Kamis, 30 Oktober 2014

analisis proksimat


BAB 4
ANALISIS SECARA KIMIAWI:
ANALISIS PROKSIMAT DAN ANALISIS VAN SOEST


4.1  Pendahuluan
Penyediaan bahan pakan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ternak akan zat-zat makanan. Pemilihan bahan tidak akan terlepas dari ketersediaan zat makanan itu sendiri yang dibutuhkan oleh ternak. Untuk mengetahui berapa jumlah zat makanan yang diperlukan oleh ternak serta cara menyusun ransum, diperlukan pengetahuan mengenai kualitas dan kuantitas zat makanan. Merupakan suatu keuntungan bahwa zat makanan, selain mineral dan vitamin, tidak mempunyai sifat kimia secara individual. Zat makanan sumber energi dapat digolongkan mempunyai kandungan karbon, hidrogen dan oksigen, sedangkan protein terdiri dari asam amino dan mengandung sekitar 16 persen nitrogen.
Secara garis besar jumlah zat makanan dapat dideterminasi dengan analisis kimia, seperti analisis proksimat dan analisis serat (analisis Van Soest). Zat makanan dapat ditentukan dengan analisis proksimat, dan terhadap pakan berserat analisis proksimat lebih dikembangkan lagi menjadi analisis serat.
Pengetahuan tentang komposisi nutrien dan jenis bahan pakan merupakan salah satu komponen penting bagi mahasiswa dalam melakukan penelitian bidang peternakan guna menyusun tugas akhir (skripasi). Pemahaman yang masih rendah terhadap prinsip dan prosedur analisis nutrien bahan pakan menyebabkan mahasiswa mengalami kesulitan dalam melaksanakan penelitian dan interprestasi data yang diperoleh. Pemahaman terhadap analisis secara kimiawi memiliki relevansi dengan pengetahuan mahasiswa terhadap proses dan fisiologi yang terjadi pada ternak.
Cakupan materi yang disajikan pada Bab 4 ini meliputi pembagian komponen bahan pakan dari analisis proksimat, prinsip dasar analisis nutrien, kelebihan dan kelemahan analisis proksimat dan pembagian komponen bahan pakan berdasarkan kandungan isi dan dinding sel. Disamping itu juga dibahas variasi analitik yang terjadi karena proses analisis.
Tujuan instruksional khusus yang diharapkan dari materi ini adalah mahasiswa mampu melakukan analisis kandungan nutrien bahan pakan dengan prosedur analisis proksimat dan fraksi serat.
4.2. Analisis Proksimat (Proximate Analysis)
Analisis proksimat merupakan salah satu metode penentuan kandungan nutrien dalam suatu bahan. Analisis ini  pertama kali dikembangkan di Weende Experiment Station  Jerman  oleh Hennerberg dan Stokmann pada tahun 1856. Analisis ini sering juga dikenal dengan analisis Weende. Analisis proksimat menggolongkan komponen yang ada pada bahan pakan berdasarkan komposisi kimia dan fungsinya (Tabel 3; Gambar 4), yaitu :
1.   air (moisture),
2.   abu (ash),
3.   protein kasar (crude protein),
4.   lemak kasar (ether extract),
5.   serat kasar (crude fiber)
6.   bahan ekstrak tanpa nitrogen  (nitrogen free extract).
Analisis proksimat menggolongkan vitamin berdasarkan kelarutannya. Vitamin yang larut dalam air dimasukkan ke dalam fraksi air dan bahan ekstrak tanpa nitrogen, sedang yang larut dalam lemak dimasukkan ke dalam lemak kasar.
Tabel 3. Komponen Berbagai Nutrien Hasil Analisis Proksimat
Nutrien
Komponen
Air
Air dan senyawa organik yang mudah menguap
Abu
Unsur mineral
Protein Kasar
Protein, asam amino, NPN
Lemak Kasar
Lemak, minyak, asam organik, lilin, pigmen, vitamin ADEK
Serat Kasar
Hemiselulosa, selulosa, lignin
BETN
Pati, gula, selulosa, hemiselulosa, lignin

Kata proksimat berasal dari bahasa Inggris ‘proximate’ yang secara harfiah artinya mendekati, lebih kurang atau kira-kira. Kata proksimat digunakan karena hasil yang peroleh dalam analisis ini merupakan hasil yang tidak secara tepat mencerminkan kandungan nutrien bahan pakan secara individu. Tabel 3 menunjukkan bahwa komponen yang termasuk dalam suatu nutrien bahan pakan dalam analisis proksimat tidak hanya berasal dari nutrien itu namun juga beberapa komponen lain yang karena sifat dan fungsi yang hampir sama. Kandungan air bahan pakan hasil analisis proksimat bukan hanya air tetapi juga komponen lain yang karena sifatnya ikut menguap saat penentuan kadar air. Protein kasar mendangung protein murni, asam amino bebas, nitrogen bukan protein (non protein nitrogen, NPN), asam nukleat dan semua senyawa yang mengandung nitrogen. Prosedur analisis proksimat secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut:
 










direbus dengan alkali
 
                                                        
abu + serat Kasar
 
Rounded Rectangle: ABU
 




Gambar 4. Bagan Rangkuman Analisis Proksimat
Analisis proksimat mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan prosedur analisis penentuan nutrein yang lain seperti:
·    kebanyakan laboratorium menggunakan sistem ini prosedur kerja yang relatih lebih mudah.
·    penentuan nutrien tidak selalu membutuhkan peralatan yang mahal dan  canggih
·    menghasilkan hasil analisis secara garis besar dari pakan yang bersangkutan sehingga dapat diinterprestasikan secara lebih sederhana
·    dapat menghitung Total Digestible Nutrient (TDN) berdasarkan hasil analisis proksimat dan
·    memberikan penilaian secara umum pemanfaatan makanan pada ternak.
Disamping kelebihannya, terdapat juga kelemahan analisis proksimat, yaitu:
·    sistem tidak mencerminkan zat makanan secara individu dari bahan makanan,
·    kurang tepat, terutama untuk analisis serat kasar dan lemak kasar, akibatnya untuk kalkulasi BETN juga kurang tepat,
·    proses membutuhkan waktu yang cukup lama
·    tidak dapat menerangkan lebih jauh tentang daya cerna, palatabilitas dan tekstur suatu bahan pakan dan
·    problem utama dari sistem Weende adalah untuk serat kasar, ekstrak ether dan BETN, yaitu:


Fraksi
Seharusnya mengandung
Mengandung
Hilang
Kelebihan
Serat Kasar
Senyawa Fibrous
-  seluosa
-  sebagian lignin
-  hemiselulosa
-  sebagian lignin
-  abu tak terlarut dalam asam
-
Ekstrak Ether
Lemak Kasar
-  lemak bebas minyak
-  asam lemak
-  chlorofil
-  sterol
-  anthocyanin
-  arotenoids
-  dan lain-lain
-  lipida yang tergabung dengan  protein
-  chlorofil
-  sterol
-  anthocyanin
-  carotenoids
-  dan lain-lain

BETN
Karbohidrat
Terlarut
-  karbodirat  terlarut
-  hemiselulosa
-  sebagian lignin
-  abu yang tak terlarut dalam asam
-
-  hemiselulosa
-  sebagian lignin
-  abu yang tak terlarut dalam asam



4.2.1.  Bahan Kering
Seperti telah diuraikan pada bab terdahulu, bahwa kandungan bahan kering sampel atau bahan lainnya dapat diekspresikan dalam 3 basis, yaitu : as fed, partially dry dan dry matter. Bahan kering sering didefinisikan sebagai berat suatu bahan setelah dilakukan pengeringan pada suhu 1050C. Defisini ini hanya tepat untuk inert materials, tetapi terdapat kelemahan jika diterapkan untuk sampel biologis, seperti feses, molases dan silase karena:
1.   bahan seperti feses, molases dan silase mempunyai kandungan air yang sangat beragam dari  sangat basah hingga dalam berbagai kombinasi fisikokimia.
2.   sampel biologis biasanya mengandung sistem enzim respirasi aktif yang akan melanjutkan  proses pada awal pemanasan. Faktanya, aktivitasnya akan meningkat sebelum terhenti akibat denaturasi enzim. Disamping terjadi perubahan komposisi kimia, aktivitas tadi juga menyebabkan hilangnya bahan kering.
3.   kebanyakan sampel biologis mengandung senyawa organik yang hampir seluruhnya akan menguap pada suhu  1000C.
Secara umum terdapat tiga metode pengeringan untuk determinasi bahan kering bahan pakan, yaitu:
1.   Pengeringan temperatur rendah (low-temperature drying). Beberapa laboratorium melaksanakan pengeringan suhu rendah dengan menggunakan vacuum drying oven (300C, tekanan 16 mm Hg). Metode pengeringan ini akan membantu mengurangi hilangnya senyawa yang mudah menguap dan mengurangi kehilangan akibat aktivitas enzim.
2.   Pengeringan temperatur tinggi (high-temperature drying). Kebanyakan laboratorium melaksanakan pengeringan temperatur tinggi dengan menggunakan oven pada suhu 1050C. Metode ini banyak menyebabkan kehilangan senyawa yang tidak tahan panas.
3.   Pengeringan beku (freeze drying). Dengan mempertimbangkan perubahan senyawa kimia menjadi sekecil mungkin saat pengeringan. Metode ini kurang dapat dijadikan patokan akhir dalam menentukan bahan kering  sampel. Berdasarkan hasil pengamatan cukup banyak senyawa organik yang mudah menguap ikut hilang selama proses berlangsung.
Prinsip dasar dalam penentuan kadara air adalah air pakan akan menguap oleh panas, sehingga yang tinggal adalah bahan kering. Persentase air dihitung dari perbedaan bobot contoh sebelum dan sesudah perlakuan panas.
Sampel as fed atau as collected
sampel dengan bahan kering  lebih dari 88 %
 È

sampel dengan bahan kering  kurang  dari 88 %
È
giling, Saringan 1 mm
È

tentukan % partial dry matter pada sampel  as fed
È
tentukan bahan kering secara langsung pada suhu 1050C
È

panaskan pada suhu 600C atau freeze dry
È
hasilnya dikenal sebagai as fed dry matter (as collected)

equilibirasi dengan air udara
È


analisis ini menunjukkan % partial dry matter dari as fed
È


giling segera dengan saringan 1 mm
È
tentukan bahan kering secara langsung pada suhu 1050C. Hasilnya dikenal sebagai % dry matter dari  sampel partial dry
                                                 È
as fed dry matter (atau as collected) = % partial dry matter pada sampel as fed x % dry matter dari sampel partial dry

Gambar 5. Skema Analisis Bahan Kering  Sampel
Penentuan bahan kering bahan yang tak stabil atau sensitif terhadap panasmelalui pengeringan oven sering memberikan gambaran underestimated. Pengeringan dengan oven dapat menyebabkan oksidasi selama pemanasan dan hilangnya substansi mudah menguap. Suatu bahan pakan mungkin mengandung sedikit sekali hingga 50 persen gula reduksi yang keberadaannya dapat dijadikan petunjuk telah terjadinya dekomposisi zat makanan. Sebagian besar bahan pakan yang mengandung protein akan bereaksi dengan gula reduksi dan reaksi dapat dipercepat oleh pemanasan. Hasil dekomposisi demikian sering dihitung sebagai kadar air.
Penentuan bahan kering dengan metode TOLUENE dapat mengurangi kesalahan akibat pemanasan terutama terhadap bahan pakan hasil fermentasi yang diberikan secara langsung seperti silase. Bahan kering dihitung dari volume air yang hilang melalui proses destilasi dengan TOLUENE.
4.2.2.  A b u
Dalam banyak referensi mengenai makanan ternak, jarang sekali  abu atau bahan organik dibahas secara mendalam. Komponen abu pada analisis proksimat  tidak memberikan nilai makanan yang penting karena abu tidak mengalami pembakaran sehingga tidak menghasilkan energi. Jumlah abu dalam bahan pakan hanya penting untuk menentukan perhitungan bahan ekstrak tanpa nitrogen.  Meskipun abu terdiri dari komponen mineral, namun bervariasinya kombinasi unsur mineral dalam bahan pakan asal tanaman menyebabkan abu tidak dapat dipakai sebagai indeks untuk menentukan jumlah unsur mineral tertentu.
Kadar abu sutau bahan pakan ditentukan dengan pembakaran bahan tersebut pada suhu tinggi (500-6000C). Pada suhu tinggi bahan organik yang ada akan terbakar dan sisanya merupakan abu.
4.2.3.  Protein Kasar
Protein merupakan salah satu zat makanan yang berperan dalam penentuan produktivitas ternak. Jumlah protein dalam pakan ditentukan dengan kandungan nitrogen bahan pakan melalui metode Kjeldahl yang kemudian dikali dengan faktor protein;  6.25. Angka 6.25 diperoleh dengan asumsi bahwa protein mengandung 16 % nitrogen. Kelemahan analisis proksimat untuk protein kasar itu sendiri terletak pada asumsi dasar yang digunakan yaitu:
·    diasusmikan bahwa semua nitrogen bahan pakan merupakan protein, kenyataannya tidak semua nitrogen berasal dari protein
·    bahwa kadar nitrogen protein 16 persen, tetapi kenyataannya kadar nitrogen protein tidak selalu 16 persen.
Prinsip dasar analisis protein kasar: Asam sulfat pekat mencerna  zat organik dan mengubah N protein  menjadi amonium sulfat. Larutan contoh amonium sulfat ini dibuat basa dengan NaOH pekat. N dari protein ini disuling sebagai NH4OH kedalam larutan asam standar. Ion NH3 bereaksi dengan  sebagian asam, sisa asam yang tidak bereaksi dititrasi dengan larutan NaOH standar. Dengan titrasi dapat mengetahui jumlah N. Protein kasar didapat dengan jalan mengalikan jumlah N dengan faktor protein, 6.25. 
Penentuan kadar protein melalui metode Kjeldahl dilakukan melalui tahap sebagai berikut:
a.     Proses destruksi (oksidasi). Perubahan N-protein menjadi amonium sulfat ((NH4)2SO4). Sampel dipanaskan dengan asam sulfat (H2SO4) pekat dan katalisator yang akan memecah semua ikatan N dalam bahan pakan menjadi amonium sulfat kecuali ikatan N=N, NO dan NO2. CO2 dan H2O terus menguap. SO2 yang terbentuk sebagai hasil reduksi dari sebagian asam sulfat juga menguap. Dalam reaksi ini digunakan katalisator selenium/Hg/Cu. Destruksi dihentikan jika larutan berwarna hijau jernih.
Zat Organik + H2SOÆ  CO2 + H2O + (NH4)2SO4 +  SO2
b.     Proses destilasi (penyulingan). Setelah larutan menjadi hijau jernih, labu destruksi didinginkan kemudian larutan dipindahkan ke labu destilasi dan diencerkan dengan aquades. Pengencer-an dilakukan untuk mengurangi reaksi yang hebat jika larutan ditambah larutan alkali. Penambahan alkali (NaOH) menyebabkan (NH4)2SO4 akan melepas-kan amoniak (NH3). Hasil sulingan uap NH3 dan air ditangkap oleh larutan H2SO4 yang terdapat dalam labu erlenmeyer dan membentuk senyawa (NH4)2SO4 kembali. Peyulingan dihenti-kan bila semua N sudah tertangkap oleh asam sulfat dalam labu erlenmeyer.
NH3   +   H2SO4 Æ (NH4)2SO4   +   H2SO4
c.     Proses titrasi. Kelebihan H2SO4 yang tidak digunakan untuk menangkap N dititrasi dengan NaOH. Titrasi dihentikan jika larutan berubah dari biru ke hijau.
d.     Kalkulasi. Kandungan protein (persen) ditentukan dengan persamaan :
100% x ([mL titrasi blanko – mL titrasi sampel] x Normalitas NaOH x 0.014 x 6.25)/berat sampel
[mL titrasi blanko – mL titrasi sampel] x Normalitas NaOH                    = N yang disuling
[mL titrasi blanko – mL titrasi sampel] x Normalitas NaOH x 0.014           = gram N
[mL titrasi blanko – mL titrasi sampel] x Normalitas NaOH x 0.014 x 6.25  = gram Protein sampel


4.2.4.  Lemak Kasar
Istilah lemak kasar menggambarkan bahwa zat dimaksud bukan hanya mengandung senyawa yang tergolong ke dalam lemak tetapi termasuk senyawa lain. Beberapa buku menggunakan kata lipid atau ekstrak eter. Istilah ekstrak eter ini yang paling tepat, karena dalam analisis proksimat senyawa tersebut diperoleh setelah dilakukan ekstraksi menggunakan pelarut lemak, yang biasanya eter. Yang dimaksud ekstrak eter adalah zat yang mengandung senyawa yang larut dalam eter, termasuk lipid dan zat yang tidak mengandung asam lemak.
Kandungan lemak suatu bahan pakan dapat ditentukan dengan metode soxlet yaitu proses ekstraksi suatu bahan dalam tabung soxlet dengan menggunakan pelarut lemak, seperti eter,  kloroform atau benzena.
4.2.5.  Serat kasar
Serat kasar merupakan bagian dari karbohidrat dan didefinisikan sebagai fraksi yang tersisa setelah didigesti dengan larutan asam sulfat standar dan sodium hidroksida pada kondisi yang terkontrol. Serat  kasar  yang terdapat dalam pakan sebagian besar  tidak dapat dicerna pada ternak non ruminansia namun digunakan secara luas pada ternak ruminansia. Sebagian besar berasal dari sel dinding tananam dan mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin. Metode pengukuran kandungan serat kasar  pada dasarnya mempunyai konsep yang sederhana.  Langkah pertama metode pengukuran kandungan serat kasar adalah menghilangkan  semua bahan yang larut dalam asam dengan pendidihan dalam  asam sulfat. Bahan yang larut dalam alkali  dihilangkan dengan pendidihan dalam larutan sodium alkali. Residu yang tidak larut dikenal sebagai serat kasar.
Serat kasar merupakan ukuran yang cukup baik dalam menentukan serat dalam sampel. Pada ternak non ruminansia, fraksi ini sangat terbatas nilai nutrisinya sehingga pengukuran serat kasar hanya merupakan pedoman proporsional dalam pakan yang  digunakan oleh ternak.  
4.2.6.  Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen
Kandungan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) suatu bahan pakan sangat tergantung pada komponen lainnya, seperti  abu, protein kasar, serat kasar dan lemak kasar. Hal ini disebabkan penentuan kandungan BETN hanya berdasarkan perhitungan dari zat-zat yang tersedia. Bias yang ditemukan pada perhitungan  tergantung pada keragaman hasil yang diperoleh. Besar kandungan BETN dapat ditentukan dengan persamaan:
BETN = 100% - (%KA + %ABU + % SERAT KASAR +%ROTEIN KASAR + %LEMAK KASAR)
4.2.7. Variasi Analitik
Hasil analisis yang dilakukan seringkali mengalami penyimpangan dari nilai yang terdapat dalam referensi. Perbedaan ini dapat terjadi karena Variasi adanya keragaman dalam pengambilan sampel dan analisis laboratorium. Perbedaan hasil ini disebut variasi analitis. Variasi analitis memberikan kisaran suatu hasil analisis, apakah suatu bahan yang diuji memenuhi standar yang tetapkan atau tidak. Tabel 4 memperlihatakan variasi analitis beberapa bahan baku. Kisaran penerimaan dapat dihitung melalui langkah berikut:
Æ  Langkah 1. Kalikan kandungan zat makanan yang diharapkan atau tercantum pada dokumen dengan nilai persentase AV pada Tabel 4. Konversi persentase AV dalam bentuk desimal.
Æ  Langkah 2. Tambah atau kurang nilai yang diperoleh pada langkah 1 dengan kandungan zat makanan yang diharapkan atau tercantum pada dokumen.
Contoh: Tepung ikan disebutkan mempunyai kandungan protein 60 persen, maka range hasil analisis yang dapat diterima adalah 58.6 – 61.4%
§ [1] 60 x [(20¸60 + 2)] = 1.4
§ [2] 60 - 1.4 = 58.6 sampai dengan 60 + 1.4 = 61.4
§ Jadi kisaran hasil analisis yang masih memenuhi standar yang dapat diterima adalah 58.6 – 61.4







Zat Makanan
Metode
 (AOAC Official Methods of Analysis)
AV %
Kisaran
Analisis Proksimat


Air
934.01  930.15  935.29
12
3 – 40 %
Protein
954.01  976.05  976.06  984.13
(20/X + 2)
10 – 85%
Lysine
975.44
20
0.5 – 4%
Lemak
920.39  954.02  962.02
10
3 – 20%
Serat
962.09
(30/X +6)
3 – 20%
Abu
942.05
(45/X +3)
2 – 88%
Pepsin Digest
971.09
13

Total sugar as Invert
925.05
12
24 – 37%
NPN Protein
941.04  967.07
(80/X +3)
7 – 60%
Mineral



Kalsium
927.02
(14/X +6)
0.5 – 25%
Kalsium
968.08
10
10 – 25%
Kalsium

12
< 10%
Fosfor
964.06  965.17
(3/X +8)
0.5 – 20%
Garam
969.10 
(7/X + 5)
0.5 – 14%
Garam
943.01
(15/X +9)
0.5 – 14%
VITAMIN



Vitamin A
974.29
30
1200-218,000 IU/lb
Vitamin B12
952.20
45

Riboflavin
970.65  940.33
30
1-1500 mg/lb
Niacin
961.14  944.13
25
3-500 mg/lb
Sumber : Herrman (2001)
4.2.8. Konversi Kandungan Nutrien
Hasil analisis proksimat mempunyai tingkat keragaman yang tinggi tergantung pada preparasi dan pengambilan sampel, proses analisis dan asal bahan. Perbandingan kandungan nutrien bahan harus dilakukan dalam basis bahan kering yang sama. Kandungan nutrien suatu bahan pakan dengan kandungan bahan kering yang berbeda tidak dapat dilakukan perbandingan secara langsung. Kandungan nutrien bahan-bahan tersbut harus dikonversi ke dalam basis bahan kering sama, yaitu ke basis as fed, partial atau dry matter. Konversi zat makanan dari suatu basis bahan kering ke basis bahan kering oven (DRY MATTER BASIS) diperoleh dengan:
 

------------------------------ = ----------------------------------------
% ZM  PADA PARTIAL DRY MATTER x 100%
% BK PADA PARTIAL DRY MATTER

 
 

% ZM  PADA DRY MATTER  = ------------------------------------------------------

Suatu Teladan. Suatu bahan pakan A mempunyai kandungan protein kasar sebesar 9% pada kadar kering 80%. Bahan pakan B mempunyai kandungan protien kasar sebesar 9.5% pada kadar bahan kering 100%.
Pertanyaan       : bahan pakan mana yang memiliki kandungan protein lebih besar?
Jawab            : Bahan Pakan A
Penjelasan       : Secara sepintas kandungan protein bahan pakan B (9.5%) lebih besar dibanding protein Pakan A (9%). Perbandingan demikian tidak dapat dilakukan karena kedua bahan mempunyai kandungan bahan kering yang berbeda. Salah satu bahan harus mengikuti kandungan bahan kering lain. Bahan pakan A dapat dikonversi menjadi kandungan bahan kering 100% atau bahan kering B dikonversi menjadi bahan kering 80%.
4.3 Analisis Serat (Van Soest Analysis)
Sehubungan dengan kemampuan ternak ruminansia mencerna serat kasar, maka dari analisis proksimat dikembangkan oleh Van Soest untuk mengetahui komponen apa yang ada pada serat.  Sistem analisis Van Soest menggolongkan zat  pakan menjadi isi sel (cell content) dan dinding sel (cell wall). Perbandingan penggolongan nutrien antara analisis proksimat dan analisis serat dapat digambarkan sebagai berikut:
Analisis Proksimat
Nutrien
Analisis Serat
PROTEIN
PROTEIN
DINDING SEL
NON-PROTEIN NITROGEN
EKTRAK ETER
LEMAK
PIGMEN
BETN
GULA
ASAM ORGANIK
PEKTIN
HEMISELULOSA


NDF
LIGNIN LARUT DALAM ALKALI
LIGNIN
 ADF
SERAT KASAR
LIGNIN TAK LARUT DALAM ALKLAI
NITROEGN DALAM SERAT

SELULOSA

ABU
MINERAL TAK LARUT

MINERAL TERLARUT

Gambar 6. Perbandingan antara analisis Proksimat dan Analisis serat
Neutral Detergent Fiber (NDF) mewakili kandungan dinding sel yang terdiri dari lignin, selulosa, hemiselulosa dan protein yang berikatan dengan dinding sel. Bagian yang tidak terdapat sebagai residu dikenal sebagai neutral detergent soluble (NDS) yang mewakili isi sel  dan mengandung lipid, gula, asam organik, non protein nitrogen, pektin, protein terlarut dan bahan terlarut dalam air lainnya. Serat kasar terutama mengandung selulosa dan hanya sebagian lignin, sehingga nilai ADF lebih kurang 30 persen lebih tinggi dari serat kasar pada bahan yang sama.
Acid Detergent Fiber (ADF) mewakili selulosa dan lignin dinding sel tanaman. Analisis ADF dibutuhkan untuk evaluasi kualitas serat untuk pakan ternak ruminansia dan herbivora lain. Untuk ternak non ruminansia dengan kemampuan pemanfaatan serat yang kecil, hanya membutuhkan analisis NDF.


Rounded Rectangle: SEL
 


neutral detergent solution
 
                                                                       

Rounded Rectangle: NEUTRAL DETERGENT FIBER 
dinding sel
Rounded Rectangle: NEUTRAL DETERGENT SOLUBLE 
isi sel (protein, lemak, karbohidrat)
 





                                     

H2SO4

 
                                                    
 





Gambar 7. Partisi Bahan Pakan Berdasarkan Kelarutannya

Daftar Pustaka
Herrman, T. 2001b. Evaluating Feed Component and Finished Feeds. MF2037. Kansas State University Research and Extension, Manhattan.
Krishna G and S.K. Ranjhan. 1980. Laboratory Manual for Nutrition Research. Vikas Publishing House PVT Ltd. Sahibabad India.
Nahm, K.H. 1992. Practical Guide to Feed, Forage and Water Analysis. Yoo Han Pub. Korea Republic.

Soejono, M. 1990. Petunjuk Laboratorium Analisis dan Evaluasi Pakan. Fakultas Peternakan Universitas gadjah Mada. Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar