Kamis, 09 Mei 2013

GINJAL


BAB V: GINJAL

Fungsi Ginjal:
  1. Mengatur keseimbangan komposisi air dan ion anorganik di dalam tubuh.
  2. Mengeliminasi atau mengambil hasil sisa metabolisme dan mengekresikan melalui urin.
  3. Mengeliminasi senyawa kimia, termasuk racun yang tidak berguna bagi tubuh dari darah dan mengekresikan melalui urin.
  4. Sebagai penghasil hormon:
    1. Erythropoietin yang mengontrol produksi eritrosit darah.
    2. Renin yang mengontrol pembentukan angiotensin untuk mengontrol tekanan darah dan keseimbangan natrium darah.
    3. 1,25-dihydroxyvitamin D3 sebagai pengatur keseimbangan kalsium.

Struktur Ginjal dan Sistim Urinari
            Di dalam tubuh terdapat sepasang ginjal kanan dan kiri (Gambar 5.1. Satu sisi ginjal) yang terletak pada bagian belakang rongga perut. Pada ginjal terdapat lebih dari satu juta unit nephron yang menjalankan fungsi ginjal.
                  

Gambar 5.1. Ginjal dan bagian-bagiannya


Bagian-bagian nephron terdiri dari:
1.      Sebuah glomerulus yang tersusun oleh kapiler darah untuk mensuplai darah melalui afferent artiola dan kapsul Bowman (Gambar 5.2).
2.      Sebuah tubule yang keluar dari kapsul Bowman dibagi menjadi 4 segmen: proximal tubule, loop Henle, distal tubule dan saluran penampungan (collecting duct; Gambar 5.3).

 
 



           

Gambar 5.2. Beberapa unit nephron dan hubungannya dengan kapiler darah

Glomerular capsule = Kapsul Bowman
Kapiler darah bisa dalam bentuk artery (arteri=merah) atau vein (vena=biru).
 
 
             
Gambar 5.3. Unit nephron yang pada dasarnya terdiri dari kapsul glomerulus (kapsul Bowman) kapiler darah (afferent dan efferent arteriola) dan 4 segmen tubule.


            Distal tubule dari banyak nephron secara bersama menbentuk collecting duct, dan menjadi saluran renal pelvis, yang dari sini selanjutnya urin menuju ureter sebelum akhirnya ditampung pada bladder (kandung kemih). Efferent arteriola meninggalkan kapiler glomerulus dan bercabang menjadi kapiler peritubular yang akan mensuplai tubule dengan hasil penyaringannya.


Mekanisme Kerja Ginjal
Ada empat mekanisme kerja ginjal (Gambar 5.4):
1. Glomerular filtration/Penyaringan glomerular/Filtrasi,
2. Reabsorpsi tubular/reabsorpsi dan
3. Sekresi tubular/sekresi.
4. Excretion/ekskresi


Filtrasi (Senyawa/zat dari plama kapiler glomerulus masuk ke kapsul Bowman); Reabsorpsi (penyerapan kembali dari tubule ke kapiler darah yang terjadi pada bagian proximal tubular); Sekresi (beberapa senyawa kimia pada plasma kapiler masuk kembali ke tubule pada bagian distal tubule) dan ekskresi/excretion (mengeluarkan kelebihan atau sisa zat sampah ke luar melalui urin).
 
 


Gambar 5.4. Proses filtrasi, reabsorpsi dan sekresi
 
               

Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi glomerular, kurang lebih 450 – 600 liter/hari pada sapi dan 180 liter/hari pada manusia, cairan plasma kecuali protein disaring pada kapsul Bowman. Filtrat (hasil saringan) glomerulus ini mengandung semua senyawa kecuali protein dan senyawa yang terikat oleh protein. Filtrasi glomerular dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik pada kapiler darah di bagian glomerulus, kemudian disisi lain adanya tekanan hidrostatik pada kapsul Bowman dan tekanan osmotik yang disebabkan oleh konsentrasi protein pada plama kapiler glomerulus. 
Contoh: tekanan hidrostatik glomerus 55 mmHg – (tekanan hidrostatik kapsul Bowman 15 mmHg + tekanan osmotik akibat konsentrasi protein pada plama kapiler glomerulus 30 mmHg) = terjadi beda tekanan 10 mmHg lebih besar pada bagian glomerulus dibanding pada kapsul Bowman. Perbedaan tekanan inilah yang menyebabkan terjadinya perpindahan cairan plama darah dari glomerulus ke kapsul Bowman.
   
Gambar 5.5. Reabsoprsi natrium dan glukosa pada bagian proximal tubule ginjal

Pada waktu hasil saringan/filtrat sudah berada di tubule, beberapa senyawa diserap kembali (reabsorpsi) masuk de dalam kapiler peritubular. Reabsorpsi terjadi sangat besar terutama untuk semua senyawa yang masih akan digunakan oleh tubuh termasuk berbagai macam ion dan air (Gambar 5.5 dan 5.6), tetapi tidak demikian halnya untuk senyawa-senyawa yang sudah tidak berguna bagi tubuh atau zat sampah.                
             

Gambar 5.6. Hubungan antara reabsorpsi Na+ dan Cl- yang kemudian diikuti oleh H2O
Reabsorpsi terjadi dengan cara carrier-mediated mechanism (transport mol/ion dengan batuan molekul/zat perantara) dan juga dilakukan dengan cara diffusi dan osmosis. Cara reabsorsi dengan cara pertama tersebut terkadang sampai pada batas maksimal/ambang jenuh. Hal ini disebabkan terlalu banyaknya molekul/zat yang harus di reabsorpsi dengan cara carrier-mediated mechanism tersebut sehingga tidak mampu direabsoprsi dan akhirnya lansung dibuang bersama/dalam bentuk urin.  Untuk cara difusi molekul/zat/ion dan osmosis untuk air terjadi apabila ada perbedaan konsentrasi pada kedua tempat, yaitu konsentrasi tinggi pada bagian tubule dan rendah pada bagian kapiler.
                       

Gambar 5.7. Cotransport (Na+  dan Cl- ) dan countertranport (Na+ dan K+).


Proses sekresi yaitu terjadinya perpindahan (difusi) molekul/ion dari kapiler peritubular ke cairan interestial diluar membran epitel tubule. Paling banyak disekresikan adalah ion hidogen (H+) dan kalium (K+). Sekresi dapat dikatakan sebagai tambahan proses penyaringan untuk menambah molekul/ion masuk ke dalam tubule (Gambar 5.11).
            Natrium (Na+) tersaring pada glomerulus secara bebas, tetapi mengalami reabsorpsi dengan cara transport aktif sehingga sangat tergantung adanya pompa Na, K-ATP pada membran epitelium tubule (Gambar 5.7). Reabsorpsi natrium juga dilakukan dengan cotransport (terikat/bersama molekul glukosa, asam amino dan Cl-), dan juga dengan cara countertransport (berlawanan/yang satu masuk yang lain keluar, dalam hal ini ion K+ dan H+ sebagai lawannya). Selanjutnya setelah terjadi reabsoprsi natrium akan terjadi perbedaan tekanan osmotik dimana tekanan osmotik pada bagian tubule lebih tinggi dibanding tekanan osmotik pada kapiler, sehingga air akan ikut masuk dari tubule ke bagian kapiler.

Gambar 5.8. Reabsopsi pada tuble (saluran ginjal) untuk menjaga keseimbangan air.


jumlah yang stabil. Dengan kata lain adanya ADH akan mengurangi ekskresi air melalui urin karena permeibilitas membran tubule terhadap air meningkat.

 
Kejadian lain adalah terjadinya reabsorpsi air pada bagian akhir distal tubule dan collecting duct oleh adanya hormon ADH (antidiuretic hormon) yang disekresikan oleh posterior pituitaria. Sekali lagi hal ini terjadi untuk menjaga keseimbangan air dalam     
      
Gambar 5.9.  Perbedaan osmolarity pada berbagai tempat sepanjang tubule


Secara keseluruhan dapat dilihat pada gambar berikut (Gambar 5.8 dan 5.9) peristiwa bagaimana reabsorpsi yang terjadi sepanjang tubule (saluran) mulai dari distal tubule sampai collecting tubule. Inilah yang disebut sistim multipel countercurrent utamanya terjadi di loop Henle. Hal ini terjadi karena filtrat (cairan) yang mengalir pada tubule bagian descending (menurun) kemudian berubah arah (countercurrent) menuju bagian ascending (naik) pada loop Henle tersebut.
Aliran filtrat dalam tubule tersebut, air berosmosis dan natrium berpindah dengan transport aktip, terjadilah perbedaan tekanan osmosis (osmolarity) mulai dari proximal tubule sampai collecting duct seperti pada gambar 5.9. Akhirnya, hasil penyaringan akan terus berjalan sepanjang tubule masuk pada bagian collecting duct, selanjutnya menuju ureter dan akhirnya terkumpul pada kandung kemih (bladder) dalam bentuk urin yang jumlahnya semakin banyak sejalan bertambahnya waktu. Dengan semakin banyaknya urin yang terbentuk/terkumpul pada kandung kemih maka akan mencapai batas maksimal. Hal ini akan menyebabkan kontraksi otot polos kandung kemih yang merupakan rangsangan bagi reflek syaraf parasimpatik untuk bekerja memerintahkan pengeluaran urin dari kandung kemih atau disebut micturition.

Pengaturan Keseimbangan Natrium dan Air
I.       Bertambahnya air dalam tubuh dapat melalui air minum dan air metabilisme (dari proses metabolisme), kemudian kehilangan air dari dalam tubuh dapat melalui urin, saluran pencernaan yang keluar bersama feses, melalui kelenjar keringat dan melalui respirasi.
II.    Kurang lebih 2/3 air di dalam tubuh adalah intraselular (di dalam sel) dan 1/3 adalah extraseluler (di luar sel).
                
Gambar 5.10. Keseimbangan Natrium yang air diatur secara hormonal pada ginjal.
III. Untuk natrium dan air, keseimbangannya di dalam tubuh (kontrol homeostatik) diatur terutama oleh ekskresi melalui ginjal (Gambar 5.10).

Keseimbangan natrium dan air diatur oleh sistim hormonal yaitu oleh hormon ADH dan aldosteron yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal bagian kortek. ADH akan meningkatkan reabsorpsi molekul air sedangkan hormon aldosteron akan menyebabkan terjadinya reabsorpsi natrium pada bagian distal tubule (Gambar 5.10).  Aldosterone tidak hanya meningkatkan reabsorpsi natrium tetapi juga akan meningkatkan ekskresi kalium.

Pengaturan keseimbangangan ion hidrogen (H+)
Secara keseluruhan keseimbangan hidrogen ditentukan oleh hasil metabolisme, kemudian kehilangan melalui feses dan urin. Unsur penentu tersebut sangat ditentukan oleh kerja ginjal atau yang disebut pengaturan keseimbangan hidrogen oleh ginjal. Istilah buffer dalam hal ini adalah bagaimana ginjal mempertahankan konsentrasi hidrogen tetap dalam konsentrasi normal. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan mengkombinasikan dengan ion lain seperti bikarbonat (HCO3-) dengan tujuan untuk mengurangi ion hidrogen dan juga dengan protein intraseluler.
Ginjal tidak hanya mengekskresikan ion hidrogen tetapi juga mereabsorpsi bikarbonat. Kedua proses ini membutuhkan sekresi ion hidrogen pada tubule dalam prosesnya  yang dibantu oleh enzim karbonik anhidrase.  Selanjutnya ion hidrogen tersebut dikombinasikan dengan amonia disekresikan oleh tubule (Gambar 5.11).
              
Gambar 5.11. Regulasi (keseimbangan) ion hidrogen pada ginjal.

DAFTAR PUSTAKA


Fox, S.I. 1999. Human Physiology. McGrow-Hill Pub. Company, New York.

Frandson, R.D. 1986. Anatomy and Physiology of Farm Animal, 4th. Ed. Lea and Febriger, Phladelphia.

Hadly, M.E. 1984. Endocrinology. Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey.

Vander, A.J.; Sherman, J.H. and D.S. Luciano. 1990. Human Physiology. McGrow-Hill Pub. Company, New York.

ENDOKRIN


BAB IV: ENDOKRIN


            Endokrinologi merupakan bagian dari Fisiologi yaitu mempelajari hormon/ senyawa kimia yang berfungsi sebagi pembawa pesan (chemical messager) yang disekresikan oleh kelenjar endokrin (kelenjar tanpa saluran/ductless gland) dan jaringan tertentu yang berfungsi mengatur aktivitas sel/jaringan lain di dalam tubuh.

Stuktur Hormon dan Sintesisnya
  1. Hormon amine, termasuk hormon ini adalah hormon tiroid (tiroksin dan triiodotironin) dan katekolamin (epineprin/adrenalin dan norapineprin/ noradrenalin) yang disekresikan oleh kelenjar medulla adrenal.
  2. Hormon steroid, diproduksi dari kholesterol oleh kortek adrenal, kelenjar gonad (ovari dan testis) dan plesenta pada waktu hamil. Hormon yang diproduksi oleh kortek adrenal adalah aldosteron, kortisol dan androgen. Sedangkan hormon yang dihasilkan oleh ovari adalah estradiol dan progesteron, dan yang dihasilkan oleh testis adalah testoteron.
  3. Hormon peptida/protein, merupakan mayoritas hormon yang ada di dalam tubuh, selain hormon-hormon tersebut di atas.
Hormon peptida dan amine terlarut dalam air, sedangkan hormon steroid sebaliknya tidak terlarut dalam air, beredar keseluruh tubuh terikat oleh protein. Hormon yang telah digunakan atau tidak digunakan dihancurkan oleh hati dan ginjal kemudian diekskresikan (dikeluarkan) dari dalam tubuh. Pada prinsipnya setelah disekresikan beberapa jenis hormon akan dimetabolisme menjadi molekul yang lebih aktip pada sel/jaringan/organ target.


Tabel 4.1. Beberapa kelenjar endokrin dan hormon yang dihasilkan serta fungsinya

Endokrin dan hormon yang dihasilkan
Fungsi
1. Hipotalamus
      - Releasing hormon (RH)
Sekresi hormon oleh anterior pituitaria.
      - Oxytocin
Milk let down (keluarnya air susu) dan kontraksi uterus.
      -Vasopresin (ADH=antidiuretic hormone)
Exkresi air oleh ginjal dan tekanan darah.
2. Anterior pituuitaria
      - Hormon pertumbuhan/GH (growth hormone/ Somatotropin)
Pertumbuhan: sekresi IGF-I (insuline growth factor-I) dan metabolisme
      - Thyroid-stumalating hormone (TSH/thyrotropine)
Sekresi hormon dari kelenjar tiroid

Endokrin dan hormon yang dihasilkan
Fungsi
2. Anterior pituuitaria (lanjutan…..)
      - Adrenocorticotropic hormone (ACTH)
Sekresi hormon dari kortek adrenal
      - Prolaktin
Pertumbuhan kelenjar susu dan sintesis susu
- Hormon gonadotropin: FSH (follicle stimulating hormon dan LH (luteinizing hormone)
produksi gamet dan sekresi hormon reproduksi
3. Posterior pituitaria
    - Hanya sebagai penampung hormon dari    hypothalamus (oxytocin dan vasopresin)

4. Kortek adrenal                                                   
      - Kortisol
Metabolisme, reaksi terhadap stress dan sistim kekebalan tubuh
      - Androgen
Rangsangan sex pada betina
      - Aldosteron
Ekskresi Na+, K+ dan asam oleh ginjal


5. Medula Adrenal
      - Epineprin (adrenalin) dan Norapineprin  (Noradrenalin)
Metabolisme, fungsi jantung dan reaksi terhadap stress
 6. Tiroid    
      - Tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3)
Metabolisme, pertumbuhan dan fungsi otak
      - Kalsitonin
Mengatur plasma kalsium
7. Paratiroid
    - Hormon paratiroid (parathormon=PTH=PH)
Mengatur plama kalsium dan pospat
8. Ovari (gonad betina)
      - Estrogen
Sistim reproduksi, kelenjar susu dan pertumbuhan
      - Progesteron
      - Inhibin
Menghambat (inhibit) sekresi FSH
      - Relaxin
Relaksasi ligamen servix dan pubik
9. Testes (gonad jantan)
      - Testoteron
Sistim reproduksi dan pertumbuhan
      - Inhibin
Menghambat sekresi FSH
      - Mullerein-inhibiting hormone
Regresi saluran Mullerein
10. Pankreas
      - Insulin, glukagon, somatostatin dan pancreatic polipeptida
Metabolisme dan kadar gula plasma
11. Ginjal
      - Renin – angiotensin II
Sekresi aldosteron dan tekanan darah
      - Erythropoietin
Produksi eritrosit
      - 1,25-dihudroxyvitamin D3
Absorpsi kalsium oleh usus halus
12. Saluran pencernaan
      - Gastrin
Sekresi asam lambung, pertubuhan saluran penc
      - Sekretin
Sekresi bikarbonat dari pankreas dan biliary
      - Cholecystokinin (CCK)
Kontraksi gallbladder (kandung kemih), sekresi enzim pankreas
      - Gluco-dependentinsulinotropic peptide  (GIP) dsb.
Inhibit sekresi asam lambung, sekresi insulin
13. Hati
      -insulin-like growth factor (IGF-I dan II)
Pertumbuhan
14. Thymus
      -Thymosin (thymopoietin)
Fungsi T-lymphocyte

Endokrin dan hormon yang dihasilkan
Fungsi
15. Pineal
      - Melatonin
Dewasa kelamin (sexual maturation)
16. Plasenta
      - Chorionic gonadotropin (CG)
Sekresi oleh korpus luteum
      - Estrogen
Lihat ovari
      - Progesteron
      - Laktogen plasenta
Perkembangan kelenjar susu dan metabolisme


Mekanisme Kerja Hormon
1.      Hormon steroid
Hormon steroid akan berikatan dengan reseptornya yang ada di dalam sitoplasma membentuk komplek reseptor steroid. Komplek reseptor steroid ini bergerak menuju inti sel (nukleus) dimana akan berikatan dengan spesifik protein kromoson (khromatin) untuk memulai sintesis protein. Gabungan antara komplek reseptor steroid dengan khromatin menghasilkan perubahan pada rantai DNA dan menghasilkan m-RNA (m=messenger). Selanjutnya, m-RNA menyampaikan kode untuk sintesis spesifik protein sesuai dengan tipe selnya. Setiap hormon steroid mempunyai reseptornya sendiri (lihat Gambar 4.2).




HYPOTHALAMUS
 
 

Keterangan: GnRH=gonadotropin releasing hormone, GHRH=growth hormone releasing hormone, SS=somatostasine, TRH=tiroid releasing hormone,  PIH=prolactine inhibiting hormone, PRH=prolactine releasing hormone, CRH=corticothropic releasing hormone.

Gambar 4.2.  Mekanisme kerja hormon steroid.


2.  Hormon Peptida
Hormon peptida akan menempel pada reseptornya yang ada pada dinding sel target. Gabungan antara hormon dan reseptor ini akan mengaktipkan enzim adenylate cyclase pada membran untuk merubah ATP menjadi c-AMP. Selanjutnya c-AMP bergabung dengan enzim protein kinase yang tidak aktip sehingga menjadi enzim protein kinase yang aktip sebagai enzim phosporilase (activation of specific enzime; lihat Gambar 4.3).


 
              

Gambar 4.3. Mekanisme kerja hormon peptida pada sel target.

            Contoh bagiamana hormon peptida bekerja dapat dilihat pada Gambar 4.4 berikut. Hormon epineprin dapat menempel pada beta reseptor menghasilkan beta-adrenergic effect atau alpha reseptor menghasilkan alpha-adrenergic effect.
 
 




Gambar 4.4. Contoh mekanisme kerja hormon peptida (epineprin).


Mekanisme Umpan Balik (Feedback Mechanism)
            Pada semua gambar khusus bab endokrin ini akan ditemukn garis putus-putus (---) atau tanda negatip (-) ini artinya merupakan umpan balik negatip (negative feedback). Pada umpan balik negatip, sekresi hormon/molekul/ion pada suatu kelenjar endokrin akan menyebabkan berkurang/berhentinya sekresi hormon/molekul/ion pada kelenjar endokrin yang lain yang dipengaruhinya. Sebaliknya feedback positif yang digambarkan dengan garis penuh ( ___ ) atau tanda positip (+) artinya produksi/sekresi hormon/molekul/ion pada satu kelenjar akan menyebabkan produksi/sekresi hormon/molekul/ion pada kelenjar endokrin yang lain yang dipengaruhinya.
Hipokalsimia (rendahnya kadar Ca2+ pada darah) pada Gambar 4.5 merupakan rangsangan pada kelenjar paratiroid (feedback negatip) untuk mensekresikan hormon paratiroid (PTH) Selanjutnya PTH akan merangsang enzim kortikol 1α-OHase pada ginjal, sehingga 25-OH-D3  berubah menjadi 1,25-(OH)2D3. Atau secara langsung, rendahnya PO4-3 dengan mekanisme feedback negatip mempengaruhi ginjal merangsang enzim kortikol 1α-OHase pada ginjal, sehingga 25-OH-D3  berubah menjadi 1,25-(OH)2D3 atau vitamin D. Vitamin D yang terbentuk ini merangsang reabsorpsi  Ca2+ dari saluran pencernaan (usus), tulang dan dari ginjal itu sendiri. Setelah kadar Ca2+ dalam darah meningkat/tinggi dengan mekanisme negatip feedback akan menekan (inhibit) paratiroid untuk mengurangi/ menghentikan sekresi PTH.

Gambar 4.5. Mekanisme (kontrol) feedback pada sintesis vitamin D.


            Perlu diketahui bahwa sinar matahari tidak mengandung vitamin D. Sinar matahari dengan sinar ultra violetnya akan merubah 7-Dehydrocholesterol menjadi Vitamin D3 pada pada sel kulit. Melalui darah, vitamin D3 dibawa ke hati dan di sini dirubah menjadi  25-OH-D3 yang selanjutnya akan menuju ginjal.


Beberapa Kelenjar Endokrin dan Penyakit/Kelainan Terkait
1. Kelenjar Gondok (Tiroid)
            Kelenjar gondok menjadi sangat populer karena adanya penyakit yang orang kebanyakan menyebutnya dengan penyakit gondok dan orang biasanya mengkaitkan penyakit ini karena kekurangan jodium (I). Bagaimana peranan jodium sehingga dapat menyebabkan penyakit gondok dan bagaimana hubungan antara jodium dengan hormon tiroid dapat dilihat pada Gambar 4.6 berikut.
            Pada gambar terlihat bahwa kelenjar gondok tersusun oleh follikel-folikel yang pada gambar terlihat bahwa sebuah follikel membentuk bulatan atau seperti bola yang kulitnya tersusun oleh sel-sel kelenjar gondok. Pada bagian tengah follikel disebut lumen follikel yang berisi cairan dalam bentuk kolloid.
            Ion jodium (I-) dalam darah masuk kedalam lumen kemudian diubah menjadi jodium (I2) melalui reaksi peroksidasi. Selanjutnya jodium yang ada pada lumen tersebut berikatan dengan thyroglobulin yang terbentuk di dalam sel-sel kelenjar tiroid dan masuk kedalam lumen ikut menyusun pembentuk cairan koloid yang ada di dalam lumen tsb. Gabungan antara thyroglobulin dengan jodium membentuk dua senyawa penting yaitu 3-monoidotyrosine (MIT) dan 3,5 diiodothyrosine (DIT). Dari dua senyawa inilah akan terbentuk dua hormon tiroid yaitu T4/thyroxine yang merupakan gabungan dua molekul/senyawa DIT (DIT + DIT) dan T3/triiodotithyronine yang merukan gabungan satu molekul DIT dan satu molekul MIT (DIT + MIT).
Akhirnya dengan semakin bertambahnya thyroblobulin yang mengisi lumen sebagai cairan koloid maka lumen tersebut akan membesar atau yang disebut dengan penyakit gondok (goiter/pembesaran kelenjar tiroid).
 
Persoalan muncul saat terjadinya kekurangan jodium, disisi lain kebutuhan hormon tiroid (T4 dan T3) selalu diperlukan untuk proses metabolisme di dalam tubuh. Dengan kata lain kebutuhan hormon tiroid tidak akan terpenuhi tanpa adanya jodium karena jodium adalah salah satu unsur pembentuk hormon tiroid disamping thyroglobulin. Tanpa adanya jodium thyroglobulin akan terbentuk terus karena rangsangan oleh TSH juga berlangsung terus, tetapi tidak pernah dapat membentuk baik DIT maupun MIT sehingga tidak bisa menghasilkan T4 dan T3.


Gambar 4.6. Pembentukan hormon tiroid di dalam lumen follikel kelenjar tiroid.


2. Kelenjar Pankreas.
            Pankreas sebagai kelenjar endokrin menghasil diantaranya adalah hormon insulin yang diproduksi oleh sel β, dan glucagon diproduksi oleh sel α. Kedua hormon ini mempunyai fungsi berlawan satu sama lain. Insulin membantu masuknya gula dari darah ke dalam sel sehingga bisa digunakan untuk proses metabolisme.
            Kekurangan (defisiensi) insulin menyebabkan penyakit diabetes mellitus/kencing manis/penyakit gula. Ada dua jenis penyakit gula, pertama diabetes tipe I (insulin-dependent diabetes) yaitu kekurangan hormon insulin disebabkan oleh kerusakan/tidak berfungsinya pancreatic islet (sel β) sehingga hormon tersebut tidak ada/tidak cukup diproduksi. Untuk menolong insulin harus disuntikan/ditambah dari luar.  Kedua adalah diabetes tipe II (insulin-independent diabetes), hormon insulin diproduksi secara normal,
tetapi tidak bisa menjalankan fungsinya yaitu membantu masuknya gula dari darah ke dalam sel sehingga bisa digunakan untuk proses metabolisme.
 
 
              

Gambar 4.7.  Pankreas dan bagian-bagiannya


            Pada skema Gambar 4.8 urutan kejadian akibat kekurangan insulin terlihat bahwa peningkatan kadar gula darah disebabkan baik oleh gagalnya glukosa masuk ke dalam sel maupun oleh hati secara kontinyu mensuplai gula ke dalam darah melalui proses glikolisis (gula dari glikogen) dan glukoneogenesis (gula dari lemak atau protein). Disisi lain lipolisis (pemecahan lemak untuk sumber energi) menghasilkan keton, yang selanjutnya bersama dengan kelebihan gula dalam plasma darah akan diekskresikan bersama urin oleh ginjal. Keluarnya gula dan keton akan membawa juga air, sehingga air dan juga garam gagal direabsoprsi oleh tubular ginjal. Akhirnya dengan banyaknya ekskresi cairan karena gagalnya proses reabsoprsi oleh tubular ginjal, maka cairan plasma berkurang sehingga tekanan darahpun turun dan suplai darah ke otak berkurang yang dapat mengakibatkan fungsi otak juga berkurang.
Bagaimana diabetes tipe II bisa terjadi. Pada umumnya terjadi pada orang/hewan yang makan terlalu banyak, sehingga glukosa darahnya juga sangat tinggi. Disis lain ada keterbatasan reseptor untuk insulin pada sel atau dengan kata lain hanya dalam jumlah tertentu glukosa yang dapat masuk ke dalam sel. Sekali lagi glukosa dapat masuk ke dalam sel hanya dengan bantuan insulin yaitu insulin akan menempel pada reseptor pada dinding sel. Gabungan insulin dan reseptor (insulin reseptor komplek) inilah yang akan menfasilitasi masuknya gula ke dalam sel. Kelebihan gula (hyperglycemia) di dalam plasma darah dan keterbatasan reseptor insulin juga dapat berakibat lebih lanjut terjadinya insulin resisten (penolakan insulin), sehingga kondisinya menjadi semakin parah.
Sepertinya tidak ada jalan lain bahwa pengurangan/kontrol konsumsi makanan adalah cara yang paling utama untuk mengatasi diabetes tipe II. Hal ini akan mengurangi khususnya glukosa ke level normal sehingga gula yang masuk akan dimanfaatkan seluruhnya oleh sel tanpa ada yang harus dibuang melalui urin oleh ginjal. Latihan secara fisik/olah raga juga akan membantu semakin cepatnya gula bisa dimanfaatkan oleh sel tanpa harus ditimbun dalam bentu glikogen atau lemak.


Gambar 4.8. Skema urutan kejadian akibat tidak ada/tidak berfungsinya insulin (defisiensi insulin atau disebut ketoacidosis).