BAB 4
ANALISIS SECARA KIMIAWI:
ANALISIS PROKSIMAT DAN ANALISIS VAN SOEST
4.1 Pendahuluan
Penyediaan bahan pakan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ternak akan
zat-zat makanan. Pemilihan bahan tidak akan terlepas dari ketersediaan zat
makanan itu sendiri yang dibutuhkan oleh ternak. Untuk mengetahui berapa jumlah
zat makanan yang diperlukan oleh ternak serta cara menyusun ransum, diperlukan
pengetahuan mengenai kualitas dan kuantitas zat makanan. Merupakan suatu
keuntungan bahwa zat makanan, selain mineral dan vitamin, tidak mempunyai sifat
kimia secara individual. Zat makanan sumber energi dapat digolongkan mempunyai
kandungan karbon, hidrogen dan oksigen, sedangkan protein terdiri dari asam
amino dan mengandung sekitar 16 persen nitrogen.
Secara garis besar jumlah zat makanan dapat dideterminasi dengan analisis
kimia, seperti analisis proksimat dan analisis serat (analisis Van Soest). Zat
makanan dapat ditentukan dengan analisis proksimat, dan terhadap pakan berserat
analisis proksimat lebih dikembangkan lagi menjadi analisis serat.
Pengetahuan tentang komposisi nutrien dan jenis bahan pakan merupakan
salah satu komponen penting bagi mahasiswa dalam melakukan penelitian bidang
peternakan guna menyusun tugas akhir (skripasi). Pemahaman yang masih rendah
terhadap prinsip dan prosedur analisis nutrien bahan pakan menyebabkan
mahasiswa mengalami kesulitan dalam melaksanakan penelitian dan interprestasi
data yang diperoleh. Pemahaman terhadap analisis secara kimiawi memiliki
relevansi dengan pengetahuan mahasiswa terhadap proses dan fisiologi yang
terjadi pada ternak.
Cakupan materi yang disajikan pada Bab 4 ini meliputi pembagian komponen
bahan pakan dari analisis proksimat, prinsip dasar analisis nutrien, kelebihan
dan kelemahan analisis proksimat dan pembagian komponen bahan pakan berdasarkan
kandungan isi dan dinding sel. Disamping itu juga dibahas variasi analitik yang
terjadi karena proses analisis.
Tujuan instruksional khusus yang diharapkan dari materi ini adalah
mahasiswa mampu melakukan analisis kandungan nutrien bahan pakan dengan
prosedur analisis proksimat dan fraksi serat.
4.2. Analisis Proksimat (Proximate Analysis)
Analisis proksimat merupakan salah satu metode penentuan kandungan nutrien
dalam suatu bahan. Analisis ini pertama
kali dikembangkan di Weende Experiment Station Jerman oleh Hennerberg dan Stokmann pada tahun
1856. Analisis ini sering juga dikenal dengan analisis Weende. Analisis
proksimat menggolongkan komponen yang ada pada bahan pakan berdasarkan
komposisi kimia dan fungsinya (Tabel 3; Gambar 4), yaitu :
1. air (moisture),
2. abu (ash),
3. protein kasar (crude protein),
4. lemak kasar (ether extract),
5. serat kasar (crude fiber)
6. bahan ekstrak tanpa nitrogen (nitrogen free extract).
Analisis proksimat menggolongkan vitamin berdasarkan kelarutannya. Vitamin
yang larut dalam air dimasukkan ke dalam fraksi air dan bahan ekstrak tanpa
nitrogen, sedang yang larut dalam lemak dimasukkan ke dalam lemak kasar.
Tabel 3. Komponen Berbagai Nutrien Hasil Analisis Proksimat
Nutrien
|
Komponen
|
Air
|
Air dan senyawa organik yang mudah
menguap
|
Abu
|
Unsur mineral
|
Protein Kasar
|
Protein, asam amino, NPN
|
Lemak Kasar
|
Lemak, minyak, asam organik, lilin,
pigmen, vitamin ADEK
|
Serat Kasar
|
Hemiselulosa, selulosa, lignin
|
BETN
|
Pati, gula, selulosa, hemiselulosa,
lignin
|
Kata proksimat berasal dari bahasa Inggris ‘proximate’ yang secara harfiah
artinya mendekati, lebih kurang atau kira-kira. Kata proksimat digunakan karena
hasil yang peroleh dalam analisis ini merupakan hasil yang tidak secara tepat
mencerminkan kandungan nutrien bahan pakan secara individu. Tabel 3 menunjukkan
bahwa komponen yang termasuk dalam suatu nutrien bahan pakan dalam analisis
proksimat tidak hanya berasal dari nutrien itu namun juga beberapa komponen
lain yang karena sifat dan fungsi yang hampir sama. Kandungan air bahan pakan
hasil analisis proksimat bukan hanya air tetapi juga komponen lain yang karena
sifatnya ikut menguap saat penentuan kadar air. Protein kasar mendangung
protein murni, asam amino bebas, nitrogen bukan protein (non protein nitrogen,
NPN), asam nukleat dan semua senyawa yang mengandung nitrogen. Prosedur
analisis proksimat secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut:
![]() |
|
|
|||||
![]() |
|||||
![]() |
|||||
Gambar 4. Bagan Rangkuman Analisis Proksimat
Analisis proksimat mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan
prosedur analisis penentuan nutrein yang lain seperti:
·
kebanyakan laboratorium menggunakan sistem ini prosedur
kerja yang relatih lebih mudah.
·
penentuan nutrien tidak selalu membutuhkan peralatan yang
mahal dan canggih
·
menghasilkan hasil analisis secara garis besar dari pakan
yang bersangkutan sehingga dapat diinterprestasikan secara lebih sederhana
·
dapat menghitung Total Digestible Nutrient (TDN) berdasarkan
hasil analisis proksimat dan
·
memberikan penilaian secara umum pemanfaatan makanan pada
ternak.
Disamping kelebihannya, terdapat juga kelemahan analisis proksimat, yaitu:
·
sistem tidak mencerminkan zat makanan secara individu dari
bahan makanan,
·
kurang tepat, terutama untuk analisis serat kasar dan lemak
kasar, akibatnya untuk kalkulasi BETN juga kurang tepat,
·
proses membutuhkan waktu yang cukup lama
·
tidak dapat menerangkan lebih jauh tentang daya cerna,
palatabilitas dan tekstur suatu bahan pakan dan
·
problem utama dari sistem Weende adalah untuk serat kasar,
ekstrak ether dan BETN, yaitu:
Fraksi
|
Seharusnya mengandung
|
Mengandung
|
Hilang
|
Kelebihan
|
Serat Kasar
|
Senyawa Fibrous
|
-
seluosa
-
sebagian lignin
|
-
hemiselulosa
-
sebagian lignin
-
abu tak terlarut dalam asam
|
-
|
Ekstrak Ether
|
Lemak Kasar
|
-
lemak bebas minyak
-
asam lemak
-
chlorofil
-
sterol
-
anthocyanin
-
arotenoids
-
dan lain-lain
|
-
lipida yang tergabung dengan
protein
|
-
chlorofil
-
sterol
-
anthocyanin
-
carotenoids
-
dan lain-lain
|
BETN
|
Karbohidrat
Terlarut
|
-
karbodirat terlarut
-
hemiselulosa
-
sebagian lignin
-
abu yang tak terlarut dalam asam
|
-
|
-
hemiselulosa
-
sebagian lignin
-
abu yang tak terlarut dalam asam
|
4.2.1. Bahan Kering
Seperti telah diuraikan pada bab terdahulu, bahwa kandungan bahan kering
sampel atau bahan lainnya dapat diekspresikan dalam 3 basis, yaitu : as
fed, partially dry dan dry matter. Bahan kering sering didefinisikan sebagai berat suatu
bahan setelah dilakukan pengeringan pada suhu 1050C . Defisini ini
hanya tepat untuk inert materials,
tetapi terdapat kelemahan jika diterapkan untuk sampel biologis, seperti feses,
molases dan silase karena:
1. bahan seperti feses, molases dan
silase mempunyai kandungan air yang sangat beragam dari sangat basah hingga dalam berbagai kombinasi
fisikokimia.
2. sampel biologis biasanya mengandung
sistem enzim respirasi aktif yang akan melanjutkan proses pada awal pemanasan. Faktanya,
aktivitasnya akan meningkat sebelum terhenti akibat denaturasi enzim. Disamping
terjadi perubahan komposisi kimia, aktivitas tadi juga menyebabkan hilangnya
bahan kering.
3. kebanyakan sampel biologis mengandung
senyawa organik yang hampir seluruhnya akan menguap pada suhu 1000C .
Prinsip dasar dalam penentuan kadara air adalah air pakan
akan menguap oleh panas, sehingga yang tinggal adalah bahan kering. Persentase
air dihitung dari perbedaan bobot contoh sebelum dan sesudah perlakuan panas.
Sampel as fed atau as collected
|
||
sampel dengan bahan kering lebih dari 88 %
È
|
|
sampel dengan bahan kering kurang
dari 88 %
È
|
giling, Saringan
È
|
|
tentukan % partial dry matter pada
sampel as fed
È
|
tentukan bahan kering secara
langsung pada suhu
È
|
|
panaskan pada suhu
È
|
hasilnya dikenal sebagai as fed dry
matter (as collected)
|
|
equilibirasi dengan air udara
È
|
|
|
analisis ini menunjukkan % partial
dry matter dari as fed
È
|
|
|
giling segera dengan saringan
È
|
tentukan bahan kering secara
langsung pada suhu
È
|
||
as fed dry matter (atau as collected) = % partial dry matter
pada sampel as fed x % dry matter dari sampel partial dry
|
Gambar 5. Skema Analisis Bahan Kering Sampel
Penentuan bahan kering bahan yang tak
stabil atau sensitif terhadap panasmelalui pengeringan oven sering memberikan
gambaran underestimated. Pengeringan
dengan oven dapat menyebabkan oksidasi selama pemanasan dan hilangnya substansi
mudah menguap. Suatu bahan pakan mungkin mengandung sedikit sekali hingga 50
persen gula reduksi yang keberadaannya dapat dijadikan petunjuk telah
terjadinya dekomposisi zat makanan. Sebagian besar bahan pakan yang mengandung
protein akan bereaksi dengan gula reduksi dan reaksi dapat dipercepat oleh
pemanasan. Hasil dekomposisi demikian sering dihitung sebagai kadar air.
Penentuan bahan kering dengan metode
TOLUENE dapat mengurangi kesalahan akibat pemanasan terutama terhadap bahan
pakan hasil fermentasi yang diberikan secara langsung seperti silase. Bahan
kering dihitung dari volume air yang hilang melalui proses destilasi dengan
TOLUENE.
Prinsip
dasar analisis protein kasar: Asam sulfat pekat mencerna zat organik dan mengubah N protein menjadi amonium sulfat. Larutan contoh
amonium sulfat ini dibuat basa dengan NaOH pekat. N dari protein ini disuling
sebagai NH4OH kedalam larutan asam standar. Ion NH3
bereaksi dengan sebagian asam, sisa asam
yang tidak bereaksi dititrasi dengan larutan NaOH standar. Dengan titrasi dapat
mengetahui jumlah N. Protein kasar didapat dengan jalan mengalikan jumlah N
dengan faktor protein, 6.25.
a. Proses destruksi (oksidasi). Perubahan
N-protein menjadi amonium sulfat ((NH4)2SO4).
Sampel dipanaskan dengan asam sulfat (H2SO4) pekat dan
katalisator yang akan memecah semua ikatan N dalam bahan pakan menjadi amonium
sulfat kecuali ikatan N=N, NO dan NO2. CO2 dan H2O
terus menguap. SO2 yang terbentuk sebagai hasil reduksi
dari sebagian asam sulfat juga menguap. Dalam reaksi ini digunakan katalisator
selenium/Hg/Cu. Destruksi dihentikan jika larutan berwarna hijau jernih.
Zat Organik + H2SO4
Æ
CO2 + H2O + (NH4)2SO4
+ SO2
b. Proses destilasi (penyulingan).
Setelah larutan menjadi hijau jernih, labu destruksi didinginkan kemudian
larutan dipindahkan ke labu destilasi dan diencerkan dengan aquades. Pengencer-an
dilakukan untuk mengurangi reaksi yang hebat jika larutan ditambah larutan
alkali. Penambahan alkali (NaOH) menyebabkan (NH4)2SO4
akan melepas-kan amoniak (NH3). Hasil sulingan uap NH3
dan air ditangkap oleh larutan H2SO4 yang terdapat dalam
labu erlenmeyer dan membentuk senyawa (NH4)2SO4
kembali. Peyulingan dihenti-kan bila semua N sudah tertangkap oleh asam sulfat
dalam labu erlenmeyer.
NH3 + H2SO4 Æ (NH4)2SO4 + H2SO4
c. Proses titrasi. Kelebihan H2SO4
yang tidak digunakan untuk menangkap N dititrasi dengan NaOH. Titrasi
dihentikan jika larutan berubah dari biru ke hijau.
d. Kalkulasi. Kandungan protein (persen) ditentukan
dengan persamaan :
100%
x ([mL titrasi blanko – mL titrasi sampel] x Normalitas NaOH x 0.014 x
6.25)/berat sampel
[mL
titrasi blanko – mL titrasi sampel] x Normalitas NaOH = N yang disuling
[mL
titrasi blanko – mL titrasi sampel] x Normalitas NaOH x 0.014 = gram N
[mL
titrasi blanko – mL titrasi sampel] x Normalitas NaOH x 0.014 x 6.25 = gram Protein sampel
Hasil
analisis yang dilakukan seringkali mengalami penyimpangan dari nilai yang
terdapat dalam referensi. Perbedaan ini dapat terjadi karena Variasi adanya
keragaman dalam pengambilan sampel dan analisis laboratorium. Perbedaan hasil
ini disebut variasi analitis. Variasi analitis memberikan kisaran suatu hasil
analisis, apakah suatu bahan yang diuji memenuhi standar yang tetapkan atau
tidak. Tabel 4 memperlihatakan variasi analitis beberapa bahan baku. Kisaran
penerimaan dapat dihitung melalui langkah berikut:
Æ Langkah 1. Kalikan kandungan zat
makanan yang diharapkan atau tercantum pada dokumen dengan nilai persentase AV
pada Tabel 4. Konversi persentase AV dalam bentuk desimal.
Æ Langkah 2. Tambah atau kurang nilai
yang diperoleh pada langkah 1 dengan kandungan zat makanan yang diharapkan atau
tercantum pada dokumen.
Contoh:
Tepung ikan disebutkan mempunyai kandungan protein 60 persen, maka range hasil
analisis yang dapat diterima adalah 58.6 – 61.4%
§
[1]
60 x [(20¸60 + 2)] = 1.4
§
[2]
60 - 1.4 = 58.6 sampai dengan 60 + 1.4 = 61.4
§
Jadi
kisaran hasil analisis yang masih memenuhi standar yang dapat diterima adalah
58.6 – 61.4
Zat Makanan
|
Metode
(AOAC Official Methods of Analysis)
|
AV %
|
Kisaran
|
Analisis Proksimat
|
|
|
|
Air
|
934.01 930.15
935.29
|
12
|
3 – 40 %
|
Protein
|
954.01 976.05
976.06 984.13
|
(20/X + 2)
|
10 – 85%
|
Lysine
|
975.44
|
20
|
0.5 – 4%
|
Lemak
|
920.39 954.02
962.02
|
10
|
3 – 20%
|
Serat
|
962.09
|
(30/X +6)
|
3 – 20%
|
Abu
|
942.05
|
(45/X +3)
|
2 – 88%
|
Pepsin Digest
|
971.09
|
13
|
|
Total sugar as Invert
|
925.05
|
12
|
24 – 37%
|
NPN Protein
|
941.04 967.07
|
(80/X +3)
|
7 – 60%
|
Mineral
|
|
|
|
Kalsium
|
927.02
|
(14/X +6)
|
0.5 – 25%
|
Kalsium
|
968.08
|
10
|
10 – 25%
|
Kalsium
|
|
12
|
< 10%
|
Fosfor
|
964.06 965.17
|
(3/X +8)
|
0.5 – 20%
|
Garam
|
969.10
|
(7/X + 5)
|
0.5 – 14%
|
Garam
|
943.01
|
(15/X +9)
|
0.5 – 14%
|
VITAMIN
|
|
|
|
Vitamin A
|
974.29
|
30
|
1200-218,000 IU/lb
|
Vitamin B12
|
952.20
|
45
|
|
Riboflavin
|
970.65 940.33
|
30
|
1-1500 mg/lb
|
Niacin
|
961.14 944.13
|
25
|
3-500 mg/lb
|
Sumber : Herrman (2001)
![]() |
|
% ZM PADA DRY MATTER = ------------------------------------------------------
Acid Detergent Fiber (ADF) mewakili
selulosa dan lignin dinding sel tanaman. Analisis ADF dibutuhkan untuk evaluasi
kualitas serat untuk pakan ternak ruminansia dan herbivora lain. Untuk ternak
non ruminansia dengan kemampuan pemanfaatan serat yang kecil, hanya membutuhkan
analisis NDF.
![]() |
|
![]() |
|||||
![]() |
|||||
![]() |
|
![]() |
|||
![]() |


Daftar Pustaka
Herrman, T. 2001b. Evaluating Feed
Component and Finished Feeds. MF2037. Kansas State University Research and
Extension, Manhattan.
Krishna G and S.K. Ranjhan. 1980.
Laboratory Manual for Nutrition Research. Vikas Publishing House PVT Ltd.
Sahibabad India.
Nahm, K.H. 1992. Practical Guide to
Feed, Forage and Water Analysis. Yoo Han Pub. Korea Republic.
Soejono, M. 1990. Petunjuk
Laboratorium Analisis dan Evaluasi Pakan. Fakultas Peternakan Universitas
gadjah Mada. Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar