BAHAN AJAR
BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM
DISUSUN OLEH:
Ir. ADRIZAL, MSc, PhD
Ir. RASMI MURNI, MS
Dr. Ir. SUPARJO, MP
Dr. YATNO, SPt., MSi
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JAMBI
NOVEMBER 2010
OUTLINE BAHAN AJAR
BAHAN PAKAN DAN
FORMULASI RANSUM
I.
|
PENDAHULUAN
|
|
|
1.1. Pengertian Bahan Pakan
|
|
|
1.2. Istilah-istilah yang Digunakan
|
|
II.
|
KLASIFIKASI BAHAN PAKAN
|
|
|
2.1. Klasifikasi Klasik
|
|
|
|
2.1.1. Konvensional
|
|
|
2.1.2. Nonkonvensional
|
|
2.2. Klasifikasi Modern
|
|
|
|
2.2.1. Bahan Pakan Kasar
|
|
|
2.2.2. Bahan Pakan Hijauan
|
|
|
2.2.3. Silase
|
|
|
2.2.4. Bahan Pakan Sumber Energi
|
|
|
2.2.5. Bahan Pakan Sumber Protein
|
|
|
2.2.6. Bahan Pakan Sumber Vitamin
|
|
|
2.2.7. Bahan Pakan Sumber Mineral
|
|
|
2.2.8. Aditif Bahan Pakan
|
|
2.3. Klasifikasi Berdasarkan Asal
|
|
|
2.4. Pertanyaan dan Tugas
|
|
|
2.5. Daftar Pustka
|
|
III.
|
Kandungan Zat Makanan, Senyawa aktif dan
Antinutrisi Bahan Pakan
|
|
|
3.1. Kandungan zat makanan dan
antinutrisi pakan sumber energi
|
|
|
3.2. Kandungan zat makanan dan
antinutisi pakan sumber protein
|
|
|
3.3. Senyawa Aktif pada bahan pakan
|
|
|
3.4. Imbuhan Pakan
|
|
|
3.5. Pertanyaan dan Tugas
|
|
|
3.6. Daftar Pustaka
|
|
IV.
|
METODE ANALISIS BAHAN PAKAN
|
|
|
4.1. Pendahuluan
|
|
|
4.2. Analisis Proksimat
|
|
|
|
4.2.1. Bahan Kering
|
|
|
4.2.2. Kadar Abu
|
|
|
4.2.3. Protein Kasar
|
|
|
4.2.4. Lemak Kasar
|
|
|
4.2.5. Serat Kasar
|
|
|
4.2.6. Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen
|
|
|
4.2.7. Variasi Analitik
|
|
|
4.2.8. Konversi Kandungan Nutrien
|
|
4.3. Analisis Serat (Van Soest Analysis)
|
|
|
4.4. Pertanyaan dan Tugas
|
|
|
4.5. Daftar Pustaka
|
|
V.
|
TEKNIK DASAR FORMULASI RANSUM
|
|
|
5.1. Pengenalan
tabel standar
|
|
|
5.2. Pemilihan bahan baku untuk ransum unggas
|
|
|
5.3. Pemilihan bahan pakan dan formulasi konsentrat untuk unggas
|
|
|
5.4. Pemilihan bahan baku untuk ruminansia
|
|
|
5.5. Pemilihan bahan pakan dan formulasi konsentrat untuk ruminansia
|
|
|
5.6. Pertanyaan dan Tugas
|
|
|
5.7. Daftar Pustaka
|
BAB 3.
Kandungan Zat Makanan, Senyawa aktif
dan
Antinutrisi Bahan Pakan
3.1. Pendahuluan
Tujuan pemberian pakan pada
ternak adalah untuk memenuhi kebutuhan ternak akan zat-zat makanan yang pada
akhirnya dapat menghasilkan produksi ternak semaksimal mungkin sesuai dengan
tujuan pemeliharaannya. Pemilihan bahan tidak
akan terlepas dari ketersediaan zat makanan itu sendiri yang dibutuhkan oleh ternak.
Beberapa zat makanan menurut analisis
proksimat antara lain; air (moisture), abu (ash),
protein kasar (crude protein), lemak
kasar (ether extract), serat kasar (crude fiber) dan bahan ekstrak tanpa
nitrogen (nitrogen free extract). Karbohidrat merupakan zat makanan sumber energi,
dimana skema analisis proksimat merupakan gabungan dari serat kasar dan bahan
ekstrak tanpa nitrogen atau sering disebut BETN.
Dalam hal penyusunan ransum ternak, baik untuk ruminansia maupun non
ruminansia/monogastrik maka terdapat hal-hal yang harus perhatikan antara lain; kebutuhan ternak akan zat
makanan, kandungan zat makanan setiap bahan pakan penyusun ransum serta batas
pemakaian bahan pakan mengingat bahan pakan yang digunakan mempunyai berbagai keterbatasan
antara lain kandungan serat kasar dan juga faktor antinutrisi yang dimilikinya.
Secara garis besar jumlah zat makanan dapat dideterminasi dengan analisis
kimia, seperti analisis proksimat dan analisis serat (analisis Van Soest). Zat
makanan dapat ditentukan dengan analisis proksimat, dan terhadap pakan berserat
analisis proksimat lebih dikembangkan lagi menjadi analisis serat.
Pengetahuan tentang komposisi nutrien dan jenis bahan pakan merupakan
salah satu komponen penting bagi mahasiswa dalam melakukan penelitian bidang
peternakan guna menyusun tugas akhir (skripasi). Pemahaman yang masih rendah
terhadap prinsip dan prosedur analisis nutrien bahan pakan menyebabkan
mahasiswa mengalami kesulitan dalam melaksanakan penelitian dan interprestasi
data yang diperoleh. Pemahaman terhadap analisis secara kimiawi memiliki
relevansi dengan pengetahuan mahasiswa terhadap proses dan fisiologi yang
terjadi pada ternak.
Cakupan materi yang disajikan
pada Bab 3 ini meliputi kandungan zat makanan dan antinutrisi pakan sumber
energi dan sumber protein, senyawa aktif pada bahan pakan Disamping itu juga
dibahas cara memperoleh komponen aktif
pada subuah bahan pakan dan imbuhan pakan.
Tujuan instruksional khusus yang diharapkan dari materi ini adalah Mahasiswa mampu
menyebutkan kandungan zat makanan dan antinutrisi serta zat aktif dalam bahan pakan.
3.2. Bahan pakan dan
Zat Makanan
Sebelum
menjelaskan pengertian dan apa saja yang
termasuk zat makanan, terlebih dahulu harus mengingat kembali pengertian
dari bahan pakan (feed) dan ransum (ration
atau diet). Bahan pakan (feed)
merupakan bahan yang disusun oleh zat
makanan yang dapat diberikan kepada
ternak dan tidak mengganggu kesehatan ternak. Bahan tersebut bisa berasal
dari tanaman (bahan pakan nabati) seperti jagung, dedak
padi, bungkil kelapa, bungkil kelapa sawit, bungkil kedelai, corn gluten mill dan lain sebagainya,
selain itu juga bisa berasal dari hewan
(bahan pakan hewani) seperti tepung ikan, meat
bone meal, tepung kerang dsb. Zat
makanan (nutrient) adalah semua unsur atau senyawa kimia dalam
pakan/pangan yang menunjang reproduksi,
pertumbuhan, laktasi dan kebutuhan hidup
pokok. Zat makan tersebut merupakan penyusun dari bahan makanan yang terdiri
dari air,i karbohidrat, protein dan asam amino, lemak, vitamin dan mineral atau
unsur anorganik. Protein, karbohidrat dan lemak disebut sebagai nutrien makro
(dibutuhkan tubuh dalam jumlah
besar/banyak), sedangkan vitamin dan
mineral disebut sebagai nutrien mikro (diperlukan oleh tubuh dalam
jumlah kecil). Untuk mengetahui zat
makanan tersebut dapat dilakukan analisis proksimat. Secara umum zat
makanan dibedakan menjadi dua macam
yaitu zat organik (senyawa bernitrogen,
karbohidrat, lemak dan vitamin) dan zat anorganik meliputi mineral yang merupakan bagian dari abu.
Klasifikasi zat makanan menurut Campbell
et al,. (1969) adalah sebagaimana
tercantum pada Gambar 1.

3.2.1. Air
Air
merupakan suatu senyawa kimia yang mengandung
dua atom karbon dan satu atom oksigen dengan rumus kimia H2O,
dengan titik didik pada suhu 100oC. Istilah air pada pakan
ternak adalah “moisture” bukan “water”,
hal ini dikarenakan pada istilah moisture didalamnya masih mengandung vitamin yang larut dalam air
dan mineral-mineral lain, sedangkan istilah water
merupakan air yang diminum
sehari-hari, jadi tidak mengandung vitamin, dan kemungkinan hanya mengandung
mineral-mineral tertentu.
Prinsip analisis kadar air sebagaimana telah disampaikan pada materi
analisis proksimat adalah menggunakan
oven 105oC, dimana air tersebut akan menguap pada pemanasan suhu
tersebut. Untuk mengetahui kandungan air suatu bahan pakan hanya dengan
melakukan pengurangan 100 – kadar bahan kering (%).
3.2.2. Karbohidrat
Karbohidrat
merupakan zat organik yang
mengandung Karbon (C), Hidrogen (H) dan
Oksigen (O) dalam perbandingan yang bervariasi. Karbohidrat merupakan zat organik utama terdapat dalam tanaman, dimana jumlahnya mencapai 50-75% dari bahan kering (BK). Jika dilihat dari distribusinya karbohidrat
tersebut tersebar dalam biji, buah dan
akar tanaman.
Karbohidrat
dibentuk dari air (H2O) yang berasal dari tanah, karbondioksida (CO2)
dari udara dan energi yang berasal dari matahari. Adapun bentuk
sederhana reaksi dari ketiga komponen tersebut adalah sebagai berikut:
![]() |
Karbohidrat
dibagi menjadi beberapa golongan antara
lain monosakarida (merupakan gula-gula sederhana), disakarida ( terdiri dari
dua molekul gula-gula sederhana) dan polisakarida (terdiri dari banyak molekul
gula-gula sederhana), sebagaimana tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1. Penggolongan karbohidrat
pada bahan pakan.
Penggolongan
|
Nama Komponen
|
Unit Monosakarida
|
Bagian Analisis
|
Monosakarida
|
Arabinosa
|
C5H10O5
|
Bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN)
|
Deoksiribosa
|
|||
Ribosa
|
|||
Xilosa
|
|||
Fruktosa (levulosa)
|
C6H12O6
|
||
Galaktosa
|
|||
Glukosa (dekstrosa)
|
|||
Manosa
|
|||
Disakarida
|
Laktosa
|
Galaktosa, Glukosa
|
|
|
Maltosa
|
Glukosa, glukosa
|
|
|
Sukrosa
|
Glukosa, fruktosa
|
|
Trisakarida
|
Rafinosa
|
Galaktosa, glukosa, fruktosa
|
|
Polisakarida (biasanya
mengandung lebih dari 10 unit monosakarida)
|
Dekstrin
|
(C6H10O5)n
|
|
Glikogen
|
|||
Pati
|
|||
Selulosa
|
(C6H10O5)n
|
Serat kasar
|
Dalam metabolisme di dalam
tubuh , karbohidratr terlebih dahulu diuraikan menjadi senyawa yang lebih
sederhan berupa onosakarida yang dapat diserap oleh tubuh.
3.2.3. Lipid
Lipid
merupakan sekelompok zat-zat yang tidak
larut dalam air tetapi larut dalam pelarut
organik seperti eter, kloroform dan benzene. Yang termasuk lipid antara
lain lemak, sterol dll. Seperti
halnya karbohidrat, lipid mengandung banyak karbon dan hidrogen dalam perbandingannya terhadap oksigen.
Sebagai misal, sukrosa mempunyai
formulasi umum C12H22O11, sedangkan lemak yang
mengandung asam stearat mempunyai
C57H110O6. Dalam proses metablisme di dalam tubu lipid
diuraikan terlebih dahulu menjadi asam lemak dan trigliserida.
3.2.4. Protein
Protein
merupakan zat organik yang mengandung
karbon, hidrogen, nitrogen, oksigen,
sulfur dan fosfor. Proporsi komponen dasar penyusun protein adalah
sebagai berikut.
Komponen dasar (atom)
|
Proporsi (%)
|
Karbon (C)
|
51 - 55
|
Hidrogen (H)
|
6.5 – 7.3
|
Nitrogen (N)
|
15.5 - 18
|
Sulfur (S)
|
0.5 – 2.0
|
Fosfor (P)
|
0.0 – 1.5
|
Secara
umum protein terdiri dari protein kasar sebagaimana terdapat pada analisis
proksimat, mengingat hasil perolehan protein tersebut tidak seluruhnya berupa
nitrogen, tapi ada juga yang berupa nitrogen tapi bukan protein (NPN), seperti
urea. Sedangkan jika protein murni hanya terdiri dari asam amino. Banyaknya
asam amino yang terdapat pada protein mengindikasikan kualitas dari protein pada bahan pakan. Semakin tinggi jumlah dan proporsi asam amino
pada protein menunjukkan kualitas
protein yang tinggi.
Oleh karena itu pada aplikasi di
lapangan saat ini untuk penyusunan ransum
ternak tidak cukup hanya mengetahui kandungan protein, tetapi sudah
lebih jauh tentang kandungan asam amino
dan keseimbangan asam amino tersebut pada sebuah protein. Dalam
metabolismenya didalam tubuh protein
terlebih dahulu diuraikan menjadi asam amino, yang nantinya akan diserap oleh
tubuh melalui usus halus. Dalam analisis proksimat untuk mengetahui kandungan protein sebuah bahan pakan, terdapat faktor pengalian
6.25. Artinya secara rata-rata protein pada bahan pakan engandung 16% nitrogen
3.2.5. Zat An
organik
Zat
anorganik merupakan bagian penyusun dari abu yang merupakan sisa hasil
pembakaran bahan pakan pada tanur suhu 500-600oC. Keberadaan zat anorganik atau juga disebut zat-zat
mineral tersebut dalam tubuh mencapai 3 – 5%
dari tubuh, mengingat tubuh tidak bisa membentuk sendiri mineral didalam
tubuh ternak, sehingga harus disuplai dari pakan yang diberikan.
Untuk
memperoleh kandungan zat organik atau abu, sebagaimana pada analisis proksimat,
yaitu dilakukan dengan cara membakar sampel menggunakan tanur pada
suhu 500-600oC, sisa yang tertinggal tersebut merupakan bahan
organik, sedangkan yang terbakar adalah
semua bahan organik seperti karbohidrat, protein, lemak
dan vitamin. Secara umum mineral ada 2 yaitu mineral mikro, artinya
diperlukan tubuh dalam jumlah kecil dan mineral makro yang dibutuhkan dalam jumlah besar. Namun kedua-duanya
memegang peranan penting dalam pertubuhan ternak, tulang dan gigi (Gambar 1).
3.2. 6. Kandungan
zat makanan Pakan Ternak
Tabel 2. Kandungan zat makanan dan
antinutrisi pakan pakan
Kandungan Nutrient
|
B. Kedelai
|
CGM
|
Jagung K
|
D. Halus
|
MBM
|
R.Komersil
|
BISPLUS
|
BIS
|
Dry matter (%)
|
88.32
|
90.53
|
87.84
|
86.87
|
89.97
|
88
|
86.5
|
89.28
|
Ash (%)
|
6.79
|
16.72
|
1.34
|
12.8
|
30.12
|
13.5
|
22.26
|
4.69
|
Crude Protein (%)
|
43.55
|
60.04
|
7.22
|
10.87
|
52.59
|
22
|
39.41
|
16.5
|
Crude Fibre (%)
|
7.51
|
0.76
|
1.18
|
20.3
|
2.46
|
5.5
|
0.01
|
24.22
|
Ether Extract (%)
|
0.27
|
0.4
|
2.54
|
7.51
|
0.72
|
5.5
|
11.34
|
5.69
|
N Free Extract (%)
|
30.2
|
12.61
|
75.56
|
53.39
|
14.08
|
47
|
13.48
|
38.17
|
Ca (%)
|
0.5
|
0.1
|
0.1
|
0.2
|
10.59
|
3.3
|
1.22
|
0.58
|
P (%)
|
0.54
|
0.38
|
0.26
|
1.2
|
4.64
|
0.7
|
0.78
|
0.45
|
NaCl (%)
|
0.1
|
0.1
|
0.1
|
0.11
|
0.12
|
0
|
0
|
0.1
|
Gross Energy (kkal/kg)
|
3918
|
4434
|
4425
|
3315
|
4094
|
4100
|
3497
|
3543
|
Aspartic acid (%)
|
6.04
|
3.76
|
0.44
|
0.83
|
3.7
|
0
|
3.5
|
1.31
|
Glutamic acid (%)
|
9.62
|
13.23
|
1.18
|
1.25
|
5.82
|
0
|
7.88
|
3.03
|
Serine (%)
|
2.05
|
2.74
|
0.26
|
0.33
|
1.6
|
0
|
1.59
|
0.62
|
Histidine (%)
|
1.34
|
1.34
|
0.21
|
0.24
|
0.84
|
0
|
0.85
|
0.27
|
Glysine (%)
|
2.12
|
1.69
|
0.26
|
0.49
|
7.07
|
0
|
1.86
|
0.72
|
Threonine (%)
|
1.82
|
1.9
|
0.21
|
0.32
|
1.68
|
0
|
1.82
|
0.43
|
Arginine (%)
|
3.38
|
2.06
|
0.3
|
0.69
|
3.7
|
0
|
3.46
|
1.28
|
Alanine (%)
|
2.2
|
5.43
|
0.48
|
0.55
|
3.77
|
0
|
1.79
|
0.94
|
Tyrosine (%)
|
1.66
|
3.01
|
0.2
|
0.24
|
0.92
|
0
|
1.26
|
0.42
|
Methionine (%)
|
0.6
|
1.27
|
0.06
|
0.05
|
0.52
|
0
|
0.77
|
0.24
|
Valine (%)
|
2.57
|
2.82
|
0.32
|
0.5
|
1.99
|
0
|
2.3
|
0.81
|
Phenilalanine (%)
|
2.69
|
3.91
|
0.31
|
0.39
|
1.64
|
0
|
1.88
|
0.62
|
Isoleusine (%)
|
2.62
|
2.75
|
0.26
|
0.37
|
1.47
|
0
|
1.72
|
0.59
|
Leusine (%)
|
3.97
|
9.75
|
0.76
|
0.63
|
2.9
|
0
|
2.79
|
1.01
|
Lysine (%)
|
3.2
|
1.05
|
0.79
|
0.4
|
2.43
|
0
|
3.2
|
0.35
|
Total asam amino
|
45.88
|
56.71
|
6.04
|
7.28
|
40.05
|
0
|
36.67
|
12.64
|
Tabel 3. Komposisi kimia
hasil analisis proksimat beberapa bahan pakan
Bahan
|
BK (%) |
Komposisi BK (%)
|
Ca (%)
|
P (%)
|
||||
Abu
|
PK
|
LK
|
SK
|
BETN
|
||||
Rumput :
|
|
|
|
|
|
|
|
|
R. alam
|
23.50 |
14.30
|
8.82
|
1.46
|
32.50
|
42.80
|
0.40
|
0.25
|
Brachiaria sp
|
27.50 |
7.07
|
9.83
|
2.36
|
28.90
|
51.80
|
0.24
|
0.18
|
R. gajah
|
21.30 |
12.70
|
9.30
|
2.48
|
33.70
|
41.40
|
0.46
|
0.37
|
Alang-alang
|
31.00 |
6.61
|
5.25
|
2.23
|
40.40
|
40.90
|
0.40
|
0.26
|
Leguminosa :
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Calopogonium sp
|
22.60 |
8.50
|
30.31
|
4.73
|
30.20
|
26.30
|
0.76
|
0.46
|
Centrocema sp
|
24.10 |
9.43
|
16.80
|
4.04
|
33.20
|
36.50
|
1.20
|
0.38
|
Stylosanthes sp
|
21.40 |
8.86
|
15.60
|
2.09
|
31.80
|
41.60
|
1.16
|
0.42
|
Daun kacang tanah
|
22.80 |
9.18
|
13.80
|
4.94
|
25.20
|
46.90
|
1.68
|
0.27
|
Konsentrat :
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Ampas tahu
|
14.60 |
4.98
|
29.4
|
10.24
|
22.70
|
32.70
|
0.53
|
0.38
|
Wheat pollard
|
88.50 |
5.90
|
18.46
|
3.88
|
9.70
|
62.00
|
0.23
|
1.10
|
Dedak halus
|
87.60 |
13.10
|
13.18
|
10.1
|
13.50
|
50.00
|
0.22
|
1.25
|
jagung
|
86.80 |
2.20
|
10.78
|
4.33
|
2.70
|
80.00
|
0.21
|
0.40
|
Secara
umum kandungan zat makanan kelompok bahan leguminosa dan konsentrat mempunyai
kandungan protein lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok rumput-rumputan
masing-masing sebesar 13.8–30.31, 10.78-29.24 vs 5.25-9.83 (Tabel 3)
3.3. Zat Antinutrisi pada Bahan Pakan Ternak
Beberapa jenis bahan pakan memiliki potensi untuk mensintesis substansi
kimia tertentu sebagai mekanisme untuk mempertahankan diri dari gangguan
infeksi oleh jamur, bakteri dan insekta. Banyak di antara substansi kimia ini
ternyata dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia maupun ternak yang
mengkonsumsinya. Gangguan tersebut dapat berupa gangguan pertumbuhan, seperti :
penurunan Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH), oleh karena dihambatnya enzim
pencernaan tertentu. Gangguan yang lain berupa gangguan kesehatan, seperti
gangguan pernapasan bahkan kematian. Selanjutnya senyawa-senyawa tersebut
dikenal dengan istilah antinutrisi.
Beberapa jenis bahan pakan tentu memiliki zat antinutrisi yang berlainan juga. Senyawa antinutrisi yang
sering ditemukan, antara lain : Protein
inhibitor (penghambat protease), goitrogen,
nekaloid, oksalat,
fitat, tannin, HCN/asam sianida dan gossipol. Antinutrisi
tersebut seringkali mengikat protein, zat-zat mineral, sehingga pemanfaatan
gizi dalam bahan pakan oleh ternak menjadi berkurang. Sebagai akibatnya akan
menimbulkan gangguan pertumbuhan pada ternak atau gangguan kesehatan yang lain.
Antinutrisi dalam bahan pakan kadang-kadang dihasilkan oleh metabolisme jamur
atau mikroba dalam bahan pakan, atau oleh tumbuhan itu sendiri sebagai
mekanisme untuk mempertahankan diri dari gangguan infeksi. Hasil samping atau
sisa pengolahan bahan pakan seringkali menimbulkan efek toksik pada ternak, hal
ini diduga adanya kandungan nutrisi dalam bahan limbah atau sisa pengolahan
tersebut.
Beberapa bahan pakan dengan kemungkinan zat-zat antinutrisi yang
terkandung di dalamnya adalah sebagai berikut:
a. Leguminosa
Penggunaan leguminosa seperti kacang kedelai, pada ternak harus dibatasi Leguminosa, seperti
: kedelai dan kacang tanah merupakan sumber gizi penting bagi ternak. Namun
penggunaannya harus dibatasi, karena leguminosa mengandung zat-zat antinutrisi,
antara lain: Protein
inhibitor (penghambat protease), phytphaemagluttin
(Lectin), urease, hypoxygenase, glukoside-sianogenik dan
faktor-faktor antivitamin. Hampir semua leguminosa mengandung unsur
penghambat tripsin, dan akan mengikat tripsin sehingga terbentuk suatu kompleks
yang inaktif. Sebagai akibatnya tripsin tidak dapat berfungsi. Keadaan ini
menyerupai dengan kejadian gangguan sintesis tripsin oleh pankreas. Sebagai
konsekuensinya, pankreas akan mengalami hipertrofi untuk mensintesis tripsin
secara berlebih. Hipertrofi pankreas akan diikuti hambatan pertumbuhan dan
menurunnya efisiensi pakan. Protein
inhibitor ternyata mudah diinaktifkan atau dinonaktfkan oleh perlakuan panas. Hasil penelitian Yatno
menunjukkan terjadinya pembesaran pankreas pada ternak ayam yang diberi ransum
mengandung kacang kedelai mentah dibandingkan
dengan kacang kedelai hasil sanggrai maupun pengukusan.
Antinutrisi lain yang hampir selalu ditemukan dalam leguminosa adalah phytohaemagluttin atau
lectin,
yang memegang peran penting dalam simbiosis antara legum dengan bakteri
pengikat nitrogen. Lectin terikat secara reversibel dengan gula-gula yang
berkombinasi dengan protein (glikoprotein) pada permukaan mikrovilli usus
halus, dan menimbulkan lesi-lesi serta perkmbangan mikrovilli yang tidak
no9rmal serta gangguan absorbsi nutrisi lewat dinding intestinum. Gangguan
absorbsi (malabsorbsi)
dapat terjadi terhadap vitamin B12, glukosa dan asam-asam amino.
Gangguan transport ion lewat intestinum, tidak tercernanya karbohidrat dan
protein bisa terjadi. Adanya lectin
pada epithelium intestinum yang reseptornya terdapat di glikoprotein antara
intestinum dengan permukaan bakteri enterik, merupakan perekat antara
intestinum dengan bakteri. Pertumbuhan berlebih bakteri coliform telah
dilaporkan terjadi pada ayam yang ransumnya mengandung kedelai tanpa perlakuan
(prosesing) sebelum penggunaannya sebagai bahan pakan. Lectin
menimbulkan lesi-lesi pada ephitelium intestinum yang diikuti dengan
dikeluarkannya endotoksin bakteri yang masuk ke peredaran darah dan menggangu
kesehatan ternak. Ayam muda sangat sensitif terhadap lectin.
Beberapa zat antinutrsi ditemukan pada kacang kedelai antara lain antitripsin, urease,
yaitu suatu enzim yang berperan untuk menghidrolisis urea menjadi ammoniak dan
CO2, goitrogen,
merupakan senyawa yang berhubungan dengan aktivitas fungsi
kelenjar thyroid, cyanogenic-glukoides
(senyawa yang membebaskan HCN pada proses hidrolisis), terdapat pada semua
leguminosa.Alipoxidase
ditemukan pada kulit kedelai yang akan menurunkan vitamin A dengan cara merusak
karoten.
Protease inhibitor, lectin, urease dan faktor-faktor antivitamin serta
lipoxygenase dapat dirusak oleh panas. Besarnya tingkat kerusakan tergantung
kepada tinggi rendahnya temperatur pemanasan, lama pemanasan, ukuran partikel
dan kondisi-kondisi penguapan. Fermentasi merupakan suatu metode untuk
menurunkan level
tripsin inhibitor. Germinasi juga merupakan cara untuk memperbaiki
nilai gizi pada kedelai.
Karbohidrat yang sulit dicerna juga merupakan
antinutrisi. Kira-kira 40% dari tepung kedelai disusun oleh serat kasar,
polisakarida serta oligosakarida yang bervariasi. Diketahui sekitar 15 -22%
polisakarida dibentuk oleh acidic polisakarida sebesar 8 – 10%, arabinogalaktan
sebesar 5%, selulosa 1,2% dan starch 0,5%. Senyawa terakhir tidak dapat dicerna
oleh ayam. Starch dan mannan tidak sensitif terhadap pemanasan dan merupakan
antinutrisi bagi ayam. Oligosakarida dalam kedelai merupakan karbohidrat yang
mudah dicerna, akan tetapi menghasilkan TMEn(Energi termetabolisme
sesungguhnya) yang rendah. Sebagai bahan makanan unggas, biji kedelai memang
tidak digunakan dalam bentuk mentah, akan tetapi dalam bentuk bungkil kacang
kedelai yang merupakan limbah dari proses pembuatan minyak kedelai, dan
digunakan sebagi pendamping tepung ikan, sehingga penggunaan tepung ikan tidak
berlebihan.
Penggunaan bungkil kacang tanah untuk unggas kira-kira 0% – 25%. Penggunaannya
untuk membantu menggantikan jagung kuning dan minyak nabati guna memenuhi
kebutuhan energi. Kelemahan penggunaan bungkil kacang tanah adalah
ketersediaannya yang terbatas, hanya ada di daerah-daerah yang memiliki pabrik
pengolah kacang tanah serta penyimpanan bungkilnya yang sulit, karena mudah
tercemar oleh Aspergillus
flavus, yaitu jamur yang menghasilkan racun berbahaya bagi ayam.
b.Singkong (ubi kayu)
Singkong (ubi kayu) sebagai bahan makanan
memang tidak pernah dimakan dalam bentuk mentah sebagaimana ubi manis. Secara
fisik, apabila ubi kayu dibuka kulitnya dan dibiarkan, tidak segera digoreng
atau direbus, maka akan berubah warna menjadi kebiru-biruan. Hal ini
menunjukkan adanya sesuatu zat yang perlu diperhatikan secara serius. Namun
apabila ubi kayu t digoreng, dibakar atau direbus, maka zat yang kebiru-biruan
tersebut akan punah. Oleh karena itu diperlukan proses tertentu sebelum ubi
kayu digunakan.
Kandungan energi ubi kayu ± 2970 Kkal/kg, mengalahkan energi dalam dedak,
kacang kedelai dan bungkil kelapa. Oleh karena itu ubi kayu banyak diberikan
kepada unggas pedaging yang memang memerlukan energi tinggi, seperti : ayam
broiler, bebek, angsa dan sejenisnya, tetapi tidak diperlukan untuk anggas
petelur.
Cyanogenic-glucosides
merupakan senyawa toksik yang terkandung dalam ubi kayu dan merupakan mekanisme
pertahanan tubuh bagi tumbuhan ubi kayu untuk melindungi dirinya dari serangan
insekta. Berkaitan dengan hal tersebut, maka ubi kayu mentah tidak dapat
digunakan untuk ternak.
Linamarin termasuk dalam Cyanogenic-glucoside.
Adanya enzim hidrolitik berupa ß-glycosidase, linamarin akan terurai dan
menghasilkan aseton, glukosa dan HCN. Terbebasnya HCN inilah yang
menyebabkan keracunan pada ternak. Enzim ß-glycosidase merupakan protein
yang mudah rusak selama pemanasan. Jika enzim tersebut rusak, maka tidak mampu
mengkatalisis pembebasan HCN yang toksik tadi. Pemanasan di bawah matahari
terbuka, direbus atau dipanaskan dalam oven dalam temperatur 700C
hingga 800C dapat mengurangi pengaruh racun HCN dalam ubi kayu.
Ubi kayu juga mengandung tripsin
inhibitor dan khemotripsin
inhibitor, meskipun dalam kadar rendah. Antinutrisi ini bisa
dirusak dengan cara pemanasan.
c. Biji Kapas
Biji kapas sebagai bahan pakan ternak
dibatasi penggunaannya, karena mengandung zat antinutrisi yang dikenal dengan
sebutan ”gossipol”. Gossipol merupakan senyawa polifenol dan menyebabkan
pucatnya kuning telur pada ayam atau unggas petelur. Bagi tumbuhan kapas,
gossipol merupakan senyawa yang berperan penting dalam mekanisme pertahanan diri
terhadap serangan insekta.
Gossipol bersifat sangat toksik bagi ruminansia maupun monogastrik muda.
Lesi-lesi pada jantung, saluran reproduksi, paru-paru dan hati terjadi pada
ayam dan ruminansia. Oleh adanya gossipol, jika biji kapas digunakan pada ayam
petelur, maka akan terjadi kepucatan pada warna kuning telur.
3.4. Komponen aktif (aktive compound) pada bahan pakan
Komponen
aktif
dalam pakan merupakan hal yang menarik untuk diketahui mengingat
perannya sangat potensial dan urgen di dalam tubuh ternak. Pemakaian zat tersebut pada ternak sangat sedikit
namun mempunyai efek positif yang cukup besar. Komponen tersebut dapat
diperoleh dari tanaman atau bahan pakan dengan cara memisahkan dan mengekstraksi
dari bahan yang bersangkutan. Beberapa kompoenen aktif dari pakan antara lain :
- Daun saga ((Abrusprecatorius L.). Telah ditemukan antibakteri yang mampu menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus ATCC 52938, . zpiococcus beta hemoliticus
standar strain WHO, dan Streptococcus pneumoniae standar.
Selain itu juga ditemukan senyawa
pemanis yang disebut glycyrrhizin yang mempunyai
kemanisan 30 - 100 kali manisnya gula. Apabila dibandingkan dengan daun
saga. manis dari Miami, (Florida-USA) daun saga manis yang diperoleh di
Bandung, (Indonesia), ternyata mempunyai penampilan kromatografi lapis
tipis yang berbeda untuk senyawa-senyawa glikosidanya. Dengan cara
fraksinasi bioakthitas terarah, telah dapat diisolasi dan dikarakterisasi
beberapa pemanis dari daun saga manis yang berasal dari Bandung.
Senyawa-senyawa pemanis tcrsebut
sangat berpotensi sebagai
alternatif gula untuk konsumsi
penderita diabetes dan obesitas.
- Daun Bandotan. Hasil penelitian pengaruh ekstrak petroleum
eter daun bandotan dalam minyak
kelapa terhadap luka terbuka buatan menggunakan metoda Morton yang
dimodifikasi. Sebagai hewan percobaan digunakan empat puluh delapan ekor
tikus putih betina strain LMR dengan berat badan antara 100 sampai 170 g
yang dibagi dalam enam kelompok. Dosis pemeriksaan adalah 20; 40 dan 80%
dan sebagai obat embanding
digunakan povidon yodium. Bahan uji diberikan setiap hari dimulai hari
pertama dan pengamatan dilakukan setiap hari sampai hari kesepuluh setelah
luka dibuat. Kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol yang
diberikan minyak kelapa dan dengan kelompok yang tidak diberikan apa-apa.
Persentase penyembuhan luka dianalisa secara statistik. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ekstrak daun bandotan dosis 20% tidak memberikan efek
penyembuhan luka yang bermaloiarsedangkan dosis 40% memberikan efek
penyembuhan luka yang bermakna (P < 0,05) pada hari kelima sampai hari
kesepuluh. Ekstrak daun bandotan dosis 80% memberikan efek penyembuhan
luka yang bermakna (P < 0.05) pada hari kedua sampai hari 35
kesepuluh.
Peningkatan dosis bahan uji menunjukkan peningkatan efek penyembuhan. Efek
penyembulian luka dari ekstrak daun bandolan dosis 80% tidak berbeda
bermakna dengan po^'idon vodium 10%
- Bawang
Merah (allium ascolanium L). Telah dilakukan penelitian untuk
melihat mekanisme sari air bawang merah (Allium ascolanicum L.)
dalam melindungi hati, terhadap keracunan CCI4 pada tikus. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sari
air bawang merah mengandung zat yang dapat melindungi hati dari kerusakan
akibat CCl4, dengan cara mencegah pembentukan lemak hati dari serangan
radikal bebas.
- Ekstrak
Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val).
Penggunaan
ekstrak rimpang kunyit dalam dosis 0,00 atau 5,00 atau 20,00 m/kg bb pada mencit
hamil umur kehamilan 0 atau 1 atau 2 hari mempengaruhi perkembangan
folikel ovarium.
- Ekstrak
Daun Dadap Ayam (Erythrina
orientalis Linn). Hasil sari rebusan, fraksi
kloroform, dan fraksi sisa ekstrak daun dadap ayam dapat menghambat pertumbuhan
bakteri Siaphylococcus aibus, Staphylococcus aureus, Stsrptococctts beta
hemolyticus dan Pseudomonas aeruginosa.
- Lamtoro
Gung (Leucaena
leucocephala). Dalam dunia peternakan lamtoro gung mempunyai potensi
yang besar sebagai sumber makanan ternak, karena lamtoro gung kaya akan
gizi. Kandungan zat-zat makanan yang terdapat pada biji lamtoro gung
antara lain: protein dan asam lemak. Isolasi senyawa kimia dari biji
lamtoro gung ini dilakukan dengan cara ekstraksi menggunakan Soxhlet
dengan pelarut n- heksana. Selanjutnya sisa bubuk sampel dikeringkan,
setelah itu disoxhlet kembali dengan menggunakan pelarut metanoi. Fraksi
n-heksana yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan kolom kromatografi
melalui 2 cara, yaitu yang satu tanpa pemberian karbon aktif dan yang
lainnya dengan pemberian karbon aktif. Fraksi metanol kemudian diekstraksi
dengan menggunakan pelarut n-heksana sebanyak 3 kali. Hasil ekstrak
metanoi tersebut kemudian dipekatkan dan dihasilkan ekstrak kasar metanoi.
Ekstrak kasar metanoi tersebut kemudian ditentukan karbohidratnya dengan
kromatografi cair bcrkine didefinisikan
komponen karbohidrat yang terdapat dalam ekstrak kasar metanoi, yaitu maltosa, galaktosa dan glukosa.
- Kumis
Kucing (Orthosiphon
aristatus Miq).
Tanaman kumis kucing atau Orthosiphon aristatus Miq merupakan salah satu tanaman obat-obatan
yang sudah terkenal di dalam negeri dan luar negeri. Kandungan utama yang
dikenal ialah kalium dan saponin, tetapi akhir-akhir ini telah diketahui
bahwa ada komponen yang bersifat anti bakteri diantaranya yang paling
dikenal ialah sinensetin.Dari hasil percobaan ini diketahui bahwa kadar
sinensetin yang tertinggi ialah dalam daun kumis kucing tua yang berbunga
ungu yang berasal dari K.P. Cibinong (0,365%, sedangkan yang terkecil
berasal dari daun muda tanaman berbunga putih dari K.P. Cibinong (0,095%).
3.5. Imbuhan Pakan/Feed aditive
Imbuhan
pakan atau sering disebut feed aditive
merupakan bahan yang ditambahkan kedalam pakan dalam jumlah sedikit guna meningkatkan
kualitas atau peran bahan pakan yang ditambahkan. Hal yang tersemasuk pakan
imbuhan antara lain enzim, probiotik, prebiotik, sinbiotik, hormon termasuk
didalamnya antibitoik yang saat ini tidak disarankan lagi.
3.6. Pertanyaan dan Tugas
a. Jelaskan apa yang dimaksud dengan zat
makanan dan sebutkan macam-macam zat makanan tersebut menurut analisis
proksimat
b. Jelaskan pengertian antinutrisi pada
pakan, efek yang ditumbulkan pada ternak serta cara menghilangkan zat
antinutrisi tersebut
c. Sebutkan beberapa komponen aktif dari
bahan pakan beserta peran dan cara memperoleh komponen tersebut dari bahan
pakan.
d. Mencari kandungan zat makanan 10 bahan pakan yang sering digunakan sebagai
pakan ternak beserta zat antinutrisi dan
komponen aktif yang dimilikinya (Tugas kelompok)
3.6. Daftar Pustka
Anggorodi, R. 1985. Ilmu
Makanan Ternak Umum. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Cheeke, P.R. 1989.
Toxicants of Plant Origin Volume IV Phenolic. Florida: CRC Press, Inc.
_______________. Toxicants
of Plant Origin Volume I Alkaloids.. Florida: CRC Press, Inc.
Lu, C,F. 1985. Basic Toxicology: Fundamentals,
Terget Organs and Risk Assessment. Toronto: McGraw-Hill International Book
Company
Sukria, AH dan Krisnan, R. 1999.
Sumber dan Ketersediaan Bahan Baku Pakan di Indonesia. Bogor: IPB Press.
Yatno. 1993. Penggunaan kacang kedelai
hasil dari beberapa cara pemanasan terhadap bobot organ pencernaan ayam broiler
fase awal [skripsi]. Jambi: Fakultas Peternakan Unversitas Jambi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar