 1 gram sampel dan 100 ml aquades. Aduk dan saring dengan kertas whatman No 4. Pipet 1 ml larutan standar dan tambahkan 8 ml larutan asan nitrit. Aduk dan tambahkan 1 ml larutan perak nitrat kemudian aduk dan bandingkan hasil test tehadap sampel dengan sampel standar.
Sesuaikan larutan urea phenol red menjadi warna kuning sawo dengan 0,1 N asam sulfuric. Masukkan 1 sendok teh  bungkil kacang kedelei mentah dan bungkil kacang kedelei yang akan diuji kedalam beberapa cawan petri. Masukkan sampel yang diuji dibagian tengah. Tambahkan 5-8 tetes phenol red solution yang berwarna kuning sawo. Kemudian aduk perlahan sampai mengembang dan membasahi sampel pada cawan. Biarkan selama 5 menit dan bandingkan dan amati perbedaan bungkil kacang kedelei (sampel) yang diuji dengan sampel bungkil kacang kedelei standar.














HASIL DAN PEMBAHASAN
Kerapatan Bahan
Kerapatan jenis merupakan suau bahan pakan yang menggambarkan berat bahan perunit volume. Kerapatan jenis diekspresikan dengan satuan berat (kg) perunit volume (meter kubik atau liter). Kerapatan jenis suatu bahan pakan yang sama dapat bervariasi yang dipengaruhi oleh ukuran partikel, kandungan air dan kepadatan. Perbedaaan kerapatan jenis juga dapat disebabkan adanya bahan subalan atau kontaminan yang sengaja dicampurkan.
Menurut Chung dan Lee(2000) menyatakan bahwa Kerapatan jenis (Bulk Density) dapat diukur dengan cara mencurahkan atau memasukkan bahan kedalam gelas ukur dengan menggunakan corong dan sendok teh sampai volume 100 ml.
Tabel 5.1 hasil pratikum kerapatan bahan pakan kelompok 1-10
No Kelompok
Bahan Pakan
Bulk Density
Keterangan

Kelompok 1
Jagung utuh
745,6 gr


Jagung kasar
721,7 gr


Dedak
437,3 gr
Jelek

Sekam
140,5 gr
Jelek
Kelompok 2
Jagung utuh
839,56 gr


Jagung kasar
694,1 gr


Dedak
377,48 gr
Bagus

Sekam
473,5 gr
Jelek
Kelompok 3
Jagung utuh
669,3 gr


Jagung kasar
687,3 gr


Dedak
506 gr
Jelek

Sekam
140,3 gr
Jelek
Kelompok 4
Jagung utuh
721,64 gr


Mencukupi kebutuhan ikan, demikian pula dengan vitamin dan mineralnya.http://www.smallcrab.com/forex/1-makemoney/495-kandungannutrisi-bahan-baku-nabati-pakan-ikan            
Setelah masing-masing bahan diukur kerapatannya dengan cara ditimbang maka didapatkan hasilnya sebagai berikut Kandungan asam amino dedak, walaupun lengkap tapi kuantitasnya tidak:
Tabel 2. Hasil Bulk Density Bahan
Kel Besar
Reski Jaya PS
Ahong Jaya
Jagung Giling
Tepung Kedele
719.2
368
Kualitas bagus
Kualitas jelek
Dedak halus yang di gunakan pada pratikum Kerapatan Bahan pada kelompok 1-6 diambil dari Poultry Shop yang berbeda-beda meskipun ada kel yang menggunakan dedak halus dari poltry shop yang sama. Sebagai contoh kel 1 menggunakan dedak halus dari PS reski jaya PS dan kel berasal dari sumber harapan. Dedak halus kel 1 memiliki Bulk Density yang berkualitas jelek, begitu pula dedak halus yang di gunakan oleh kel 6. hal ini berarti bahan pakan dari masing-masing PS adalah impor, seingga hasil yang didapat semua berkulitas jelek tidak seperti bahan yang adadidalam Tabel Bulk Density dalam laporan.
Dedak padi yang berkualitas baik protein rata-rata dalam bahan kering adalah 12,4%, lemak 13,6%, dan serat kasar 11,6%. Kandungan protein dedak padi lebih berkualitas dibandingkan dengan jagung, deak padi kaya akan thiamin dan sangat tinggi dalam niasin. (Leeson and leeson, 2009).
Menurut Affandy.S. (2001) Menyatakan bahwa Secara umum sifat fisik bahan tergantung dari jenis dan ukuran partikel bahan. Sekurang-kurangnya ada 6 sifat fisik pakan yang penting yaitu berat jenis, karapatan tumpukan, sudut tumpukan, daya ambang dan faktor higroskopis.
Namun kandungan metionin dalam bungkil kedelai rendah sehingga perlu di fortifikasi atau ditambahkan dari luar.Penggunaan bungkil kedelai dalam ransum non ruminansia dianjurkan tidak melebihi 40%, sedang kekurangan metionin dapat dipenuhi dari      tepung ikan     atau     metionin          buatan pabrik. http://peternakan.litbang.deptan.go.id/publikasi/lokakarya/lklc05-10.pdf


Kualitas Bahan Baku
Langkah awal dalam penjaminan mutu (Quality Assuranse) ransum dilakukan melalui pengawaasn bahan baku. Pengawasan bahan baku dilmulai dari saat pembelian dan penerimaan. Pemeiksaan bahan baku bentuk butiran dapat dilakukan dengan pemeriksaan kadar air, persentse biji pecah, biji rusak, biji mati, biji berjmur, dan benda asing atau kotoran dan kadar aflatoksin bahan.
Menurut McEllhiney (2000) Menyatakan bahwa  Bahan pakan dapat diartikan sebagai semua jenis bahan yang dapat dimakan oleh ternak yang mengandung sejumlah senyawa yang dibutuhkan oleh ternak dalam menunjang proses kehidupan baik untuk mendukung pertumbuhan maupun produktifitas ternak seperti halnya bahan pangan, bahan pakan juga berasal dari tumbuhan atau (nabati) dan hewan (hewani), baik yang dijadikan sebagai produk utama maupun sebagai hasil ikutan atau limbah. 

Kadar Air
Hasil yang didapat dari pratikum ketentuan kadar air adalah setelah melakukan pemeriksaan kadar air maka hasil yang didapat dari sampel jagung  yang digunakan yaitu 10%. Dan berdasarkan diktat penuntun pratikum maka kadar air yang didapat dari sampel jagung yang digunakan adalah normal, dan kadar air maksimum yang direkomendasikan adalah 15%.

Tabel 1. pengukuran kadar air
No.
Bahan yang di test
Kadar air
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Jagung B1
Jagung B2
Jagung B3
Jagung B4
Jagung B5
Jagung B6
12%
11.1%
9.9%
12%
10%
12.9%

Menurut McEllhiney (2000) menyimpulkan bahwa sejumlah sampel jagung yang diperoleh mengandung aflatoksin B1 dengan kadar masih di bawah ambang batas maksimum Council for Agricultural Science and Technology yaitu 200 ppb dan sampel pakan ayam tersebut mayoritas (76% dari 50 sampel) mengandung aflatoksin B1 melampaui ambang batas maksimum menurut Council for Agricultural Science and Technology yaitu 20 ppb.

Metode Penyaringan
Setelah melakukan pengamatan pada jagung yang melalui proses penyaringan dan telah ditentuakn berapa banyak biji jagung yang pecah, rusak, mati, kotoran, dan berjamur yang telah diuji dengan menggunakan ayakan 4 mesh maka hasil yang diperoleh adalah sebagi berikut :
 Tabel 2. Hasil Pengujian Berupa Biji Jagung yang pecah, rusak, mati, kotoran dan jamur (gram)      untuk kelompok .
No
Bahan yang dites
pecah
rusak
mati
kotoran
jamur
           
1
Jagung 1
0.4
0.2
1.8
0.3
3.4
2
Jagung 2
1.4
2.5
3..8
0.2
5.3
3
Jagung 3
0.3
0.6
5.5
0.2
7.4

Dari setiap pengujian terhadap sampel jagung maka dari semua sampel terdapat beberapa biji jagung yang  rusak, mati, pecah, kotoran dan berjamur. Tapi semua relatif sedikit, itu berarti jagung yang telah di uji memberiakan sampel yang lumayan bagus.
Menurut Kristanto.A. (2009) Menyatakan bahwa Jamur akan lebih mudah tumbuh jika jagung yang basah disimpan dalam ruang yang panas dan lembab. Apabila jamur yang tumbuh menghasilkan racun maka racun tersebut akan berpengasruh buruk pada ternak. Racun tersebut dapat menyebabkan kanker hati terutama pada ternak itik yang sensitif terhadap racun afaltoksin dan dapat menurunkan kekebalan tubuh sehingga dapat menurunkan produksi.
Jamur dapat menghasilkan racun seperti aflatoksin, ocratoksin dan fusariotoksin. Adanya racun tersebut akan mengakibatkan penurunan sistem kekebalan tubuh ternak, gangguan pada organ bahkan kematian.Tumbuhnya jamur pada jagung disebabkan karena kadar air jagung yang masih tinggi atau bisa juga karena gudang penyimpanan yang lembab. Jagung yang berjamur ini jika masih tetap digunakan dapat merugikan peternak karena jamur dapat menyebabkan penurunan  kadar nutrisi pada jagung (Rohaeni,dkk,2006).
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi mutu suatu jagung yaitu: Umur panen jagung, pemanenan  jagung yang kadaluarsa (dengan umur ynag terlalu tua) dapat menimbulkan kerusakan karena pengaruh kelembaban dan terlalu kering (panas) yand terjadi dilapangan, pengkelasan mutu yang merupakan suatu usaha mengklaifikasikan komoditas jagung berdasarkan standar mutu yang berlaku.
           
Kadar Aflatoksin
Hasil yang didapat dari pengamatan secara kadar aflatoksin setelah ditarok dibawah lampu ultra violet memberikan warna yang unik seperti kunang-kunang yang menyala dalam kegelapan dan hasil yang didapat dari jumlah partikel yang dihitung yaitu sebanyak 36 yang berpendar seperti kunang-kunang. Hasil pengamatan kandungan afaltoksin pada jagung yang diuji dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4. Kandungan Aflatoksin Pada Jagung yang Diuji
No
Bahan yang di uji
Hasil
Keterangan
1
Jagung 1
88
Kualitas abik
2
Jagung 2
74
Kualitas baik
3
Jagung 3
105
Kualitas baik
4
Jagung 4
85
Kualitas baik
5
Jagung 5
70
Kualitas baik
           
Jadi setiap jagung mengandung aflatoksin tapi masih  dibawah ambang batas maksimum dari semua sampel yang diperoleh menunjukan bahwa jagung tersebut mengandung aflatoksin yang dapat membahayakan kesehatan manusia dan ternak.
Menurut Nia Yuliani (2008) menyimpulkan bahwa sejumlah sampel jagung yang diperoleh mengandung aflatoksin B1 dengan kadar masih di bawah ambang batas maksimum Council for Agricultural Science and Technology yaitu 200 ppb dan sampel pakan ayam tersebut mayoritas (76% dari 50 sampel) mengandung aflatoksin B1 melampaui ambang batas maksimum menurut Council for Agricultural Science and Technology yaitu 20 ppb.
Menurut Aryanda. S.(2006) Menyatakan bahwa Aflatoksin dapat dihasilkan dari jagung, gandum dan kacang kedele yang disimpan ditempat dengan kelembaban yang relatif tinggi dengan suhu sedang kondisi lingkungan seperti suhu dan kelembaban sangat berperan dalam munculnya aflatoksin.
Jagung dan pakan ayam sangat potensial untuk dicemari oleh cendawan-cendawan penghasil aflatoksin, penelitian bertujuan untuk mengetahui kadar aflatoksin B1 pada jagung dn pakan ayam yang dikumpulkan dari beberapa pasar di daerah Bogor. Sampel diambil dari lima lokasi pasar yaitu, Pasar Bogor, Pasar Gunung Batu, Mayor Oking, Pasar Anyar dan Pasar Empang. Masing-masing lokasi diambil 10 sampel jagung dan 10 sampel pakan. Metode analisis yang dipakai adalah ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay). Sri Rahmawati, Tutu Romdoni (2008).

Test Sekam
Kandungan sekam umumnya kurang dari 13 %, namun seringkali ditemukan dedak padi yang kandungan sekamnya lebih dari 15%. Untuk menhindari penggunakan penggunaan dedak padi dengan kandungan sekam lebih dari 15%, perlu dilakukan test dengan Flourogucinol. Uji dengan flouroglucinol ini juga bisa mendeteksi jika dedak padi di campur atau terkontaminasi dengan serbuk gergaji, karena pada prinsipnya flouroglucinol bereaksi dengan lignin yang ada dalam kulit padi.
Fluoroglucinol adalah bahan untuk melakukan test kandungan sekam pada dedak padi (Li-Test). Kandungan sekam mempunyai korelasi positif terhadap kandungan serat kasar. Semakin tinggi kandungan sekam, semakin tinggi juga kandungan serat kasarnya. Oleh karena itu perlu ada batasan dan teknik untuk mengetahui apakah kandungan sekam normal atau tidak. Kandungan sekam umumnya kurang dari 13 %, namun seringkali ditemukan dedak padi yang kandungan sekamnya lebih dari 15%.
Prinsip kerjanya berdasarkan sifat Fluoroglucinol yang tidak bereaksi dengan dedak namun memberikan warna merah pada kulit padi (sekam). Uji dengan fluoroglucinol ini juga bisa mendeteksi jika dedak padi di campur atau terkontaminasi dengan serbuk gergaji, karena pada prinsipnya flouroglucinol bereaksi dengan lignin yang ada dalam kulit padi.
Menurut  Adi, N. (2003) menyatakan bahwa dedak dengan kualitas yang baik mempunyai cirri-ciri sebagai berikut : berwarna coklat merah dan tidak mengumpal. Pengumpalan ini terjadi biasanya disebabakan oleh kadar air yang tinggi, tidak ada bau “tengik” (rancid), bau tengik dapat disebabkan oleh proses oksidasi (karena dedak banyak mengandung asam lemak tak jenuh) serta tempat, cara dan lama penyimpanan dedak yang kurang memenuhi syarat.
Setelah melakukan test sekam dengan larutan phloroglucinol 1% dari masing-masing sampel satu gram yang telah ditunggu selam 10 menit, maka hasil yang didapat, yaitu berwarna merah yang menandakan kadar sekam, dedak padi dengan kandungan sekam yang tinggi mempunyai kualitas nutrisi yang rendah. Jadi kualitas sekam yang didapat kandungan nutrisi nya rendah.
Tabel 8. Test Sekam Dengan Larutan Phloroglucinol 1%.
Bahan yang Diuji
Hasil
Keteranagn
Dedak kelompok 1
± 20%
Kualitas Jelek
Dedak kelompok 2
± 20%
Kualitas Jelek
Dedak kelompok 3
± 20%
Kualitas Jelek
Dedak kelompok 4
± 20%
Kualitas Jelek

Kandungan sekam mempunyai korelasi positif terhadap kandungan serat kasar. Semakin tinggi kandungan sekam, semakin tinggi juga kandungan serat kasarnya. Oleh karena itu perlu ada batasan dan teknik untuk mengetahui apakah kandungan sekam normal atau tidak. Kandungan sekam umumnya kurang dari 13 %, namun seringkali ditemukan dedak padi yang kandungan sekamnya lebih dari s5%.http://smk3ae.wordpress.com/2009/05/01/upaya-peningkatan-mutu-dan-daya-guna-limbah-dedak-padi-2/
Dedak padi kelompok 5 dibeli ditokoh Din Jaya yang beralamatkan Tugu juang, dedak padi dari tokoh tersebut memberikan kualitas nutrisi yang rendah, kualitass diketahui setelah dilakukannya test terhadap dedak padi yang telah dicampurkan dengan larutan phloroglucinol 1% melalui sebarn warna merah yang merata.

Test Terhadap Bahan Anorganik
Kadar abu pada pakan berhubungan dengan kadar mineral yang terdapat pada pakan tsb. Semakin tinggi kadar abu, semakin tinggi mineralnya. Sedangkan kadar air berhubungan dengan kualitas pakan secara umum. Pakan dengan kadar air tinggi, akan mudah terkontaminasi mikroba, yang akan menurunkan kandungan nutrisinya.http://sl.biotrop.org/tanya.php?page=70&limit=10

Tabel 9. Hasil pengamatan  Terhadap Kandungan Sulfat
Kelompok
Bahan yang diuji
Hasil
Keterangan
1
Jagung

Dedak padi

Top mix
Tidak ada endapan putih
Tidak ada endapan putih
Tidak ada endapan putih
Tidak mengandung sulfat

Tidak mengandung sulfat

Tidak mengandung sulfat
2
Bungkil inti sawit
Bungkil kedele

Serbuk batu bata
Tidak ada endapan putih
Tidak ada endapan putih
Tidak ada endapan putih
Tidak mengandung sulfat

Tidak mengandung sulfat

Tidak mengandung sulfat
3
Tepung ikan

Bungkil inti
sawit
Tepung kerang
Tidak ada endapan putih
Tidak ada endapan putih
Tidak ada endapan putih
Tidak mengandung sulfat

Tidak mengandung sulfat

Tidak mengandung sulfat
4
Jagung

Bungkil kedele

Top mix
Tidak ada endapan putih
Tidak ada endapan putih
Tidak ada endapan putih
Tidak mengandung sulfat
Tidak mengandung sulfat
Tidak mengandung sulfat
\
Kandungan asam amino dedak, walaupun lengkap tapi kuantitasnya tidak mencukupi kebutuhan ikan, demikian pula dengan vitamin dan mineralnya.http://www.smallcrab.com/forex/1-makemoney/495-kandungan-nutrisi-bahan-baku-nabati-pakan-ikan
Menurut (Markam soemarmo, 2005) menyatakan bahwa proses dekomposisi yang terlalu cepat dapat memicu kemunculan bibit penyakit dan untuk menghindarinya, media tanam harus sering diganti. Oleh karena itu, penmbahan unsure hara sebaiknya harus tetap diberikan sebelum bahan media tanam tersebut mengalami dekomposisi.
Tabel 10. Hasil pengamatan  Terhadap Kandungan Klorida
Kelompok
Bahan yang diuji
Hasil
Keterangan
1
Jagung

Dedak padi

Top mix
Tidak ada endapan putih
Tidak ada endapan putih
Tidak ada endapan putih
Tidak mengandung klorida
Tidak mengandung klorida
Tidak mengandung klorida
2
Bungkil inti sawit
Bungkil kedele

Serbuk batu bata
Tidak ada endapan putih
Tidak ada endapan putih
Tidak ada endapan putih
Tidak mengandung klorida
Tidak mengandung klorida
Tidak mengandung klorida
3
Tepung ikan

Bungkil inti sawit
Tepung kerang
Tidak ada endapan putih
Tidak ada endapan putih
Tidak ada endapan putih
Tidak mengandung klorida
Tidak mengandung klorida
Tidak mengandung klorida
4
Jagung

Bungkil kedele

Top mix
Tidak ada endapan putih
Tidak ada endapan putih
Tidak ada endapan putih
Tidak mengandung klorida
Tidak mengandung klorida
Tidak mengandung klorida

Menurut ( Ika rochdjatun,2000 ) menyatakan bahwa bahan organic akan mengalami proses pelapukan atau dekomposisi yang dilakukan oleh mikroorganisme. Melalui proosesa tersebut, akan dihasilkan karbondioksida (CO2), dan mineral. Mineral yang dihasilkan merupakan sumber unsure hara ynag dapat diserap tanaman sebagai zat makanan.

Tabel 11. Hasil pengamatan  Terhadap Kandungan Karbonat
Kelompok
Bahan yang diuji
Hasil
Keterangan
1
Jagung

Dedak padi

Top mix
Tidak terbentuk buih

Tidak terbentuk buih

Tidak terbentuk buih
Tidak mengandung karbonat
Tidak mengandung karbonat
Tidak mengandung karbonat
2
Bungkil inti sawit
Bungkil kedele
Serbuk batu bata
Terbentuk buih

Terbentuk buih
Tidak terbentuk buih
Mengandung karbonat

Mengandung karbonat
Tidak mengandung karbonat
3
Tepung ikan

Bungkil inti sawit
Tepung kerang
Tidak terbentuk buih

Tidak terbentuk buih

Tidak terbentuk buih

Tidak mengandung karbonat
Tidak mengandung karbonat
Tidak mengandung karbonat
4
Jagung

Bungkil kedele

Top mix
Tidak terbentuk buih

Tidak terbentuk buih

Terbentuk buih
Tidak mengandung karbonat
Tidak mengandung karbonat
Mengandung karbonat

Menurut ( Sastrahidayat,2008) menyatakan bahwa bahan anorganik adalah bahan dengan kandungan  unsure mineral tinggi yang berassal dari pelapukan batuan induk didalam bumi. Proses pelapukan tersebut diakibatkan
oleh berbagai hal, yiatu pelapukan secaraa fisik, biologi, mekanik dan kimiawi.
Tabel 12. Hasil pengamatan  Terhadap Kandungan Garam
Kelompok
Bahan yang diuji
Hasil
Keterangan
1
Jagung
0.2
Mengandung garam
2
Dedak padi
0.2
Mengandung garam
3
Tepung ikan
0.2
Mengandung garam
4
Bungkil kelapa
-
Tidak mengandung garam
           
Menurut  (Hari purnomo,2000) menyatakan bahwa bahan anorganik juga bias berasal dari bahan-bahan sintesis atau kimia yang dibuat di pabrik. Beberapa media anorganik yang sering dijadikan sebagai media tanam, yaitu gel, pasir, pecahan batu bata, spons, tanah liat, vermikulit dan perlit.

Test Aktivitas Urease
Test aktivitas urease dapat dilakukan dengan menghitung secara kualitatif melalui konversi urea menjadi gas ammonia yang terdapat pada phenol red indicator.
Urea mengandung protein tinggi sehingga dapat dimasukkan kedalam bahan makanan sebagai pengganti kacang kedele oleh orang-orang pintar untuk mengelabuhi para konsumen.
Urease adalah berupa enzim yang bekerja terhadap urea yang menghasilkan karbondioksida dan ammonia.

Tabel 13. Hasil Pengamatan Terhadap Aktivitas Urease

Bahan yang Diuji

Hasil

Keterangan
1.                  Bungkil kedele
Overcooked
Tidak terjadi perubahan warna
2.                  Bungkil kedele
Overcooked
Tidak terjadi perubahan warna
3.                  Bungkil kedele
Overcooked
Tidak terjadi perubahan warna
4.                  Bungkil kedele
Overcooked
Tidak terjadi perubahan warna

Indikator.
  1. 0.1 gr Tepung kedele mentah + 9.9 gr Tepung bungkil kedele
  2. 0.3 gr Tepung kedele mentah + 9.7 gr Tepung bungkil kedele
  3. 0.5 gr Tepung kedele mentah + 9.5 gr Tepung bungkil kedele
  4. 0.7 gr Tepung kedele mentah + 9.3 gr Tepung bungkil kedele
  5. 0.9 gr Tepung kede le mentah + 9.1 gr Tepung bungkil kedele
  6. 1.1 gr Tepung kedele mentah + 8.9 gr Tepung bungkil kedele
Bungkil kedele standar 1-11 %, yaitu permukaan partikel yang berwarna merah lembayung sebanyak 25% ~ Moderate active.
Namun kandungan metionin dalam bungkil kedelai rendah sehingga perlu di fortifikasi atau ditambahkan dari luar.Penggunaan bungkil kedelai dalam ransum non ruminansia dianjurkan tidak melebihi 40%, sedang kekurangan metionin dapat dipenuhi dari tepung ikan atau metionin buatan pabrik. http://peternakan.litbang.deptan.go.id/publikasi/lokakarya/lklc05-10.pdf

Fraksinasi Bahan Makanan Ternak
Tabel 14. Persentase distribusi dan pengamatan organoleptik bahan pakan hasil fraksinasi menggunakan vibrator ball mill
Kelompok
Bahan yang diuji
No.
saringan
Ukuran saringan
Berat (gr)
Farksi (%)
Tekstur
1
Bungkil inti sawit
1
2
3
4
5
1.4 mm
1.0 mm
7.0 µm
250 µ
90 µ
84.1
117.6
69.6
27.5
0.1
28.03
39.2
23.2
9.17
0.03
Kasar
Agak halus
Halus
Halus
Halus
Jumlah



298.9
99.63

2
Dedak padi
1
2
3
4
5
1.4 mm
1.0 mm
7.0 µm
250 µ
90 µ
93.5
22.7
84.5
69.5
18.6
31.17
7.57
28.17
23.17
6.2
Kasar
Agak kasar
Agak halus
Halus
Sangat halus
Jumlah



288.8
96.8

3
Jagung
1
2
3
4
5
1.4 mm
1.0 mm
7.0 µm
250 µ
90 µ
191.1
13.1
27.7
54.8
1.7
63.7
4.37
9.23
18.27
0.57
Kasar
Kasar
Halus
Halus
Sangat halus
Jumlah



288.4
96.14

4
Tepung ikan
1
2
3
4
5
1.4 mm
1.0 mm
7.0 µm
250 µ
90 µ
128.4
38.1
76.2
54.6
1.8
42.8
12.7
25.4
18.2
0.6
Agak kasar
Agak halus
Halus
Halus
Sangat halus
Jumlah



299.1
99.7

           
Dari data diatas dapat diketahui bahwa dari semua bahan pakan yang telah melalui proses fraksinasi, masing-masing mempunyai berat, fraksi dan tekstur yang berbeda-beda. Nilai fraksi terbesar 71.8% oleh bungkil kelapa dengan berat 215.5 gr, sedangkan nilai fraksi terkecil yaitu bungkil inti sawit dengan nilai farksi 0.03% dan berat 0.1 gr.
Fraksinasi bahan makanan ternak merupakan salah satu contoh pengujian mutu terhadap bahan pakan. Pengujian mutu suatu produk didefinisikan sebagai gabungan sifat-sifat yang khas yang terdapat dalam suatu produk serta berpengaruh secara nyata terhadap penentuan derajat peneriamaan produk kekonsumen  (Adriyanti, 2005 ). Menurut pengertian harfiahnya, pengujian ini bertujuan untuk menguraikan suatu kesatuan bahan menjadi unsur-unsurnya atau untuk menentukan komposisi kesatuan tersebut.
Yang disebut bungkil kelapa ini biasanya adalah hasil sisa dari pembuatan dan ekstraksi minyak kelapa yang didapat dari daging kelapa yang telah dikeringkan terlebih dahulu. Sangat baik diberikan pada sapi perah sebab dapat meningkatkan kadar lemak susu sehingga meningkatkan kualitas susu. Pemberiannya tergantung pada berat badannya yaitu antara 1.5 – 2.5 kg/ekor/hari. Sedangkan untuk babi antara 0.7 http://www.docstoc.com/docs/23107872/Kajian-Awal-Sintesa-Biodiesel-dari-Minyak-Dedak-Padi-Proses-/


PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan praktikum yang dilaksanakan adalah bahwa selain mempelajari tentang pembutan pakan ternak, juga membahas tentang fungsi dari setiap alat-alat yang digunakan dalam pratikum industri makanan ternak dan saran serta prasarananya, membantu mahasiswa dalam penyelarasan matrei kuliah dengan kondisi dilapangan, membantu mahasiswa untuk mengenal alat-alat yang digunakan dalam pratikum industri makanan  ternak serta fungsi dari setiap alat tersebut, mahasiswa dapat mempraktekan langsung dalam formulasi ransum.
Bahan pakan yang ada dikota jambi kualitasnya jelek. Jika bahan pakan tersebut dibuat sebagai pakan  (ternak atau  unggas)  maka menghasilkan pakan yang tidak berkualitas Dengan pakan yang tidak berkualitas maka hasil dari ternak juga tidak maksimal.

Saran
Saran pada praktikum ini adalah sebaiknya para seluruh praktikan dapat lebih bisa diatur dalam pembagian jadwal praktikum dan juga kiranya asisten dosen dapat turut ikut berpartisipasi membantu praktikan dalam pelaksanaannya, sehingga praktikan lebih memahami tentang materi yang dilaksanakan.











DAFTAR PUSTAKA
Amrullah, I.K. (2004). Nutrisi Ayam Broiler. Cet III. Bogor: Lembaga Satu Gunungbudi

Anggorodi. 1990. Mutu Dan Kualitas Pakan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Anggorodi. 2000. Ransum-ransum Komersial Pakan Unggas. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Anonim.(2007).Pembuatan Pakan Berbentuk Pellet.http://primamandiri.blogspot. com/2007/12/pembuatan pakan bentuk pellet.html.

Anton .1984.mutu dan Kualitas Pakan.UI Press.Jakarta.

Aris.1983.Kriteria Pakan Berkualitas.UI Press.Jakarta. Yogyakarta.

Bambang. 1994. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Universitas Gajah Mada Press.
                           Yogyakarta.

Bambang .(1997).Pellet Lebih Ekonomis.Gajah Mada Pres.

Darmawanto.1983.Teknik Laboratorium .UGM Press.Yogyakarta

Rafindran. 1994. Pemberian Ransum Unggul. Gramedia. Jakarta.

Haris.1987.Penolahan Pakan Ternak.UGM Press.Yogyakarta.

Ichwan, W.M. (2003). Membuat Pakan Ayam Ras Pedaging. Cet I. Jakarta: PT.   
                                    Agromedia Pustaka

Lukman.1983.Pemberian Ransum Unggul.Gramedia.Jakarta.
Rasyaf. 1997. Pengenalan Pakan Ternak. Universitas Indonesia Press. Jakarta

Rasyaf. 1990. Teknik Laboratorium Non Ruminansia. Universitas Gajah Mada    
                      Press. Yogyakarta.

Rasyaf, M. (2004). Beternak Ayam Pedaging. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sarmono, B. (2007). Beternak Ayam Buras. Jakarta: Penebar Swadaya.

Supriyadi.1987.Pengenalan Pakan Ternak.UI Press.Jakarta.

Tillman. 1999. Ransum-ransum Unggas. Universitas Indonesia Press. Jakarta

Wahyu.1990.Ilmu Makanan Ternak Unggas.Intan Pariwara.Jakarta.


















LAMPIRAN
  1. Kerapatan bahan
Kelompok 1                                                               

Berat nampan              : 67 gr
Bungkil kedele            : 159,64 × 4
                                    : 637,6 gr/l
Dedak halus                : 102,6  × 4
                                    : 410,4 gr/l
Bungkil kelapa            : 150,3 × 4
                                    : 601,2 gr/l

Kelompok 2
Berat nampan              : 58,5 gr
Bungkil kedele            : 170,8 × 4
                                    : 583,2 gr/l
Dedak halus                : 121,6 × 4
                                    : 486,4 gr/l
Bungkilnkelapa           : 147 × 4
                                    : 588 gr/l

Kelompok 3
Berat nampan              : 68 gr
Bungkil kedele            : 157,4 × 4
                                    : 629,6 gr/l
Dedak halus                : 125 × 4
                                    : 500 gr/l
Bungkil kelapa            : 155 × 4
                                    : 620 gr/l

Kelompok 4
Berat nampan              : 66,9 gr
Bungkil kedele            : 170,5 × 4
                                    : 682 gr/l
Dedak halus                : 111 × 4
                                    : 444 gr/l
Bungkil kelapa            : 150,8 × 4
                                    : 603,2 gr/l


Kelompok besar
Berat nampan              : 66,5 gr
Jagung                         : 179,8 × 4
                                    :719,2 grl
Tepung kedele             : 92 × 4
                                    : 368 gr/l

  1. Kualitas bahan baku
Metode penyaringan
  1. Jagung B1
Pecah =        Rusak
Mati                     Kotoran
Jamur
  1. Jagung B2
Pecah                  Rusak
Mati          Kotoran
Jamur
  1. Jagung B3
Pecah                 Rusak
Mati                    Kotoran
Jamur
  1. Jagung B4
Pecah                     Rusak
Mati           Kotoran
Jamur